09. Piano Putih

Mulai dari awal
                                    

Sorot mata hijau zamrud nya berkilat sedikit. Sedang dalam benaknya, sosok bernetra ungu menari-nari tanpa ia kehendaki.

***

"Nona, apa anda tidak apa dengan semua gaun itu?"

Nana menatap nonanya ragu, sang empunya nama hanya mengapit dagu diantara kedua jarinya, sedang pandangannya lurus keluar ventilasi.
Namun begitu, telinganya tetap berfokus pada maid didepannya ini. Ia tersenyum kecil.

"Tidak apa, lagipula tukang akal dibalik semua rencana ku hari ini kan kak Yurian, jadi dia berjanji padaku akan mengganti rugi gaun-gaun itu." Annika terkekeh dengan wajah berseri-seri. Sekarang tidak akan ada lagi yang berani mengancam masa depannya dengan menghina si mata merah.

***

Malamnya, Annika menatap pantulan dirinya dicermin, seraya menyentuh permukaan nya yang dingin ia mendengus pelan, menciptakan uap-uap air yang berasal dari kepulan udara yang ia hirup.

Annika, adalah sosok yang rupawan dan elegan. Itulah kesan pertamanya saat membaca [The Vermilion Primrose] namun, citra pertama yang ia lihat itu hancur seketika saat munculnya tokoh utama dalam debutante. Helena, entah sejak kapan annika menjadi haus akan kekuasaan sdan cinta sang pangeran.

Betapa bodohnya Annika yang asli.

"Aku tidak ingin menjadi Annika itu..." Gumam nya pada dirinya sendiri. "Tidak akan pernah..."

"Karena aku bukan Annika..."

Dan hari ini... Ia berlaku seperti Annika? Meski itu adalah ide gila dari kakak Kedua nya, tetap saja, ia membiarkan dirinya berlaku seenak jidatnya sendiri. Mengingat pangkat Marquis Raihanna lebih tinggi dari Viscount Ellya.

"Setidaknya, aku sudah membalas apa yang Ian rasakan..." Ia terkekeh pelan. Lalu menatap kembali cermin didepannya, netra ungu nya nampak seperti kelopak mahkota lavender. Indah.

"Jam berapa sekarang?" Annika menoleh kearah jam yang menunjukan pukul 10 malam, pantas saja matanya mengantuk, ia butuh tidur untuk mengistirahatkan tubuh nya yang lelah.

"Selamat malam, dunia..."

Dan membiarkan dirinya terlelap dalam kepingan masa tidurnya, membebaskan alam bawah sadar mengambil alih dunia mimpinya yang indah. Seindah purnama malam musim dingin ini.

***

Keesokan harinya, seperti biasa, bumi menyambut mentari pagi ditengah dinginnya salju putih yang menutupi lapisan terluarnya. Kegiatan yang sama terjadi lagi, hari ini dan hari esok adalah harapan baru. Selalu ada hal tak terduga lainnya yang akan terjadi tanpa dapat diprediksi.

Dan dibalik suatu jendela ruangan. Yang langsung menghadap taman putih itu. Annika kembali memainkan piano putih itu, atas kehendaknya sendiri. Entah apa yang mendorong nya, yang pasti ia memainkannya dengan senyuman yang terus menerus merekah, bagaikan bunga musim semi yang akan kembali menyapa Indra penglihatan nya beberapa Minggu lagi.

"Hmm..."

Sesekali Annika ikut bersenandung mengiringi nada-nada indah yang mengalun dari piano putih tersebut.
Hal yang jarang ia lakukan, namun yang pasti ia seakan hanyut dalam permainannya sendiri.

The Vermilion Primrose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang