3. Rencana

9 1 0
                                    

Enjoy this chapter!

"Lo nggak papa? Ada yang luka?" Setelah ikatan tangannya terbuka, El dengan segera melepas lakban dimulut cewek itu.

Ia menelisik ke badan cewek itu. Kemudian ia menghela nafas sambil menggeleng-gelengkan kepala. Parah, tadi ia berlari sekuat tenaga. Sekarang kakinyalah yang bermasalah.

El baru saja menginjakkan kakinya didepan rumah kontrakannya. Huh!

"Kenapa lo nyelametin gue?!" El menoleh, menatap tidak percaya pada cewek disebelahnya.

"Karena lo dijadiin barang taruhan, coba kalau gue nggak nyelametin lo. Pasti lo---"

"Gue seneng, kok. Kenapa lo yang repot?!"

Ck!

Bukannya terimakasih, cewek disebelahnya malah membentaknya. El tersenyum miris, dengan susah payah ia melakukan penyelamatan itu, dan sekarang ini yang harus ia dapat?

Gila!

"Gini ya, Mbak---"

"Gue Cantika," Potongnya cepat. Wajah cantik Cantika masih diselimuti emosi.

"Oke, Cantika, gue ngelakuin itu karena gue kasihan lo dijadiin taruhan. Gue ngerti posisi lo, lo pasti sangat-sangat nggak ingin jadi---"

Lagi, ucapan El dipotong oleh Cantika. Ia harus benar-benar bersabar untuk kali ini. Entah dimana salahnya namun kentara sekali bahwa Cantika tidak menyukainya.

"Lo nggak tahu apapun," Ucapnya sinis. Dengan mata berkaca-kaca, Cantika meluruhkan badannya. Sedetik kemudian, terdengar isakan---yang memilukan.

El mengernyit heran. Kenapa menangis? Apa ia salah menyelamatkan Cantika? Lalu dimana salahnya?

"Lo nggak akan ngerti," kali ini tidak ada nada sinis dari ucapan Cantika. Yang ada hanyalah lirihan kesakitan yang berhasil El dengar.

Mau tak mau, El ikut jongkok untuk menyamakan tingginya dengan Cantika. Meskipun ia sempat kesal karena dianggap salah, namun melihat sesamanya menangis membuat hatinya ikut merasa sakit. Seolah, El lah yang menjadi Cantika.

Tanpa sadar tangannya telah merangkul bahu Cantika untuk mengelus-elusnya, mencoba memahami apa yang Cantika rasakan.

Isakan itu masih terdengar hingga beberapa menit.
"Cantika, sebenarnya ada apa? Lo boleh kok cerita kalau itu bikin lo lega,"

Cantika menghentikan tangisnya. Ia menatap cewek yang telah menjadi penolong sementaranya ini. Ya, Cantika menyadari seharusnya ia berterimakasih sedikit padanya. Tapi..

Cantika menggeleng pelan.

El menghembuskan nafasnya lelah. Tak terhitung berapa kali ia telah melakukan itu.

"Yaudah lo masuk dulu yuk, abang gue nggak ada dirumah, kok. Jadi lo bisa nginep disini,"

"Nggak usah, gue pulang aja."

"Udah malam. Please.." melihat El yang mengeluarkan puppy eyesnya.

Mau tak mau membuat Cantika menganggukan kepalanya.

Mereka berdua masuk ke dalam rumah berukuran minimalis itu. Cantika melihat-lihat isi ruangan dalam rumah El.

Ruang tamu dengan sofa dari kayu itu terlihat klasik. Ditambah beberapa figura yang menampilkan keluarga bahagia menyambangi penglihatannya.

Sampai akhirnya kakinya memasuki kamar minimalis dengan ranjang yang lumayan besar. Cukup untuk dua orang.

Kamar El begitu sederhana. Tak ada sesuatu yang wow, namun tetap terlihat keren. Ditambah cat dinding berwarna pink menambah kesan girly.

G & E : This is Love StoryDonde viven las historias. Descúbrelo ahora