8. Memori

495 54 3
                                    

{Hari sebelumnya}

Remaja berambut kuning itu sangat serius menatap layar hpnya, hingga tak sadar kalau ada orang lain yang ikut melihat isi hpnya.

"Sudah kuduga, alasan Makomo meminta nomormu padaku." Zenitsu menoleh kaget, dia bahkan sampai terjungkal dari kursinya.

"Duh, Sabito! Jangan liatin isi hp orang seenaknya," protesnya sambil bangkit dari posisi jatuhnya.

"Daripada dibilang 'seenaknya', lebih pantas dibilang kalo kau yang memamerkannya." Telunjuk Sabito menunjuk Zenitsu dengan ekspresi datar.

"Dan juga..." Ia menolehkan kepalanya ke arah gadis-gadis yang tengah berkumpul memasang wajah kesal sekaligus cemburu.

"Tampaknya nggak cuma aku yang melihatnya."

Zenitsu gemetar, ia selalu saja merasa takut jika gadis-gadis memasang ekspresi marah padanya, bahkan diberi tatapan seakan ingin membunuh.

"Jadi gimana?"

"Hah? Apanya yang gimana?" Zenitsu menautkan alis kuningnya tidak mengerti.

"Pasti ada alasan kenapa adiknya Tanjirou minta nomormu kan?"

"Aku nggak tau! Aku aja nggak ngerti kenapa kamu bisa punya nomorku," balas Zenitsu ketus.

"Aku punya nomormu karena kita pernah kerja kelompok, bodoh!" Zenitsu menepuk dahinya, bagaimana bisa dia lupa pernah ngasih nomornya sendiri ke Sabito? Untungnya Sabito bukan tipe yang mulutnya kayak ember bocor, nyebar-nyebarin nomor hp, kalo nggak mungkin dia udah ganti nomor lagi karena diteror.

"Masalahnya nih ya, kenapa nggak minta langsung ke kakaknya aja? Kenapa harus repot minta ke Makomo?"

"Dibilang aku nggak tau apapun!"

"Oh! Itu pasti karena ada sesuatu yang nggak mau diketahui sama Tanjirou." Sabito menjentikkan jarinya.

"Sesuatu?"

"Semacam... perasaan khusus."

"Haah?" Zenitsu memiringkan kepalanya bingung.

"Ah sudahlah, sebentar lagi kau juga pasti ngerti." Sabito berlalu meninggalkan bangku Zenitsu karena bel jam pelajaran sudah berbunyi.

***

"Eh? Nezuko-chan sakit?" Zenitsu mendongakkan kepalanya ketika Tanjirou menghampiri bangkunya untuk memberi tahunya, kedua manik emasnya melebar.

Cowok pemakai anting-anting peninggalan ayahnya itu mengangguk. "Sehari setelah di Taman Ueno itu, tiba-tiba dia sakit, entahlah tapi sudah 10 hari ini demamnya tinggi sekali, bahkan sampai mengigau."

"Kamu sudah membawanya ke rumah sakit?" Zenitsu mulai khawatir, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Lagi-lagi Tanjirou menggeleng dan itu membuat Zenitsu marah. "Kenapa? Kenapa kau tidak langsung membawanya ke rumah sakit? Bukannya kau kakaknya?" geramnya mencengkeram kerah seragam Tanjirou.

Tanjirou nggak ngelawan sedikit pun, dia malah melepas cengkeraman itu dan memegang tangan Zenitsu. "Nezuko bilang dia nggak mau ke rumah sakit, walau begitu aku sudah mendatangkan dokter ke rumah dan beliau memberikan beberapa obat sebagai gantinya." Zenitsu terdiam, tatapannya jadi lesu.

"Tadinya Nezuko bilang jangan ngasih tau kamu kalo dia sakit, Zenitsu. Tapi kupikir ini jalan satu-satunya agar dia bisa cepat sembuh."

Ia gelisah, pantas cewek itu akhir-akhir ini nggak ngasih buku hariannya lagi, di sekolah pun nggak keliatan, pas mau nanya ke Tanjirou, anak itu udah pulang duluan tanpa mengikuti jam pelajaran terakhir, bahkan tiap pagi telat datang. Nanya ke Inosuke juga nggak mungkin, kerjaannya aja ngebucin mulu sama Aoi yang notabene senior mereka yang beda setahun. Untungnya pagi ini Tanjirou datang tepat waktu makanya bisa ngasih kabar ke Zenitsu.

𝑌𝑒𝑙𝑙𝑜𝑤 𝐻𝑒𝑎𝑟𝑡 𝑀𝑜𝑛𝑜𝑔𝑎𝑡𝑎𝑟𝑖Where stories live. Discover now