Chapter 7 - Nabila

1.2K 87 1
                                    

Ditulis Oleh : Rianty

~~~~

Aku membolak balik bungkusan tissu berwarna biru pemberian Gus Bilal, kutekuk lutut menyilang duduk di pagar pembatas atap asrama tempat jemuran pakaian mbak-mbak ndalem, gemercik suara air yang Sarah nyalakan saat mengambil wudhu menjadi irama.

Angin sejuk menerpa permukaan wajah, dingin karena sejak pagi tadi kota Malang di guyur hujan deras. Matahari mulai menyingsing ke perpaduan, aku masih betah duduk sendirian di sini.

Dari tempatku duduk dapat kulihat kamar Ning Syafa yang kain gordennya sedang tersingkap, kain gorden berwarna gold jendela kaca yang besar membuatku bisa melihat aktifitas gadis itu sekarang.

Kembali kubuka lembar demi lembar kitab yang menerangkan tentang harta warisan serta keturunan yang berhak mendapatkan setiap harta warisan itu.

Mempelajari ini membuatku teringat akan sosok pria yang beberapa hari lalu sambang di ndalem, apakah beliau pernah memikirkan kami? Atau pernahkah mencari tau keberadaan kami?  Andai saja waktu itu aku punya keberanian.

Aku ingin sekali sekedar menyapa dan mencium takzim tangannya mungkin untuk pertama kali sebagai tanda hormatku kepada beliau. Abah, tanpa sadar kertas tipis itu sudah penuh coretan. Nabila Zafira Abdullah, aku tersenyum membayangkan jika kami bersatu ... itu hanya andai-andai saja tak akan pernah terjadi.

"Nabila turun! Sepertinya bakal hujan lagi."

Aku terkejut mendengar teriakan gadis berhijab abu-abu yang baru keluar dari ruang wudhu, tulisan di tissue melayang entah kemana arah angin akan membawanya, semoga saja tak ada yang menemukannya.

Aku bergegas menyusul Sarah yang sudah di ujung anak tangga. Baru saja beranjak hujan sudah mulai turun dan semakin deras. Angin bertiup kencang membuatku kerepotan memperbaiki posisi hijab yang melayang.

Tanpa sadar buku ringkasan ilmu Faraid terbang dan tak bisa di selamatkan. Gusti pie iki? Buku ringkasan satu-satunya basah.

"Sar, tolong sampean pegang dulu kitabnya," ucapku memberikan Kitab Faraid dan Usul Fiqh ke sahabatku itu. "Duluan ke asrama!" teriakku berjalan menerobos hujan mengambil buku tulis yang dijamin hancur lebur.

Tak kuhiraukan teriakan gadis itu aku tetap berjalan mungut buku bercover anak lelaki kecil berginsul itu.

Sampai di asrama Nisa menyambutku dengan tatapan tajam, mulutnya membentuk huruf o aku yakin sebentar lagi dia akan mengoceh.

"Ya ampuuunn! Nabila, kamu kenapa basah kuyup begini. Abis main hujan-hujan seperti anak kecil?"

Nah kan, baru saja dipikirkan sudah terjadi. Dia seperti mak-mak yang suka mendumel melihat anak kecilnya habis lari-larian di bawah guyuran hujan.

Aku melangkah mengambil handuk lalu bersiap ke kamar mandi. Tak kuhiraukan ocehan panjangnya.

~~~~

"La, kami ke mushola dulu ya. Ada kajian dari Ustadzah Hanni."

Aku mengangguk mengiyakan, pandanganku tetap fokus pada kitab dan buku tipis mencatat yang penting-penting.

"Hati-hati La, jangan ceroboh seperti waktu itu ... sangking takutnya sampean mukul Gus."

Sarah dan Nisa cekikian lalu keluar kamar melihat tatapan tajamku, mau ke mushola saja harus menganggu mengingatkanku pada beberapa waktu lalu.

Saat pertama kali bertemu Gus Bilal tak sengaja, waktu itu remang-remang dan aku takut.

Kulirik sebungkus tissue pemberian Gus di perpus saat itu. Seulas senyum kuukir mengingatnya ... astagfirullahaladzim ingat Nabila dia sudah di jodohkan dengan adikmu. Ning Nadira.

Ning Nabila [SUDAH TERBIT✔]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें