BAB 08 SISI LAIN

34.7K 4.4K 151
                                    

Aku masih tidak nyaman sebenarnya, harus memakai gaun yang dipinjamkan Byan malam ini. Akhirnya dia mengantarkanku pulang, tapi di tengah jalan dia malah menerima telepon dari temannya. Lalu dia meminta ijin kepadaku untuk mengajakku ke sebuah cafe. Aku sendiri yang memang tidak enak dengannya karena sudah begitu baik kepadaku, akhirnya mengangguk mengiyakan. Dan sekarang di sini aku di buat terkejut lagi. Byan berpamitan sebentar ingin ke toilet saat kami sampai di cafe ini. Awalnya aku tidak curiga, kenapa Byan tak kunjung kembali lagi ke kursi setelah 15 menit berlalu. Aku sedang menikmati pancake strawberry yang di hidangkan saat tiba-tiba suara merdu penyanyi cafe ini membuat aku menatap arah panggung yang ada di sebelah kananku. Yang membuat mataku membelalak adalah sosok Byan yang ada di atas panggung itu, dia tampak luwes duduk di balik drum. Yah dia sedang menabuh drum. Tidak salah kan mataku? Rambutnya tampak ikut berayun sesuai dengan gerakan tubuhnya. Astaga. Apalagi yang dia tunjukkan kepadaku saat ini? Dia benar-benar keren saat ini. Aku masih melongo saat suara musik itu sudah berhenti dan satu persatu personil band itu turun dari panggung. Aku bahkan masih menelan ludah saat menatap Byan yang melangkah ke arahku dengan senyum terkulum di bibirnya.

Dia berkeringat, dan aku ingin sekali menyibakkan rambutnya yang terjuntai ke dahi itu. Basah dan macho. Itulah Abyan.

"Maaf, ya. Membuat kamu menunggu."

Ucapannya membuat aku akhirnya tersadar dari mulutku yang masih melongo ini. Duh aku memang malu-maluin. Byan tersenyum lagi, lalu meneguk begitu saja es jeruk milikku. Dia tampak kehausan.

"Aku sebenarnya sudah pensiun jadi penabuh drum, tapi karena tadi ditelepon suruh gantiin jadi yah terpaksa."

Byan masih terus bermonolog tanpa aku menjawab. Sumpah. Aku juga tidak tahu apa yang harus aku ucapkan. Fakta ini masih mengguncang duniaku.

"Biru... kamu nggak apa-apa?"

Nah pertanyaannya itulah yang membuat aku mengerjapkan mata dan menganggukkan kepala. Aduh, tahu mana tahu? aku pingin nyeplus cabe sama tahunya sekalian. Biar mulutku nggak kaku lagi.

"Maaf kalau kamu marah."

Duh kenapa dia jadi minta maaf?  Akhirnya aku menatap Byan yang kini tampak memanggil pramusaji lagi dan memesan makanan.

"Abang lapar lagi?"

Akhirnya ada kalimat berguna keluar dari mulutku ini. Dia menoleh ke arahku dan menyeringai. Lucu. Kalau bersikap seperti itu dia tidak seperti usianya yang sudah kepala 4. Masih seperti anak muda berusia akhir 20an. 

"Huum, lapar. Kamu mau pesan apalagi?"

Kugelengkan kepala mendengar pertanyaannya. "Masih kenyang, perut juga rasanya begah."

Mendengar jawabanku Byan kini malah menatapku dengan serius.

"Kamu masih sakit perutnya?"

Duh dia kenapa manis banget sih sama aku?

"Udah enggak sih, cuma ya nggak enak gitu. Tahu sendiri ceweklah kalau lagi kayak gini, pinginnya nerkam orang aja."

Jawabanku membuat Byan tersenyum tipis, lalu makanan pesanannya datang, dan dia fokus ke makanannya. aku jadi sungkan untuk bertanya lagi. Hanya mengamatinya makan, sudah membuatku nyaman. Eh.. nyama? Duh kayaknya aku mulai teracuni olehnya.

Dia menatapku saat aku juga menatapnya. DUH. 

Aku langsung mengalihkan tatapanku ke arah penjuru cafe, yang pasti jangan ke dia. Bisa bahaya untuk kesehatan jantungku. Bahkan bisa-bisa aku pingsan lagi di sini. Kan nggak lucu ya?

