Chapter One - Green Snake Demon

Start from the beginning
                                    

Arthit sedang mengendap – endap di sebuah rumah tua yang tidak berpenghuni, dan tiba – tiba saja ia di serang oleh kilatan cahaya hijau dari arah samping, namun dengan sigap dihindar olehnya. Ia pun meyakini bahwa ia tidak sendiri di tempat itu, seseorang sedang mengintainya dari sebuah sudut atau dinding.

"Tunjukkan dirimu,, jangan bersembunyi, pengecut!" teriak Arthit.

Ia bisa mendengar suara mendesis di dekatnya.

"Aku bisa mencium aromamu, siluman kecil..." ia menyeringai. "Jika kau menunjukkan diri dan menyerah, aku akan mengampunimu..."

Beberapa menit berlalu, namun tidak ada jawaban.

"Baiklah, jika kau ingin terus bersembunyi, aku tidak akan mengusikmu..."

Arthit kemudian membersihkan debu di atas sebuah meja dan duduk di atasnya, lalu memejamkan matanya dan mencoba untuk fokus.

Tidak lama tiba – tiba saja ia merasakan aliran udara melesat ke arahnya dari arah belakang diikuti oleh sosok seseorang yang mencoba menyerangnya dengan pisau. Arthit langsung melompat ke atas sebelum ujung pisau mengenainya, lalu salto ke belakang sosok misterius tersebut dan membalas serangannya.

Si penyerang seraya membalikkan badan dan bertarung dengan Arthit, ia melancarkan serangan demi serangan dengan pisaunya untuk melumpuh Arthit yang berusaha menghindar dengan tangan kosong.

Benda – benda di sekitar mereka pun berterbangan ke segala arah dan hancur, tampak kilatan cahaya hijau yang menerangi ruangan di tambah suara tebasan pisau yang bergema di seluruh ruangan. Ia berhasil menebas putus beberapa helai rambut Arthit dan menyeringai dengan sombong.

Setelah beberapa saat Arthit kehilangan kesabaran, ia akhirnya mengeluarkan sebuah pedang dan melancarkan serangan penuh, dalam beberapa jurus, akhirnya ia berhasil memukul jatuh si penyerang, dan mengarahkan ujung pedang ke lehernya.

"Siapa kau?" tanya Arthit pada pria manis di depannya.

"Ini adalah tempatku, harusnya aku yang bertanya siapa kau?!" balasnya emosi. "Dasar penyusup!"

"Tempat ini milikmu?" tanya Arthit dengan ekspresi tercengang sambil melihat sekelilingnya. "Tetapi tempat ini tidak seperti tempat tinggal manusia, kau yakin?"

"Well, aku bukan manusia..."

"Aku tau, tetapi saat ini kau menggunakan wujud manusia...apakah tidak sebaiknya kau merapikan tempat ini agar tidak tampak seperti sarang siluman?"

"Itu bukan urusanmu, toh tidak ada yang datang kemari sebelum kau..." balasnya. "Aku tidak suka berurusan dengan manusia..."

Ia mengamati Arthit dari bawah ke atas dan bertanya penasaran. "By the way, siapa kau? Kenapa aku tidak mencium bau siluman darimu? Apakah pembasmi siluman?" ia tampak ketakutan, dan kembali menganalisa.

"Bukan, kau tidak menggunakan talisman, aku juga tidak mendengarkan suara mantera, lonceng atau apapun, siapa kau?"

"Menurutmu?" Arthit menyeringai dan menyimpan kembali pedangnya.

Si penyerang segera mengambil ke sempatan itu untuk melarikan diri dengan berubah ke wujud aslinya, yaitu seseokor ular berwarna hijau seperti warna giok, ia merayap di antara kaki Arthit. Namun sialnya tiba – tiba saja ekornya di injak oleh Arthit membuatnya kembali berubah wujud dan kembali menyerang Arthit untuk membebaskan diri.

Namun Arhit dengan sigap mengunci tangannya ke belakang dan menyanderanya.

"Menyerahlah, Nong! Aku tidak akan meyakitimu karena ternyata kita adalah keluarga..." ujar Arthit di telinganya dan segera melepaskannya dengan mendorongnya ke depan.

"Namaku Arthit..." ia memperkenalkan diri. "Kau?"

Pria yang lebih muda terjerembab di lantai, dan segera menoleh pada Aryhit dengan ekspresi kaget. "K-keluarga?"

Arthit mengangguk sambil tersenyum lebar.

