Four: The Silent Question

Start from the beginning
                                    

Orin beringsut mendekat. Tidak tega kalau sampai membangunkan pria itu. Lalu duduk di kursi yang ada di seberangnya. Memuaskan diri mengamatinya dengan leluasa. Bahkan saat sedang tertidur begini pun kamu tetap terlihat menarik, Bee? Untuk pria sepertimu, apa yang kamu lihat pada diriku?

Orin belajar dari pengalaman bahwa untuk bisa memiliki sebuah hubungan yang kuat, harus berjalan dua arah dan memiliki aksi reaksi yang seimbang. Lalu saat aku masih ragu, benarkah kamu orang yang paling tepat untukku, apakah kamu juga memiliki pikiran yang sama, Bee? Dan bagaimana kah kita akan menjalaninya setelah ini?

Mengapa wanita sering tertarik pada pria yang salah? Orin sering sekali mendengar pertanyaan ini. Dulu, hal seperti ini tidak pernah mengusik perasaannya. Tepat seperti kata Luna, dia adalah gadis yang logis dan tahu bagaimana menjaga diri. Tahu posisinya berada di mana, dan bisa memprediksi dengan pendekatan akurat akan peluang yang dia miliki baik dalam karier maupun cinta.

Bukan tanpa sebab kenapa dia terdempar di divisi hydro, divisi yang dipilihnya pada prioritas pertama pada form isian saat melamar pekerjaan. Karena Orin tahu data adalah kekuatan terbaiknya. Saat orang memandangnya sebelah mata, gadis itu justru mengasah keterampilannya di bidang ini untuk menjadi yang terbaik.

Dalam urusan cinta juga dia melakukan hal yang tidak jauh beda. Alasan ini yang mendasari keputusannya tiga tahun yang lalu. Setelah melalui analisis mendalam yang ditinjau dari segala sisi, dia membidik cowok sederhana bernama Puji untuk didekati. Demi Puji, Orin bahkan rela mengajukan diri untuk dikirim ke proyek di pedalaman Sulawesi. Sebuah risiko yang layak ditempuh. Menurut Orin saat itu.

Tetapi Orin lupa bahwa dalam perjalanan hidup, selain perhituangan matematis dengan mempertimbangkan beberapa faktor untuk menentukan sebuah peluang, dan menarik kesimpulan berdasarkan frekuensi kejadian yang ditentukan dengan pendekatan statistik, ada faktor lain yang ikut berperan di dalamnya. Karena Puji bukan benda mati dengan variabel sifat tetap yang bisa dia uji seperti mata dadu enam sisi. Cowok yang menjadi objeknya ini adalah seorang manusia yang memiliki sifat acak yang tidak bisa didefinisikan dengan pasti.

Memang benar akhirnya Puji mengakui bahwa dia tertarik pada Orin. Namun secara tersirat cowok itu juga mengatakan kalau dirinya yang sederhana bukanlah pria yang cocok untuk gadis sepertinya. Saat Puji memilih Sandra, teori Orin pun hancur berantakan.

Lalu Orin mencari sosok pria yang cocok untuknya pada diri Sunu. Gagal. Sekarang dia mencarinya pada diri Berlyn. Akankah dia temukan?

Merasa diawasi, Berlyn membuka mata. "Aku ketiduran rupanya," katanya. Tidak ada tatapan jenaka yang biasa Orin temui. Pria itu terlihat serius sekali untuk ukuran orang yang bangun tidur. "Kenapa, Rin?" tanyanya.

"Apanya?" tanya Orin bego.

"Kamu. Kelihatan diam dan serius banget."

Orin menggeleng. "Nggak juga. Kan kamu tidur, Bee? Masa iya aku ketawa-ketawa dan ngobrol sama orang tidur?"

Berlyn tahu kalau Orin bukan pembohong yang baik. Gadis itu terlihat diam dan menarik diri beberapa hari terakhir ini. Juga agak sulit didekati. Tetapi pria itu sadar bahwa perpisahan selama tiga tahun tidak membuatnya secara otomatis akan menemukan kembali Orin seperti yang dulu dikenalnya dulu, di pedalaman Sulawesi. Orin yang bila sedang marah akan menginjak kakinya kakinya keras-keras hanya agar pria itu tahu kalau dia kesal. Atau yang ketika menangis memilih berlari menuju kamar mandi. Membuat Berlyn harus menunggunya di depan pintu yang terkunci dan membujuknya agar keluar.

"Udah selesai?"

Orin mengangguk sambil memainkan sesuatu di tangannya. Benda dari kain, yang bisa mulur dan biasa digunakan gadis itu untuk mengikat rambutnya. Berlyn berdiri dan berjalan mendekati Orin. Gadis itu terkejut ketika tahu-tahu pria itu mengempaskan diri di sebelahnya.

Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)Where stories live. Discover now