"Biru, kamu suka sama Angga?"

Mati.

**** 

Aku membenarkan gaun yang aku pakai. Ini sih, nggak bisa nutupin sampai paha. Kalau di buat duduk begini yang ada cuma sebatas lutut, dan aku tidak nyaman. Byan melirikku dari balik kemudinya, dia tahu aku tidak nyaman. Tapi sejak pertanyaan di cafe tadi yang belum aku jawab, karena aku pura-pura mual dan ijin ke toilet untuk muntah. Alhasil dia langsung mengajakku pulang, karena tahunya aku sakit. Dosaku makin banyak kalau barengan dia terus.

"Nggak enak ya?"

Byan akhirnya mengatakan itu, melihat aku duduk dengan gelisah di jok mobilnya.

"Ehmm hehehe..."

Aku hanya tersenyum garing. Habisnya memang aku tidak nyaman mengenakan rok. Baju sehari-hariku ya celana jins belel. Nah enak banget buat lari-larian juga. 

"Maaf ya? Itu karena Maya dulu sukanya memakai gaun seperti itu."

Owh! mantan istrinya pasti.

"Abang ditinggal mendiang istri udah berapa tahun?"

Aku perlu tahu.

Dia kali ini tersenyum dengan tipis, tapi tidak menjawab lagi. Dia kembali fokus ke kemudi. Sia-sia memang mengorek tentang masa lalunya. Akhirnya aku juga memilih untuk diam. Perutku kini terasa benar-benar mual, duh aku kayaknya kena karma. Tadi bohong di cafe, sekarang mual beneran.

"Kamu kenapa?"

Byan sudah menatapku khawatir saat aku menutup mulutku. Byan rupanya paham dan segera menepikan mobilnya.

"Mau muntah?"

Kuanggukan kepala, dan Byan segera membukakan pintu di sampingku. Tanpa kata lagi aku segera keluar dari dalam mobil dan memuntahkan isi perutku. Duh lengkap sudah aku malu hari ini. Aku makin kelihatan kucel pastinya. Ada pijatan di tengkukku saat aku selesai memuntahkan semuanya. Untung ada rumput di tepi jalan. Byan mengulurkan botol air mineral kepadaku. Aku langsung menenggaknya dan kugunakan untuk menyeka mulutku.

"Kita ke rumah sakit aja."

Kugelengkan kepala saat aku menegakkan diri lagi.

"Pulang saja, Bang."

Akhirnya dia menatapku tanpa bicara, tapi kemudian menganggukkan kepala.

"Baik. Pulang."

***** 

Sampai di rumah, aku segera berpamitan untuk membersihkan diri. Rasanya tubuhku benar-benar tidak enak. Mandi dan mengganti semuanya. Sampai akhirnya saat aku keluar dari dalam kamar mandi, sudah memakai piyama kesayanganku bergambar strawberry gede di tengahnya, ketukan di pintu terdengar. Aku mengernyitkan kening saat melangkah ke arah pintu. Membukanya dan terkejut mendapati Abyan berdiri di depan pintu kamarku.

"Loh... masih di sini?"

Setahuku dia memang tadi berbincang dengan Papa. Tapi aku pikir dia segera pulang dan...

"Ehmm, aku nginep di sini. Sama Papa di bolehin karena udah malam. Lagipula aku khawatir sama kamu." 

Mataku membelalak mendengar ucapannya. Maksudnya nginep dan?

"Saya kan perlu bertanggung jawab kalau kamu masih mual muntah seperti tadi."

"Hah?"

Aku melongo mendengar ucapannya. Emangnya aku hamil apa? Aduh dia mulai absurd nih. Tapi aku makin terkejut saat dia mengulurkan tangan untuk mengacak rambutku.

"Kamu kayak anak kecil kalau seperti ini. Saya suka."

Setelah mengatakan hal itu dia pergi begitu saja meninggalkanku yang masih cengo tak karuan. Duh dia ini kenapa sih? Jangan-jangan dia malah yang udah kena racunku?

BERSAMBUNG

 YUHUUUU RAMEIN LAGI YA SI BIRUNYAA

JODOH RASA DURENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang