"Hey, kalian sedang membicarakanku, ya? Apakah ini tentang bagaimana aku bertemu dengan Sally pertama kali?" Alaia dan Sally hampir memberhentikan kesibukan mereka sesaat Daniel datang, tanpa memberikan pemberitahuan terlebih dahulu.

Baik Sally maupun Alaia hanya melemparkan pandangan satu sama lain. Menahan bibir mereka untuk tidak tertawa. Daniel menghampiri Sally, yang kini sudah berada di meja pembayaran. Meletakkan siku-siku lengannya di atas meja, sembari memandang Alaia dan Sally bergantian.

"Aku hanya tidak mengerti mengapa-" mata Alaia ingin tetap memperhatikan Daniel, namun tidak sampai seorang pria telah berdiri di ambang pintu. Memberikan keheningan dari Alaia, Sally maupun Daniel. Bersamaan mereka memandang pria yang perlahan membuka gagang pintu. Alis tebalnya menyerka, bibir merahnya mengembang keseluruh penjuru ruangan.

Mata redup dan wajah melankolis pria itu berhasil membuat Alaia bersorak dalam hati. Dengan masih membawa buku agendanya, Alaia bergerak untuk menghampiri pria itu. Sally dan Daniel saling melemparkan pandangan. Sally meninggikan pundaknya, ia tidak tahu siapa pria yang sedang berada di hadapan Alaia itu, bahkan sekarang Alaia tampak bahagia melihatnya.

Oh, tunggu-apakah itu kekasihnya? Atau suaminya? Seingat Sally, Alaia tidak pernah menceritakan tentang suaminya, atau bahkan keluarga secara pribadinya. Hanya Alexa lah yang ia ketahui, juga Judy dan Matthew yang sepertinya juga bagian dari keluarganya. Namun, pria itu-adalah sosok yang baru ia ketahui.

"William!" seru Alaia memeluk pria itu sangat erat, melingkarkan tangannya ke leher pria itu. Tangan pria itu telah melingkar di seluruh tubuh Alaia. Ia mengelus punggung Alaia. terdengar tawa juga memecah di bibirnya, ketika pria itu melepas pelukannya di hadapan Alaia.

Alaia tidak menyangka dengan pria itu benar-benar berada di hadapannya. William Dean-kembali tanpa memberitahu-memang sebuah kejutan. Alaia benar-benar bahagia melihat kehadirannya.

Ya, William adalah seseorang yang Alaia tunggu sejak ia datang di rumah. Kakaknya itu tidak akan pernah mendapatkan kesempatan penuh untuk bertemu dengan dirinya. William adalah sosok yang sibuk. Setengah hidupnya ia dedikasikan dengan lautan. Tidak heran jika kulit William akan tampak lebih pekat daripada kulit Alaia yang cenderung kuning langsat.

"Hey, adik kecilku!" sapa William, tidak peduli kalau kedua kawan Alaia yang di belakang punggungnya itu akan mendengar. Bagi William, sampai kapan pun Alaia akan menjadi adik kecilnya, yang selalu membuatnya ingin mengigit pipi Alaia. Kegemasan di masa kecil rupanya tidak akan pernah di lupakan oleh William.

"Apakah kau akan tetap diam saja, tanpa memperkenalkan diriku dengan kedua temanmu di belakang?" William mengekerutkan keningnya, memiringkan kepala untuk memberikan senyumannya kepada satu wanita dan satu pria yang sangat terlihat bertanya-tanya siapakah dirinya.

Alaia mengerjap. Membalikkan badannya dengan cepat.

Senyum riangnya ia berikan pada Daniel dan Sally. "Teman-teman, perkenalkan ini William, dia adalah kakakku, William perkenalkan ini Daniel, dan-ini Sally," Alaia menunjukan satu persatu diri Daniel dan Sally.

Tangan keduanya mulai terangkat, untuk memberikan lambaian untuk William. Pria itu membalas seadanya, sikap wibawanya tidak dapat di pungkiri lagi. William begitu tenang, dan selalu memberikan senyuman damai.

"Apakah kau sedang sibuk? Aku datang di waktu yang salah, ya?" William memperhatikan ruangan yang penuh dengan kardus-kardus berserakan. Banyak daun-daun yang berceceran di lantai. Juga pot-pot yang hampir terdapat di pojok ruangan. William mematung, namun matanya yang tetap bergerak. Lalu berhenti ketika ia mendapati wajah Alaia kembali.

"Well-"

"Kami tidak sedang sibuk. Jika kau ingin mengajak Alaia untuk berbincang, silakan saja. Kami bisa menyelesaikannya,"

When I'm Gone (Completed) | Love SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang