LEO - sepuluh

27.9K 2K 11
                                    

Hanya malam itu saja Alena tertawa dan terdengar suaranya. Sejak itu, aku dan Alena kembali seperti semula. Alena kembali seperti batu yang tidak mengeluarkan suara sama sekali!

Segala cara aku coba, mulai dari membuat dia nonton film komedi, bahkan sampai cara terkejam dengan memasukkan kecoak ke dalam apartemenku. Aku tahu wanita tidak menyukai kecoak, tapi ternyata Alena biasa saja!

Tidak berteriak dan tidak menjerit.

Akhirnya aku benar-benar pasrah!

Mungkin memang suaranya itu terlalu mahal untuk ku dengar. Dan lagipula, siapa aku? Aku hanya walinya yang menampung dan merawatnya. Dia berterima kasih kepadaku dengan menjaga apartemen dan memasak untukku.

Well, ya sudahlah. Ini namanya hubungan mutualisme kan?

Selama semingguan ini, pikiranku terus kembali dengan kejadian saat aku hampir memukul Nico karena dia bicara hal yang kurang ajar itu. Benarkah aku punya perasaan terhadap Alena?

Jujur saja, aku senang sekali sekarang aku mempunyai rumah yang nyaman dan aman. Aku punya tempat tinggal yang bukan berfungsi sebagai tempat aku tidur, tapi juga untuk pulang dan menikmati suasana nyaman.

Bangun pagi hari karena aroma harum makanan, pamit saat ingin pergi bekerja, terburu-buru ingin segera menyelesaikan pekerjaan di rumah sakit, pulang dan menemui seseorang menunggu di rumah, bercerita kelelahan dalam satu hari... Sampai akhirnya tidur.

Apartemenku seperti hidup!

Aku menemui tempat tinggalku hidup! Ada seseorang yang membuatku berpamitan saat pergi, dan membuatku berteriak pulang saat sampai di rumah. Tempat tinggalku bukan sekedar untuk tidur lagi!

Aku sadar, itu semua karena Alena. Walau dia seperti batu yang diam terus, tapi aku merasa ada yang menunggu, ada yang menjaga, ada yang membuat diriku .... seperti dicintai.

Perhatiannya dalam diam itu yang membuatku nyaman dan kesetiaannya yang selalu ada di rumah dan menemaniku itu yang membuatku merasa dihargai.

Huff...

Entah apa perasaan ini, perasaan yang membuat diriku bersemangat untuk melewati hari demi hari, tapi yang jelas suatu saat nanti pasti aku lebih mudah mengerti. Mungkin saja apa yang dikatakan Nico ada benarnya, tapi aku masih belum yakin. Aku dan Alena bahkan belum sebulan bersama, dan perasaan yang dimaksud Nico itu pasti terlalu cepat untuk kami.

Sekarang ini sebaiknya aku jalani hari demi hari seperti biasa saja. Menikmati dulu apa adanya tanpa mempersoalkan perasaan yang masih mengambang. Biarkan semua berjalan seiring waktu. Pasti akan ada suatu hari dimana semua terungkap...

Hari ini hujan deras. Genangan air sudah ada dimana-mana, dan bahkan tanpa ampun petir terus menerus bersahutan. Kata Nico, Alena itu takut petir, jadi aku langsung sesegera mungkin pulang. Memacu mobilku di jalan yang lumayan lenggang dan tiba di apartemen tidak lama kemudian. Aku terus terburu-buru. Bahkan saat keluar dari lift, aku setengah berlari.

Aku takut Alena berteriak sendirian, atau bahkan ketakutan di apartemen. Apalagi jika ada petir menyambar, jendela di apartemenku bisa bergetar hebat!

Tapi betapa kagetnya aku saat melihat Alena di lorong apartemen depan flatku bersama dengan.... tetanggaku?

Tidak perlu waktu lama untuk mencerna apa yang terjadi. Posisi lelaki itu yang menghimpit Alena di tembok, dan mencium Alena kasar. Menahan kedua tangan Alena di atas kepala dan memaksa nafsunya. Aku sering melakukannya dulu bersama dengan wanita-wanita murahan. Bahkan dengan lebih kasar.

Tapi tidak dengan Alena! Dia lebih dari istimewa buat dijadikan seperti pelacur seperti itu!

DAMN!

Aku langsung menarik lelaki brengsek itu dan memukulnya. Apa lelaki brengsek ini tidak melihat wajah pucat pasi dan tidak berdayanya Alena hah?! Entah berapa banyak pukulan sampai akhirnya lelaki itu tersungkur di lantai!

"Kalo gue liat lu masih di sini, lu bakal gue lempar keluar dari jendela itu!" ancamku sambil menunjuk jendela di depan mataku. Aku tidak sedang bercanda dan tidak yakin diriku tidak akan melemparnya sekarang jika si brengsek itu tidak pergi sesegera mungkin!

Tapi pikiranku masih jalan, dan melihat Alena yang sudah terduduk di lantai dengan pakaian yang berantakan, membuatku mengurungkan niat untuk melempar lelaki brengsek itu keluar dari jendela!

Aku langsung menghampiri Alena yang sudah setengah telanjang. Oh God, andai saja waktunya tidak seperti sekarang, aku akan menerkamnya! Kulitnya benar-benar putih dan tanpa cacat! Lekuk tubuhnya begitu sempurna dan payudaranya... ENOUGH!

Waraslah sebentar, Leo!

Aku segera menggendong Alena yang terisak dalam diam. Nafasnya tersengal-sengal dan tubuhnya bergetar hebat. Aku langsung membawanya masuk ke dalam flat. Baru saja aku mendudukkan di sofa dan berniat untuk mengambilkan minum, Alena langsung menarikku dan memelukku erat. Tubuhnya terus gemetar tanpa jeda dan air matanya tidak berhenti.

Sumpah, aku akan membunuh orang brengsek itu kalau bertemu lagi!

"Len... sudah... jangan menangis lagi. Oh ayolah, aku tidak pandai untuk menghentikan tangisan cewek manapun!" pintaku sungguh-sungguh.

Aku sendiri sebenarnya tidak pandai menggombal. Wanita-wanita mendatangiku dengan sukarela bahkan sebelum aku meminta. Mereka melemparkan dirinya kepadaku dan memintaku untuk menghancurkan mereka. Aku tidak tahu caranya merayu bahkan membuat wanita berhenti mengalirkan air mata!

Dan Alena sama sekali tidak berhenti menangis dalam diam.

Oh God, aku lebih menginginkan Alena menangis sambil menjerit. Berteriak dan histeris! Memukulku dan melimpahkan semua kesakitannya sekarang dalam suara yang memekakan telingaku! Kalau seperti ini sama seperti membunuhku dalam diam!

Diam malah lebih menyakitkan! Melihat air mata demi air mata itu sungguh membuatku teriris perlahan! It's hurt!

Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak tahu harus bicara apa ataupun berbuat apa. Aku tidak tahu harus apa! Aku pun pasrah hanya bisa mengelus punggung dan rambutnya. Mengeluarkan kata-kata menenangkan yang bisa terpikirkan, dan apapun yang aku tahu pasti gagal total.

Aku benar-benar menyesal sekarang karena tidak pernah belajar untuk memperlakukan wanita dengan baik. Dan lebih buruknya, selama ini yang bisa aku lakukan adalah membuat para wanita menjerit di ranjang!

Oh astaga, sampah sekali hidupku ini!

I Love Her 1 : LeonardoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang