03. si Mata Merah

Mulai dari awal
                                    

"Mari bicara...sebentar..."

Bocah itu berbalik dengan cepat, mengabaikan kata-kata annika, lalu dengan cepat melarikan diri keluar dari toko, annika dengan cepat mengejar nya, dan seketika itu juga, sihir tadi menghilang, mengembalikan semua seperti semula... Hanya saja. Tiada yang menyadari bahwa satu dari mereka menghilang. Nana kalang kabut mencari nona nya yang tiba-tiba hilang.

"Hei!!! Sebentar!!!"

Adegan kejar-kejaran terjadi dipusat kota, dua anak kecil itu menerobos kerumunan dan menciptakan kekacauan kecil, dengan sopan annika meminta maaf sambil terus mengejar si mata merah. Meski tidak enak hati, ia tetap mengejar anak yang tingginya hampir sama dengan nya itu. Anak itu lah yang telah ia cari selama ini.

Namun, dirinya kembali dihadapkan dengan rintangan mengejar langkahnya yang terbilang cepat, berbanding terbalik dengan fisik annika yang baru saja sembuh dari sakitnya.

"KEMARILAH!"

entah sampai kapan aku bisa menahan tubuh annika yang lemah ini, astaga! Aku sudah lelah!

"Tidak bisakah kau berhenti?!"

Anak laki-laki itu tak menggubris ucapannya, ia tetap berlari, hingga keluar dari sisi kota, menuju area kosong dengan beberapa pohon yang mengering, sebagiannya lagi sudah tertutupi oleh putihnya salju.

"Ya ampun, aku lelah...." Annika menghentikan langkah nya, entah sejak kapan kini wajahnya memucat, ia dapat merasakan pandangannya yang berputar. Anak laki-laki itu juga kelelahan. Dan terduduk diatas salju. Annika tersenyum kecil. Semoga setelah ini ia bisa mengajak nya bicara baik-baik.

"Heh, apa kau tidak lelah?" Tanya annika setenang mungkin. Lelaki yang nafas nya tersengal itu menoleh, nampak kepulan putih keluar dari mulutnya. "Bodoh! Kau mengejarku sampai sini?!"

"Tentu saja!" Annika mencoba mendekatinya. Lelaki itu nampak ketakutan. "Kau bangsawan bukan?! Apa yang ingin kau lakukan padaku!"

"Hanya...bicara..."

Aku memerlukan mu....

"Sebentar..." Annika menyodorkan tangannya kearah lelaki bernetra merah itu. Menatapnya dalam.

"Ikutlah denganku..."

"Ya?"

Bibir annika nampak menggigil kedinginan, sejujurnya, ia tidak boleh berada lama-lama diluar saat dingin begini. Namun apa daya, demi masa depan cerah yang ia nantikan, badai samudra pun akan ia lampaui.

"Aku ingin kau ikut denganku, kekediaman Raihanna. Aku telah melihat kemampuan mu tadi ditoko roti... Sepertinya," Annika memasang senyuman kecil. "Aku tertarik denganmu..."

"Apa kau tidak takut terkena kutukan yang akan diberikan oleh mata merah ku ini? Hidup mu akan malang karena nya!"

"Aku tidak peduli!"

Mendengar ucapannya, mata merah lelaki itu membulat sempurna. Tapi sesaat kemudian, tatapan curiga terhadap annika kembali tergambar disorot matanya.

"Apa yang kau inginkan dariku?"

"Aku? Apa yang kuinginkan dari mu?"

Aku ingin kau berada di pihakku dan tidak menjadi malaikat maut ku dimasa depan.

"Niatku murni menolongmu.aku hanya ingin kau mendapat hal yang setimpal dengan bakat alami mu itu, aku akan mensponsori mu atas nama Raihanna. Dan..." Annika menggantung kata-kata nya, menahan rasa sakit dikepalanya saat ini. Sakit yang sama saat dia pertama kali terbangun ditempat ini sebagai seorang Annika. "Aku tidak ingin menyia-nyiakan anak seperti mu, dengan bakat itu. Kau bisa merubah pandangan mereka terhadapmu..."

"Tidak peduli kau bermata merah atau tidak, mereka akan tunduk padamu..."

Keraguan tergambar diraut wajah lelaki bersurai light blonde itu. Ditatapnya telapak tangan annika yang terbalut sarung tangan tebal yang terlihat hangat itu. "Tapi aku..."

"Bukankah tawaranku ini lebih baik daripada hidup sebagai seorang pencuri dan mati kedinginan disini?"

Sorot mata annika mulai buram. Ah, sepertinya ia tidak akan bertahan lama kali ini. Sepertinya, tubuh kecil annika yang ia huni memiliki fisik yang lemah.


Lebih baik kau cepat menerima nya. Atau kita berdua benar-benar akan mati kedinginan disini.

"Kau tidak berbohong padaku bukan? Terkadang bangsawan bermuka dua akan menjual anak seperti kami kepelelangan budak?!"

"Apa?!"

"Kau tidak berniat buruk padaku bukan?"

Annika menghela nafas. "Tidak."

"Kata temanku, kalian kadang bisa menyakiti anak lemah seperti ku."

"Marquis Raihanna bukan bangsawan aristokrat rendahan seperti itu." Ucapan bocah itu benar-benar diluar etiket terhadap bangsawan, tapi annika memaklumi nya, anak ini tidak memiliki darah bangsawan dalam nadinya, itu dijelaskan dalam novel aslinya.

"Apa aku bisa mempercayai mu?"

"Tentu, kau bisa mempercayaiku..."

Tangan lelaki itu terangkat, terlihat ragu untuk menerima uluran tangannya, padahal beberapa hari sebelumnya, ada seorang pria bangsawan yang juga datang seperti ini untuk membawanya kedalam lingkup kehidupan yang baru, namun entah mengapa ia menolak dengan keras pria yang datang membawa putrinya tersebut, akan tetapi dia langsung menerima tawaran gadis kecil didepannya ini dengan mudah.

Apa yang sebenarnya terjadi padanya?

"Aku senang kau menerima tawaranku, pasti sulit untukmu menerimanya. Terimakasih...."

Langkah pertama, menemukan si mata merah, beres.

Annika memasang senyum, ia lalu menarik tangan lelaki itu untuk mengikuti langkah kecilnya, kembali, ketempat baru yang akan menjadi halaman pertama dari kehidupan nya kali ini. Keputusan baru nya saat membuka mata ditempat ini. Menulis kisah baru yang akan menjadi cerita yang mungkin akan berbelok dari kisah aslinya, tak apa, asal jiwa dan raganya masih bisa bernafas, selamat dari tangan malaikat maut yang tiada lain adalah tangan yang saat ini ia genggam, ia akan melakukan nya.

 Menulis kisah baru yang akan menjadi cerita yang mungkin akan berbelok dari kisah aslinya, tak apa, asal jiwa dan raganya masih bisa bernafas, selamat dari tangan malaikat maut yang tiada lain adalah tangan yang saat ini ia genggam, ia akan melak...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tbc

Don't forget to vote, ok?

The Vermilion Primrose [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang