My Scary Habit

1 1 0
                                    

"Halo, kau di sana?"

"Ji Hoon, berhentilah menghubungi ke nomor ini. Kau tahu bukan kalau semuanya telah berakhir?"

"Oh maaf, aku tak akan mengulanginya lagi."

Klik. Bunyi telepon terputus.

Ji Hoon mengempaskan tubuhnya ke sofa yang empuk. Seandainya keempukan sofa itu bisa menghisap tubuhnya, maka ia tak akan melawan. Yang ia inginkan saat ini adalah menghilang untuk sementara dari muka bumi. Apa gunanya hidup saat ini jika kau terus terjebak di masa lalu?

Hari ini minggu kedua di Februari, bulan penuh cinta katanya. Tapi Lee Ji Hoon harus memutuskan tali asmaranya tepat di awal bulan ini. Kekasihnya memilih pergi meninggalkanya dan tak mau melihatnya lagi. Padahal Ji Hoon pasti bisa berubah menjadi kekasih yang baik, jika saja ia bisa selalu bersikap manis, jika saja ia selalu menemani kekasihnya jalan-jalan, jika saja ia selalu menelepon untuk sekadar mengucapkan selamat tidur, jika saja ia berhenti memikirkan perasaanya sendiri selama ini.

Dan memang benar, jika saja semua itu ia lakukan, mungkin ia tak akan kesepian siang ini. Mungkin ia masih bisa bangun lebih pagi berkat alarm cerewet sang kekasih. Mungkin ia masih bisa makan dengan tenang karena timun yang dibencinya rela dihabiskan kekasihnya. Mungkin ia akan memiliki lebih banyak foto kenangan masa pacaran dengan wajahnya yang tak pernah tersenyum pada kamera. Mungkin akan banyak hal tak romantis lainnya yang akan terjadi. Namun nyatanya itu akan menjadi kebiasaan yang tak akan bisa terulang lagi dalam hidupnya. Tapi apa mau dikata, ia rindu semua itu.

"Kang Mi Na, apa kabar kau di sana? Aku harap kau mengalami waktu yang lebih sulit daripada aku. Apa kau pernah memikirkanku? Kau tahu, hari-hariku terasa berat karena tidak ada kau. Aku berusaha tertawa sebisaku, tapi sepertinya kau membawa pergi kebahagianku bersamamu. Kau seharusnya kembali padaku, jangan pergi sesuka hatimu. Apa salahku sehingga kau melakukan semua itu? Jangan bilang semua ini terjadi agar kau bisa menghukumku, ya. Kalau kau mau aku berubah, harusnya katakan dari awal. Jangan diam-diam menghilang seperti itu. Kau benar-benar gadis jahat."

Send.

Email itu telah terkirim ke mantan kekasihnya. Ia kini merebahkan kepala di kursi berputarnya sembari memejamkan mata. Seolah merasa lebih tenang karena berhasil mengungkapkan apa yang ia pendam. Tiba-tiba ponselnya berdering. Kang Mi Na memanggil. Ji Hoon mengangkatnya namun ia tak menempelkan di telinga melainkan ditekannya tombol speaker. Setelah itu ia kembali ke posisi awalnya.

"Halo, Ji Hoon-ah, kau di sana?"

Ji Hoon hanya berdeham, "Kenapa? Bicaralah."

"Apa kau tahu dirimu sudah keterlaluan?" Nada suaranya meninggi.

"Maksudmu apa? Aku tak mengerti." Ji Hoon masih menjawabnya dengan santai.

"Tadi aku menerima emailmu, dan setelah aku membacanya hatiku merasa sakit."

"Kenapa kau harus merasa seperti itu? Itu kenyataan kalau gadis bernama Kang Mi Na adalah gadis terjahat yang pernah kutemui."

"Ji Hoon kau benar-benar tak punya hati! Berhenti bicara seperti itu!"Teriak gadis di seberang.

"Kenapa aku tidak boleh mengatakannya? Dan apa kau bilang? Aku tak punya hati? Kalau aku tidak punya mana mungkin aku pernah mencintai seseorang sampai seperti ini?!" Nada Ji Hoon yang awalnya rendah kini meninggi dan terbalut emosi.

Sesaat tak ada yang berani mengucapkan sepatah kata pun.

"Kang Mi Na.....aku mencintai......dia." Sambung Ji Hoon penuh isak.

"Ji Hoon? Kau baik-baik saja?" Suara di seberang mulai melunak.

"Aku tak tahu harus bagaimana untuk menghilangkan perasaan ini. Tolong aku....tolong aku, Kak Mi Rin." Kini Ji Hoon benar-benar menumpahkan air matanya.

"Sudahlah, Ji Hoon. Sudah dua minggu sejak kepergian adikku, kau harus ikhlas menerimanya. Pihak kepolisian juga sudah menyelesaikan kasus tabrak larinya, jadi tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Jangan selalu memikirkannya, jangan pernah meneleponnya dan jangan mengirim pesan ke emailnya. Itu semua tak berguna, karena kau tak akan pernah mendapatkan jawaban yang kau mau." Mi Rin juga mulai terisak di tengah ucapannya.

"Mulai besok aku akan menonaktifkan semua akun dan nomor teleponnya. Jangan ulangi kebiasaan lamamu bersamanya, Lee Ji Hoon. Kau pantas bahagia dengan cara yang lebih baik. Kau harus berubah dari sekarang. Dan Mi Na juga pernah bilang padaku, sedingin apapun dirimu, tapi kau tetaplah pemilik senyum terhangat yang pernah ia lihat. Jadi tetaplah tersenyum. Jaga dirimu baik-baik. Sampai jumpa, Ji Hoon-ah."

Mi Rin mengakhiri pembicaraan mereka. Sekaligus akhir juga dari kisah cinta Ji Hoon dan Mi Na. Kini pemuda itu sedang tenggelam dalam kesedihannya sambil bergumam, "Katanya aku harus berubah untuk sesuatu yang lebih baik, tapi apakah memikirkan dirimu adalah suatu hal yang buruk?"

Walau Ji Hoon benci perubahan, tapi ia juga tak bisa hidup dalam kebiasaan yang justru membunuhnya.

FINISH

Author's note:

Kebayang ga sih punya pacar imut tapi tsundere macam Woozi? Mungkin kayak pacaran sama es batu kali ya wkwk. Setelah aku baca arti lagu "Habit", kayak ngerasa nyesek banget, kenapa setiap hubungan yang berakhir tak pernah benar-benar menyisakan akhir yang sesungguhnya? Selalu ada kenangan yang mengikutinya. Seandainya kebiasan itu gak pernah hadir di hidup kita mungkin semua akhir akan terasa baik-baik saja.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 05, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Rose Quartz & SerenityWhere stories live. Discover now