BAB 06 MASIH MEMILIH

38.4K 4.7K 248
                                    

Aku tuh bingung tahu. Si Angga, ya aku sekarang menyebutnya tanpa embel-embel Pak. Malas saja karena dia sudah menganggapku mamanya, padahal aku nggak mau punya anak segede dia. Ucapan si Angga kemarin yang bilang dia sudah menganggap Abyan sebagai Papanya sejak lahir, lah nggak mungkin juga karena kalau di nalar juga Abyan masih umur 12 tahun saat Angga lahir? Matematikaku tetap tidak sampai. Tapi mungkin anggapan Angga terhadap Abyan seperti itu. Aku bisa tahu karena tatapan Angga terhadap Abyan memang respect seorang anak ke Bapaknya. Dia bahkan sangat sopan, sangat sayang kepada Abyan. Tipe anak yang patuh dan baik. Aku masih kecewa dia mau menikah, ah kenapa aku tidak yang jadi calon istrinya saja?

"Ru... pulang dulu yaaa..."

Teriakan Ela membuatku menganggukkan kepala. Selalu saja aku jadi orang terakhir yang keluar dari kubikel. Hari memang sudah beranjak malam. Jam 8 tepatnya. Aku segera menghabiskan kopi yang aku minta dari pantry, lalu mematikan macbookku, dan segera memberesi semuanya. Aku tidak mau menjadi orang terakhir di kantor ini. Enak saja, kemarin ada selentingan Mbak Kunti-nya kantor ini kelayapan. Wah ya aku sih nggak takut, tapi malah Mbak kuntinya nanti yang takut melihat rambut keriwilku. Jadi yah mending aku tidak usah menampakkan diri di depan Mbak Kunti yang sudah melegenda di kantor ini. 

Aku segera mematikan lampu saat keluar dari ruangan divisi ini. Lalu melangkah cepat ke arah lift. Ela sudah tidak terlihat, padahal dia baru saja keluar juga. Entah memakai jurus menghilang ala Naruto sehingga dia dengan cepat sampai ke lobi. Aku segera masuk ke dalam lift, meregangkan otot-otot tanganku dan menghela nafas. Ucapan Abyan pagi tadi masih mengusik pikiranku. Dia sudah mengawasi sejak lama, tapi sejak kapan? Karena selama aku di sini, ak usudah 3 kali ganti pacar. Iya, aku tuh cantik, aku tahu. Maka setiap ada yang ngajakin pacaran dan klik di hati ya ayo. Hanya saja yah mereka selalu saja mundur saat ortu mereka tidak setuju. Bilangnya aku masih terlalu kecil untuk menjadi seorang istri. Payah.

Pintu lift terbuka dan aku segera keluar. Lobi malam ini masih sedikit rame, divisi lainnya banyak yang lembur sepertinya. Aku segera melangkah keluar dan terkejut saat di depanku tiba-tiba sudah berdiri seorang pria dengan sepatu kets dan celana jins. Menyesap rokok di tangannya, lalu menghembuskan asapnya ke udara. Saat melihatku, dia langsung membuang rokok itu ke atas tanah dan menginjaknya dengan sepatunya. 

"Udah pulang?"

 "Pak Abyan?"

Mataku melebar melihat penampilannya. Dia sungguh tampak berbeda dengan pagi tadi yang sangat formal. Saat ini dia hanya mengenakan kemeja putih dengan lengan di gulung sampai siku, celana jins dan sepatu kets. Dia tidak seperti berumur 40 tahun. Duh kenapa pipiku jadi memerah begini?

"Aku menjemput kamu. Ayo."

Dia mengeluarkan kunci mobilnya dari saku celananya, lalu mengulurkan tangan untuk menggandeng tanganku. Astaga. Aku melirik Tono, satpam yang berdiri tidak jauh dariku, tapi si Tono ini rupanya sudah tahu dan hanya mengulum senyumnya. 

"Pak..."

"Bang."

"Hah?"

Aku sedikit kewalahan mengikuti langkahnya yang cepat dan panjang itu. Dia menoleh sebentar ke arahku. Rambutnya jadi berantakan tertiup angin malam. Duh kenapa dia tampak begitu macho?

"Panggil Abang saja, jangan Pak."

Dia menngatakan itu dan kini menghentikan langkahnya saat sampai di depan mobilnya. Lalu dia membukakan pintu, menyuruhku untuk masuk ke dalam. Aku sih oke-oke saja. Mobilnya mewah, wangi, kapan lagi coba aku naik mobil mewah begini? Yah aku memang matre, dikit tapi.

Abyan sudah berputar dan dia duduk di balik kemudi. Aku hanya mengamatinya saat dia melajukan mobilnya keluar dari halaman kantor. Huft rasanya kok gini banget ya? Aku membenarkan kuncirku, rambutku mulai acak-acakan tak beraturan kalau sudah malam begini. Jadi aku agak nggak pede saat ini. Abyan yang wangi dan rapi, meski dandanannya memang kasual.

"Kamu mau langsung pulang?"

Pertanyaannya membuat aku menoleh ke arah Abyan. "Iya, Pak... eh Bang."

Akhirnya aku meralat panggilanku sendiri. Kikuk juga sih sebenarnya.

"Gimana kalau nonton bioskop dulu?"

Mataku melebar mendengar tawarannya itu. Ini pacaran anak sekolahan apa gimana? Kok pakai nonton bioskop segala?

"Kamu nggak usah khawatir, saya ajak nonton yang 4DX jadi jangan takut aku mesumin."

Busettt. Bapak satu ini..

Aku menggembungkan pipi dengan kesal mendengar ucapannya itu, sungguh frontal memang. Umur berbeda itu memang beda sih jawabannya.

"Saya juga nggak pernah mesum kali Pak di bioskop."

Jawabanku membuat Abyan hanya melirikku sekilas, tapi dia tetap melajukan mobilnya yang pasti sesuai dengan keinginannya. Ok aku turuti.

*****

"Minum..."

Aku memejamkan mata sejenak. Duh aku ini udik banget. Barusan si Abyan ngajakku nonton fim dragon ball di 4DX, tahu kan yang kursinya goyang-goyang sendiri kalau ada adegan ekstrim. Tapi karena ini film laga, makanya setiap menit pasti ada adegan baku hantam dan kursi yang aku duduki pasti bergoyang terus. Membuat aku mual dan pusing. Aku malu-maluin memang.

Akhirnya aku menerima air mineral darinya. Kami sudah duduk di cafe di salah satu mal ini. Saat ini aku sangat malu. 

"Kenapa tadi nggak bilang kalau nggak bisa nonton di 4Dx?"

"Aku bisa kok, kemarin itu nonton Spiderman juga di situ, tapi kok ini berkelahi terus. Lagian Abang juga udah tua nontonnya kayak gitu."

Eh ups, aku bilang apa barusan?
Dia malah kini tersenyum tipis, sangat berwibawa dan kalem. Aku jadi merasa bersalah.

"Saya sudah suka dari dulu film itu. Kalau ada Angga pasti dia yang saya ajak nonton, tapi dia sedang sibuk. Ya sudah."

Owhhh jadi aku cuma dijadikan teman aja? Duhhh kok sedih ya?

Makanan yang kami pesan akhirnya datang. Aku hanya memesan salad sayur dan satu gelas jus strawberry. Sedangkan Abyan memesan nasi goreng dan air putih mineral. Dia sepertinya hanya meminum air putih saja, owh tapi kemarin di kantor dia minum kopi meski belum sempat di minumnya karena sudah tumpah terlebih dahulu ke bajuku.

"Jadi, Pak Angga itu anak tiri Abang?"

Aku menyuapkan selada ke dalam mulutku setelah bertanya seperti itu. Abyan menggelengkan kepala.

"Saya nggak pernah menganggap Angga anak tiri, sejak saya menikah dengan Mamanya, saya sudah menganggap dia anak kandung."

Jawabannya membuatku penasaran "Jadi, kapan Abang menikah dengan Mamanya Angga?"

 Abyan kini menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya. Dia tidak menjawab, mungkin dia tidak mau masalah pribadinya aku korek-korek. Saat aku sudah putus asa menunggu jawabannya dia akhirnya bersuara.

"Nanti. Kamu pasti tahu ceritanya. Tapi bukan sekarang Biru. Saat ini saya ingin menarik perhatian kamu, saya ingin kamu menyukai saya apa adanya. Hanya saya, dan tanpa embel-embel saya seorang duda. Karena saya juga tidak bisa mengubah status saya. Kemarin saya memang sudah akan menyerah saat kamu bilang belum menerima saya. Tapi nyatanya saya tidak bisa, karena saya sudah jatuh cinta kepada kamu."

BERSAMBUNG

 GINI YA SEBUAH CERITA ITU KADANG JANGAN DI TELAAH SECARA EKSPLISIT DULU. JANGAN DITELAN MENTAH-MENTAH SETIAP UCAPANNYA. AUTHOR DI SINI MAU MENYUGUHKAN PLOT TWIST. KALAU SEMUA DIGAMBLANGKAN DI BAB BAB AWAL SEPERTI SAAT INI SAMA SAJA TIDAK ADA KEJUTAN. JADI MEMANG INFORMASI YANG PENTING BELUM DI BUKA SEMUA. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA YA. MISAL ADA TEKA TEKI DI DALAM HATI SETELAH MEMBACANYA, DI SIMPAN DULU TOH INI BUKAN CERPEN,YANG HARUS SELESAI SETIAP HABIS BACA. INI SEBUAH NOVEL YANG MASIH PANJANG BABNYA... OK OK. 

JODOH RASA DURENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang