Bagian 16

209 15 0
                                    

"Terjawab Sudah Pertanyaannya"

Judy memandang keseluruh siswa yang sedang bersiap untuk mengikuti kelas baletnya. Ada 40 orang yang mendaftar. Bahkan bisa lebih jika dia akan membukanya sebagai kelas tetap setiap hari. Maka, pekerjaannya tidak akan sia-sia. Kesempatannya untuk tinggal di sini akan lebih lama. Judy tidak ingin menyerah begitu saja. Wanita itu, tidak dapat menyembunyikan perasaan bahagia sekarang.

"Miss Judy," seorang anak kecil terdengar tengah memanggil namanya ketika wanita muda itu bersiap untuk menali sepatunya. Matanya memperhatikan kesekitarnya. Gadis kecil itu menghampirinya. Daisy rupanya-ia menyodorkan tali rambut kepada Judy, lantas memintanya untuk membetulkan ikatan rambutnya.

Dengan senang hati wanita itu melakukannya. Judy memangkunya, sembari perlahan memutar-mutar tali itu mengelilingi rambut gadis pirang itu ketika sudah membentuk bulatan kecil. Selesai mengikat, Judy membalikkan tubuh Daisy, ia mengembangkan senyumannya sesampai Daisy sudah di hadapannya.

"Nah, ini dia!" Judy mengelus ujung rambut Daisy sembari merapatkan sisa-sisa rambut yang masih tampak mencuat. Daisy tersenyum. "Terima kasih, Miss Judy." Daisy melingkarkan tangannya ke tubuh Judy untuk memberikan pelukan. Mereka beranjak bersama untuk bergabung dengan yang lain.

Judy tidak sendiri. Dia di temani oleh Alanis. Ya, Alanis bukan orang baru baginya. Dia juga guru balet yang dulu mengajar di New York. Alanis dan Judy pernah bertemu di universitas yang sama ketika mereka sama-sama menempuhnya di Los Angeles.

Dan entah bagaimana, Alanis berujung terhenti di Orlando. Judy bersyukur karena ia masih mendapatkan teman yang sangat ia kenal. Dengan begitu, mereka bisa menjalankan kelas balet ini dengan baik.

"Hey, Judy." sapa Alanis ketika Judy memasuki aula tengah. Alanis hampir tidak mengenali Judy ketika ia sudah memakai pakaian baletnya. Walaupun poster Judy tidak terlalu tinggi, namun bisa terlihat kalau gadis itu adalah penari sejati.

Kaki mungilnya sangat menonjol, lekukan tubuhnya tampak sempurna di balik baju ketat berwarna hitam, dengan rok yang menjulur sampai atas lututnya.

Judy mengembangkan senyumannya seraya "Selamat datang di tim!" tambah Alanis sembari membungkukkan badan dengan kaki kanan yang bersembunyi di balik kaki kirinya, wajahnya menunduk beberapa detik, sampai akhirnya ia tersenyum kembali di hadapan Judy.

Segera Judy membalasnya dengan perlakuan yang sama. Mereka akan selalu melakukan hal itu sebelum mereka mulai menari. Tawa terpecah di kedua bibir wanita cantik itu. Perlahan, Alanis memeluk Judy. Suara tawa kecil Alanis masih menggelitik di telinga Judy.

"Aku tidak percaya-"

"Aku juga," jawab Judy antusias.

"Kau terlihat lebih kurus dari terakhir aku bertemu denganmu," celetuk Judy memperhatikan tubuh Alanis sembari mereka memposisikan diri mereka dihadapan para siswa. Alanis mendengus, hanya bisa memberikan senyuman untuk Judy. Kedua wanita muda itu tidak lagi berbincang. Wajah Judy telah tertampang di hadapan semua siswa.

Ia memperhatikan seluruh siswa. Sembari menamati wajah-wajah familiar. Hampir setengah dari mereka adalah murid kelas satu. Wajah bahagianya nampak begitu kentara. Alexa, Violet, Dana, Calista, Daisy, Sandra, Carol, Katlyn, dan Hannah-itulah yang dia dapatkan.

Tunggu-dia tidak melihat Meagan? Alex tidak mengizinkannya? Atau memang James yang tidak mau menanggung resiko untuk putrinya itu? Ya, Judy memang tidak akan memaksa gadis kecil itu. Meskipun Judy tahu, gadis kecil itu mempunyai bakat yang luar biasa.

"Judy, kau baik-baik saja?" ucapan Alanis berhasil membuyarkan lamunan Judy. Lalu ia menoleh kearah Alanis. "Ya, aku baik-baik saja. Aku hanya memeriksa beberapa anak dari kelas satu. Lumayan, 9 orang. Meskipun aku kira aku bisa menjadikannya 10 orang," jawab Judy sedikit kecewa.

When I'm Gone (Completed) | Love SeriesWhere stories live. Discover now