Puas memperhatikan, akhirnya seseorang yang sedari tadi hanya menonton pun keluar dari persembunyiannya dan melangkah pelan menghampiri Samuel dan Naomi. Di tangannya juga sudah tersedia kerambit runcing.
Perlahan Samuel menghentikan aktivitasnya lalu menoleh, menatap pria bertopeng yang semakin hampir dengannya. "Siapa kau?" tanyanya.
"Hai!" sapa pria itu kemudian ikut berjongkok tepat di samping Samuel. "Mengapa berhenti? Ayo habisi dia." Ia memberikan kerambit di tangannya kepada Samuel.
"Siapa kau sebenarnya?" tanyanya. Samuel kesulitan mengenali wajah pria itu karena tertutup masker.
"Aku? Siapa aku tidak penting. Sekarang aku ingin kau mengahabisinya. Hanya itu," ujarnya. Namun, Samuel enggan menerima kerambit itu. "Kau membuatku kecewa." Ia berpindah ke sisi kiri Naomi. "Bagaimana dengamu? Apa kau tidak ingin membunuhnya? Jika kau memintaku maka aku akan menghabisinya."
"Hei! Jaga ucapanmu! Apa kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa?!" geram Samuel. Namun, tidak mendapat respon. "Siapa kau sebenarnya?" ia kemudian bangkit, mengeluarkan ponsel dari dalam saku untuk menghubungi pengawalnya.
Di waktu yang bersamaan mulut Naomi bergerak, seolah ingin menyampaikan sesuatu. Perlahan pria itu mendekatkan telinganya.
"A-aku ingin k-kau membunuhnya."
Pria itu tersenyum puas begitu mendapat lampu hijau dari Naomi. Ia bergerak cepat menusuk leher Samuel dari belakang dengan kerambit kemudian sedikit menariknya agar terbuka lebar.
"K-kau." Samuel memegangi lehernya saat darah mencurah keluar. Detik berikutnya ia pun tersungkur tepat di sebelah Naomi.
Lagi-lagi pria itu tersenyum. "Bagaimana? Apa ini cukup? Atau perlu kumutilasi, hmm?" tanyanya. "Tapi sepertinya memang harus dimutilasi." Ia menyeringai di balik topengnya.
Kaget dan takut, itulah yang dirasakan Naomi saat ini. Namun, di bibirnya terukir senyum, seiring dengan matanya yang tertutup.
"Sepertinya aku akan terlambat hari ini. Ck! Menyebalkan."
Perlahan pria itu menyeret Samuel, membawanya masuk ke dalan toilet. Di sana ia memutilasi Samuel dengan kerambit, ia memasukkan potongan-potongan kecil dari tubuh menyedihkan itu ke kloset lalu menghidupkan keran.
"Sayang jika tidak menyisakan sepotong untuk kenangan," ujarnya sembari mengutip potongan jari manis Samuel. "Setidaknya koleksiku bertambah satu." Sementara kepala Samuel ia masukkan ke dalam ransel, untuk di pajang dalam ruangan khusus.
Setelah selesai dengan aktivitasnya, pria itu pun mencuci tangan dan mukanya yang sempat berlumur darah. Tak lupa juga ia membersihkan darah di lantai. Sementara percikan pada jeketnya ia biarkan.
Tak hanya mengoleksi potongan-potongan kecil saja, ia juga menyimpan setiap jeket yang ia gunakan saat memutilasi mangsanya.
Dua jam sebelum penemuan jasad Zeigas ....
Perlahan Naomi membuka mata, ia menatap ke setiap penjuru ruangan tempatnya saat ini. Ada banyak lukisan di dinding. Lukisan itu indah jika dipandang sekilas, tapi jika menatapnya lekat akan membuat bulu kuduk meremang. Ia mengerjap beberapa kali sebelum bangkit dari ranjang. Sama seperti di dinding, ruangan itu juga dipenuhi dengan lukisan-lukisan aneh.
Naomi mendekati lukisan di sudut kiri dinding. Lukisan itu menggambarkan seorang pria yang sedang memutilasi dengan keji, ia menatapnya lekat dengan kening yang tertaut. "L-lukisan ini ...." Ucapannya tertahan saat otaknya refleks mengingat kejadian malam itu.
"Yup! Itu lukisan kemarin malam. Indah, 'kan?" Pria itu mendekati Naomi dan lantas menyodorkan segelas teh.
Naomi memutar bola mata, coba mengamati sekali lagi lukisan di ruangan tersebut. Semakin lama dipandang semakin mencekam pula rasanya, ruangan itu seolah tempat penyimpanan mayat. Hampir enam puluh lukisan dengan gambar yang mengerikan.
Gelas yang pria itu sodorkan belum juga tersambut oleh Naomi. Wanita itu masih memperhatikan lukisan di depannya. Sampai tatapannya terhenti di papan lukis yang belum terjamah kuas. Napasnya mulai tak teratur, rasa takut perlahan mengitarinya.
"Tenang. Itu bukan untukmu," ujarnya. "Nah!" Pria itu kembali menawarkan teh kepada Naomi.
Dengan tangan yang gemetar Naomi mengambil gelas tersebut. "A-apa ini pekerjanmu?" tanyanya sedikit terbata.
Pria itu menggeleng sembari menyeruput teh di gelasnya. "Tidak. Ini bukan pekerjaan, tapi hobi," jawabnya.
Prang!
Tak terasa gelas di tangan Naomi terlepas dan jatuh ke lantai. "A-aku ingin pulang. Sepertinya sudah terlalu lama aku meninggalkan rumah," ujarnya kemudian melangkah cepat, ingin keluar dari ruangan tersebut.
"Kau hanya bisa pergi setelah menyelesaikan tugasmu." Pria itu menoleh ke arah Naomi sembari menunjukkan seringainya.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung....
.
.
.
.
.
.
.
.
Hadeh Gaes😌 Bab6nya segini aja yah. Otak kurang encer akibat kurang asupan gore. Tapi tenang sambungannya masih ada. Tapi di bab selanjutnya yah😂
Okay! Seperti biasa tinggalkan komentar terkece kalian, jangan lupa untuk memberi Vote jika menyukai cerita ini😊
Sampai bertemu di bab selanjutnya🤗
VOCÊ ESTÁ LENDO
The Investigation: Playing With Blood (Random)
Mistério / SuspenseBercerita tentang unit detektif yang berusaha memecahkan teka-teki dari pria misterius sekaligus menangkap pembunuh berantai yang sangat terobsesi dengan tim Investigasi. Sebenarnya kasus itu sudah sejak lama ditutup, tapi kini dibuka setelah si pem...
Lima
Começar do início