Ia lalu memejamkan matanya dan berkonsentrasi sejenak, lalu berubah wujud menjadi seekor ular putih yang besar, kemudian terbang berputar – putar mengitari seluruh ruangan dan dengan ajaibnya seluruh tempat itu seakan disihir, seluruh perabot, dinding, lantai, langit – langit, lampu, yang kotor dan rusak berubah kembali ke bentuk dan posisi semula. Ruangan yang tadinya tampak seperti rumah hantu kini menjadi bersih, rapi dan terang - benderang seperti rumah baru.

Pria yang lebih muda menyaksikannya dengan takjub dan tidak percaya, ia seakan terhipnotis dengan mata dan mulut terbuka lebar.

Setelah selesai, Arthit kembali ke wujud manusia, duduk di atas sofa dan menyalakan TV.

"B-bagaimana kau melakukan itu?!" tanyanya terbata – bata dengan tidak percaya.

"Itu mudah, jika kau sudah bertapa kurang lebih seribu tahun..."

"Apa?!" serunya kaget. "K-kau sudah hidup selama seribu tahun?!"

"Mm.." Arthit berhenti sejenak dan bertanya. "Kau pernah dengan bencana air bah di gunung Emas 500 tahun yang lalu?"

Ia berpikir sejenak sebelum menjawab. "Yang menyebabkan pagoda Petir roboh?" tanyanya ragu – ragu pada Arthit. "Ya...a-aku baru lahir setelah itu..."

"Aku lahir 1500 tahun sebelum itu..."

"Apa?!" ia mencoba menghitung dan mendapatkan jawaban di kepalanya dan tercengang seketika. "Wow, kau seharusnya sudah menjadi dewa...."

Ekspresi Arthit berubah seketika saat mendengar hal itu, ia lalu tersenyum pahit sebelum membalas. "Aku sudah lupa seperti apa kehidupan di kahyangan, namun aku pernah menjadi dewa jauh sebelum itu, dan kuberitahu padamu...itu sangat membosankan..."

Ia meraih sebuah gelas kosong di meja, meggoyangkannya sejenak dan dengan ajaib gelas tersebut langsung berisi wine. Arthit meneguknya habis dan tenggelam dalam pikirannya.

Pria yang lebih muda terenyak seketika, lalu melompat dan duduk di samping Arthit. "K-karena itu kau lebih memilih menjadi siluman?" ia terlihat bingung dan berpikir apa enaknya jadi siluman, selain dikejar – kejar oleh pembasmi siluman, ia juga tidak bisa hidup normal seperti manusia.

Arthit tersenyum dan membalas. "Jika bisa memilih, aku ingin terlahir menjadi manusia...."

"Kenapa?"

"Karena...kau bebas melakukan apapun yang kau inginkan..."

"Tetapi, manusia sangat lemah dan hidupnya sangat singkat..." pria yang lebih muda menjelaskan. "Selain itu, banyak manusia yang menderita dan tidak bahagia..."

"Namun manusia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh siluman mau dewa..."

"Apa itu?"

"Perasaan..."

"Aw, kenapa kau bilang begitu...aku memiliki perasaan, meskipun aku adalah siluman..."

"By the way, siapa namamu?" Arthit menyela dan segera mengganti topik.

"Aw, aku lupa memperkenalkan diri...hehe..." ia terkekeh. "Namaku Tine, senang bertemu denganmu...er..." ia berhenti sejenak. "P'Arthit..."

"Kau sudah lama tinggal disini?"

"Mm...ya bisa di bilang begitu..." sahut Tine. "Kenapa?"

"Apakah...kau pernah bertemu orang ini?" Arthit lalu menggeluarkan sebuah gulungan kuno dan melemparkannya ke udara, ujung gulungan tersebut meluncur jatuh dan menunjukkan sebuah lukisan seorang pria dalam busana kuno sedang membaca buku.

Tine memandang lukisan dengan ekspresi datar dan melongo, karena lukisan itu tidak tampak seperti lukisan orang asli, mana mungkin ia tau siapa orang di lukisan tersebut.

Arthit lalu menarik tangan Tine untuk menyentuh permukaan lukisan, Tine seakan dibawa menyusuri lubang waktu, tiba – tiba saja sebuah film pendek seakan di putar di dalam kepalanya. Ia melihat seorang pria tampan yang mengenakan pakaian kuno sedang duduk membaca buku di kamar, dan seorang wanita duduk di sisi yang lain sedang melukisnya.

Sejenak kemudian, tiba –tiba saja Arthit menyimpan lukisannya dan mematikan lampu, tidak lama mereka mendengar suara langkah kaki orang di luar, ia pun segera mengajak Tine untuk bersembunyi.

to be continue.....

IND - The Reason of Reborn - ENDWhere stories live. Discover now