90. Pengadilan Sengit

148 16 0
                                    

Istana waktu itu terbuka untuk umum. Beranda istana penuh dengan warga yang berdatangan ingin melihat sidang. Jalan menuju pintu masuk jadi macet. Sebab warga yang tak kebagian tempat di dalam istana harus rela mengular hingga ke pintu masuk.

Hari itu, Henri Kruger serta rombongan baru saja pulang dari negeri yang amat jauh, Negeri Holz. Mereka tidak diizinkan untuk istirahat. Begitu sampai, tangan mereka langsung diikat dan tubuh mereka dipaksa berjalan menuju ruang utama istana yaitu aula kerajaan.

Di aula yang harusnya menjadi tempat yang sangat luas berubah padat merayap. Henri dan rombongan jadi susah berjalan. Mereka dituntun menuju kursi pesakitan yang letaknya paling depan. Menghadap sang hakim, membelakangi warga yang menyaksikan.

Di sebelah kiri belakang kursi pesakitan adalah tempat duduk untuk keluarga pelaku. Sementara di sebelah kanan belakang kursi pesakitan menjadi tempat duduk keluarga korban.

Henri duduk dengan tenang. Tak terlihat sedikitpun raut kegentaran dengan hukum yang akan diterima. Walau, di belakang keadaan sudah berubah menjadi meriah berkat kedatangan Henri dan rombongan.

Teriakan warga yang sok berani mulai terdengar lantang.

Umumnya adalah kata penggal atau mati untuk Henri dan rombongan. Mereka yang berteriak adalah para warga yang berani namun diam ketika Henri menengok ke belakang.

Henri bukan bermaksud menakuti mereka dengan tatapan yang tenang walau warga sudah takut ditatap olehnya. Ia mencari keluarganya yang pasti akan ada di tempat ini. Benar saja, sang istri Liliana serta dua anak dan satu pengawal terlihat baru sampai dan duduk di kursi tengah.

Sementara pihak korban juga telah kedatangan keluarga inti yaitu Esno Jegar dan rombongan.

Henri menyempatkan diri untuk berkedip kepada dua anaknya yang hanya dibalas oleh salah satu anaknya saja, Leon.

Andre kecil terlihat cemberut. Ia duduk ditengah di samping Rizal yang sudah terasa seperti ayahnya sendiri selama seminggu ini. Henri memberi senyum simpul kepada Rizal yang dibalas acungan jempol oleh Rizal.

"Kenapa Paman memuji Ayah?"

"Apa maksud Nak Andre?"

"Ayah kan pembunuh kenapa Paman malah memberikan jempol ke ayah. Apa Paman juga senang kalau ayah jadi pembunuh?"

"Tidak-tidak, bukan begitu maksudnya Nak Andre. Paman hanya senang dan memberikan jempol paman karena ayahmu sudah sampai disini dengan selamat dan dia berani menghadapi kesalahannya di pengadilan. Suatu saat nanti Nak Andre harus begitu ya."

"Begitukah?" Andre yang polos jadi ikut bangga kepada sang ayah. Untuk sementara.

Lalu kemudian, beberapa orang berpakaian kumuh tampak masuk ke dalam aula. Terdengar suara bisik-bisik dari para warga yang tidak enak didengar.

Mereka adalah bukti pembelaan Wakil Jenderal Henri. Mereka adalah penyihir.

***

Kerajaan Oliver mempunyai cara tersendiri dalam mengadili seseorang. Para kelas bawah, rakyat jelata atau pekerja biasa yang bermasalah atau berbuat kriminal biasanya akan diadili oleh prajurit biasa saja yang memang ditugaskan menjadi pengadil. Umumnya mereka berasal dari G-1 dan tempat pengadilannya juga dilakukan di markas G-1.

Naik ke atas pengadilan khusus untuk penjahat kelas berat biasanya akan diadili lewat voting tiga jenderal besar. Umumnya penjahat kelas berat ini sudah pasti bersalah. Kasusnya tidak abu-abu. Jelas letaknya dimana dan biasanya hakim selalu dipimpin oleh Jenderal Pusat Stampfer. Dua Jenderal lain sebagai pajangan saja.

Lalu untuk tingkat tertinggi dimana kasusnya abu-abu, yang berkasus juga antara dua orang penting di kerajaan dan memiliki pengaruh besar. Hakim untuk kasus ini biasanya dipimpin oleh sang Raja sendiri, khusus di aula istana.

ANDRE FOSKAS [TAMAT]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora