Slytherin

4.5K 663 7
                                    

Disclaimer: I do NOT own Harry Potter nor its universe, only ownership is Remianda and other additional characters!

Happy reading guyssss

○●○●○●○●○●○●○●                ●○●○●○●○●○●○●○

     Profesor McGonagall -wanita yang membacakan nama mereka- mengetukkan sendoknya pada gelas bening, “Perhatian.” Wajah keriputnya memberikan senyuman yang hangat.

      Dumbledore berdiri dari kursinya, “Mulai makan.” Ucapnya dan keempat meja panjang itu di hidangkan secara ajaib dengan berbagai makanan yang enak.

     Harry dan Remianda memiliki ekspresi yang sama di wajah mereka, kagum dan terpukau akan sihir.

     Remianda mencuri tatapan pada Harry yang terlihat begitu senang memakan makanannya dan tidak memperhatikannya.

     Ia menghela nafas, dan segera menatap ke meja para Professor. Kedua mata hazelnya segera dipertemukan dengan mata hitam tajam yang memandanginya sedari tadi.

     Ia berkedip dan melanjutkan kembali acara makannya.

     “Hey, Evans.”

     Remianda menoleh disampingnya, mendapati Theodore Nott tengah mengiris-ngiris daging sapi panggang di piringnya.

     “Ini hanya aku atau Profesor Snape sedari tadi memandangimu terus menerus? Aku sampai tak fokus makan jadinya.”

     “Profesor Snape? “ ulangnya namun dengan cepat langsung menyadari profesor berbaju hitam itu adalah Profesor Snape yang dimaksud oleh Theodore Nott. Ia mengindikkan bahunya, “Aku juga tak tau.”

     Theodore mengangguk dan mengunyah daging sapi yang sudah ia iris-iris. “Kurasa kau harus berhati-hati dengannya. Meskipun dia adalah kepala rumah Slytherin, ia juga bisa menjadi sangat menakutkan. Ia mengajar ramuan, selama kau tidak melakukan sesuatu yang bodoh di lab nanti, ia tak akan mengganggumu.”

     “Aku akan mengingatnya.” Kata Remianda dan kembali memakan apel miliknya.

.

     “Katakan sekali lagi, kenapa kita menunggu di ruangan utama seperti ini?” tanya Remianda pelan pada Theo ketika dengan canggungnya melihat seluruh anak-anak Slytherin berkumpul di ruang utama Slytherin.

     Theo mendekatinya, “Biasanya para kepala rumah akan memberikan beberapa kalimat sebelum mereka mengijinkan kita tidur. Sekarang kita hanya menunggu Profesor Snape untuk datang.”

     Remianda mengangguk mengerti. Tak berselang lama, pintu ruang utama Slytherin terbuka dengan cepat, menampilkan sosok tinggi dengan pakaian serba hitam disana, berjalan mendekati mereka.

     “Kalian semua adalah Slytherin.” Katanya tanpa basa-basi lagi dan memandangi mereka dengan tatapannya. “Rumahmu adalah kekuasaan dan kebanggaan. Dari kelicikan dan kelangsungan hidup. Persatuan dan kekuatan.”

     Ia berhenti mondar-mandir tepat di tengah-tengah mereka, menyapu semua ular-ular kecilnya dengan tatapannya.

     “Kalian adalah keluarga. Orang-orang yang akan membantu satu sama lain jika berada dalam masalah. Orang-orang yang tidak akan melupakan kesetiaan dan terus menjaga satu sama lain. Orang-orang yang akan membantu kalian mendapat kemashyuran yang kalian tuju.”

     Remianda berkedip beberapa kali. Mencoba untuk mengartikan kata demi kata yang Profesor Snape katakan.

      Dan untuk sekali lagi, kedua mata hazelnya bertemu dengan bola mata hitam milik Profesor itu.

     Dengan cepat, Profesor Snape memalingkan wajahnya, menghadap ke tempat lain. “Informasi dan urusan lainnya akan di informasikan oleh para Prefects.” Katanya dan segera pergi meninggalkan mereka begitu saja.

     “Itu aneh. Dari yang aku dengar, Malam pertama anak tahun pertama di Slytherin akan menjadi malam terpanjang dan malam dimana Profesor akan sangat banyak bicara.” Gumam Theo yang juga terlihat bingung seperti anak-anak tahun kedua dan ke atasnya.

     Mereka terlihat terkejut akan sikap tiba-tiba kepala rumah mereka.

.

     Remianda berkedip beberapa kali melihat betapa luasnya kamar asrama mereka. Disana mereka memiliki 3 tempat tidur dengan tiang-tiang kayu yang indah.

     Ia melihat dua perempuan dengan gaun tidur masing-masing tengah mempersiapkan seragam yang akan mereka pakai untuk pelajaran besok.

     Dengan tiba-tiba, salah satu anak perempuan dengan rambut putih, yang memilih tempat tidur yang paling kanan menyadari kehadirannya dan berjalan ke arahnya dengan senyuman.

     Gadis itu mengulurkan tangannya di depan Remianda dengan ramah. "Halo, Namaku Daphne. Daphne Greengrass."

     Remianda membalas uluran tangannya dengan sedikit kaku. "Aku Remianda. Remianda Evans. Senang bertemu denganmu."

     Daphne tersenyum manis dan membawa Remianda kepada tempat tidur kosong yang berada di tengah-tengah ruangan.

     "Ini tempatmu. Kami telah menyisakannya untukmu."Kata Daphne, "Oh ya, ini Nadien Siavenzi. Panggil saja Nadien." Tambahnya dengan memperkenalkan gadis berambut hitam lurus dengan bandana sebagai penghias di kepalanya yang terlihat pendiam dan kaku.

     Remianda mengangguk, ia tersenyum pada sosok Nadien. "Senang bertemu denganmu, Nadien." Ucapnya dengan ramah sebelum menatap kedua teman kamarnya, "Aku harap kita bisa akur satu sama lain."

.

     Remianda menghembuskan nafasnya ketika ia sudah berhasil menaruh Daphne dan Nadien yang tertidur pulas di tempat tidur mereka masing-masing.

      Ia tersenyum senang melihat kedua teman barunya yang sudah tertidur pulas di ranjang mereka. Ia benar-benar menyukai perasaan dimana ia dapat berbincang-bincang dengan orang-orang baru yang seumuran dengannya dan Harry.

     Meskipun ia sedikit kebingungan akan cara berpikir dan berbicara kedua temannya, apalagi Daphne yang terus saja membicarakan tentang silsilah keluarga pureblood miliknya dan bagaimana mereka mengajarkan sihir kepada dia dan adiknya, Astoria.

     Remianda bisa melihat sedikit rasa keengganan Daphne akan dirinya kala ia menceritakan bahwa ia hidup di dunia muggles. Sementara ia mendapati Nadien yang sejak tadi hanya diam, memandanginya dengan sedikit binaran di matanya kala ia menyebutkan dunia muggles.

     Namun, selebih dari itu semua, ia bisa merasakan kalau perlahan-lahan ia dapat akur dengan dua orang yang menjadi teman sekamarnya ini meskipun ada beberapa kesenjangan di antara mereka.

     Ia menggelengkan kepalanya pelan seraya memasukkan dirinya sendiri ke dalam selimut hijau Slytherinnya yang hangat.

     Remianda menatap kedua temannya dan memikirkan Harry sebelum akhirnya mengambil posisi yang enak dan menutup kedua matanya yang semakin memberat.

     "Selamat tidur, semuanya."

Remianda Liliev Potter 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang