Nama di Atas Kertas

1.1K 210 23
                                    

"Manusia tanpa sidik jari." Zea bergumam sendirian di depan laptopnya. "Dermatopathia Pigmentosa Reticularis. Ck! Mengapa ini menyulitkan?"

Jemari tangan Zea menari di atas keyboard laptop, mengetik kata-kata baru yang baru saja dia dengar semalam. Dia harus mencari tahu lebih banyak, lalu mengaitkan dengan kasus yang ada. Apakah di negara ini benar tidak ada yang memiliki kelainan ini? Apakah ada tapi ditutupi? 

Namun, tidak ada satu pun yang tercatat di sana.

Zea memejamkan mata mengaitkan jemari dengan khusuk untuk merenung. Kemudian, tidak lama kemudian senyum di bibirnya mengembang. Matanya terbuka dengan bersemangat. Disambarnya ponsel yang tergeletak di sisi laptop, mencari sebuah nama dan melakukan panggilan.

"Hai! Apa kabar?" sapanya saat telepon diangkat di ujung sana. "Aku membutuhkan bantuanmu."

***

Hari sudah gelap saat Zea menginjakkan kakinya di sebuah gedung tua yang sepertinya tidak berpenghuni. Berdiri di latar gedung yang hanya diterangi lampu-lampu tamannya yang kekuningan, juga lampu berwarna sama tepat di atas kepalanya. Kalau saja detektif itu datang pada saat matahari masih bersinar, maka akan terlihat cat tembok putih yang warnanya sudah menjadi kusam juga berlumut. Tetapi, karena sudah gelap Zea hanya bisa melihat sekitar dengan terbatas.

Dulu, pada saat dia belum sepenuhnya diberikan kepercayaan untuk menangani sebuah kasus, dia pernah diperbantukan untuk membantu seorang detektif memecahkan sebuah kasus di bidang medis. Kira-kira lima tahun yang lalu.Tentang malpraktek yang membuat lima orang mati di meja operasi, hanya untuk diambil jantungnya. Lima tahun lalu, kasus itu adalah kasus besar yang mendapat sorotan luar biasa.

Salah seorang yang menjadi tersangka adalah seorang dokter nyentrik yang memiliki banyak link, hampir ke semua lembaga yang berkaitan dengan medis. Meski bisa membuktikan bahwa andilnya dalam kasus itu hanya sebagai seorang informan mengenai latar belakang medis para korban, tetap saja si dokter dicabut izin prakteknya, dan menjalani hukuman beberapa tahun. Dia bebas lebih cepat karena berkelakuan baik. Sebelum akhirnya bebas lebih cepat karena berkelakuan baik. Meski Zea yakin, ada pundi-pundi yang bertukar dompet sehingga dokter itu bisa bebas dengan mudah.

Sekarang ini, dokter itulah yang akan ditemuinya. 

Zea tahu, bahwa dokter ini memiliki banyak catatan medis yang sulit dan bahkan disembunyikan. Atau setidaknya, dia memiliki akses ke berbagai pihak yang memiliki data-data terkait penyakit-penyakit, wabah, maupun kelainan-kelainan yang berkaitan dalam dunia medis. Tadi, di telepon, Zea telah menyampaikan maksudnya, dan dokter itu meminta Zea menemuinya di gedung tua ini.

Detektif itu terlihat mulai tidak sabaran. Ditatapnya ponsel yang sejak tadi berada dalam genggaman, menggeser layar untuk mencari nama si dokter. Namun, belum juga menemukan nama tersebut, seseorang keburu menyapanya.

"Ini langka ...."

Zea segera mengangkat kepala. Seorang dengan jaket hitam ber-hoodie terlihat sudah berdiri di sebelahnya. Wajah itu tidak terlihat jelas karena tertutup penutup kepala, tapi Zea langsung mengenali siapa yang berada di sebelahnya.

"Ck! Kenapa lama sekali?" Zea berdecak. 

"Aku tidak ingin tertangkap karena menyalahi aturan." Dia berbisik. "Karena pada kenyataannya tidak ada yang tercatat di negara kita, seseorang dengan kelainan genetik langka seperti itu."

Zea mengerutkan kening.

"Tetapi, aku tau satu orang dengan kelainan itu."

Zea menahan napas, tertarik. "Siapa?"

"Salah seorang perempuan yang mati di meja operasi saat itu ...."

Napas Zea terhela. "Siapa?!" Dia mendesak. "Katakan, atau kamu bakal ditangkap karena masih juga memberi informasi mengenai---"

KEEP SILENT (Completed) - TerbitWhere stories live. Discover now