Chapter 1|| Pertemuan Pertama

653 56 6
                                    

Happy reading guys😘

Bagi sebagian orang, mungkin sekolah adalah salah satu hal paling membosankan. Seharian berada di dalam gedung dengan segala macam aturan di dalamnya, juga dengan berbagai macam mata pelajaran yang sukses membuat kepala pening tak karuan. Beberapa anak bahkan memilih untuk membolos, loncat gerbang lalu nongkrong di warung atau mall daripada harus repot-repot mengikuti kegiatan belajar mengajar. Ya, contoh murid yang lebih mengutamakan kesenangan dibanding masa depan.

Untungnya, tidak semua murid  seperti itu. Salah satunya adalah Giarana Albella. Baginya, sekolah adalah sebuah berkah dari Tuhan yang tidak boleh dia sia-siakan. Kehidupan sederhana yang dia jalani hanya bersama sang Ibu yang sakit-sakitan membuat Rana sangat menghargai setiap rezeki yang dia dapatkan. Rana tidak pernah benci sekolah, Rana tidak pernah benci pelajaran, bahkan Rana tidak pernah benci hidupnya yang serba kekurangan. Menurutnya, mengeluh tidak akan membuat dia dan ibunya hidup senang, justru sebaiknya, mereka akan merasa makin kekurangan.

Rana akan memanfaatkan setiap waktu yang dia punya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Seperti saat ini, jika sebagian siswa di kelasnya memanfaatkan jam kosong sebagai ajang hura-hura, Rana memilih untuk tetap belajar. Membaca beberapa materi yang belum dia pahami, atau mengerjakan latihan soal pada buku-buku paket yang dipinjamkan perpustakaan sekolah untuk setiap siswa SMA HUSADA.

Tetapi masalahnya, suasana kelas benar-benar kacau. Teriakan di mana-mana, nyanyian terdengar dari beberapa anak laki-laki di pojok kelas diiringi dengan suara petikan gitar, juga suara-suara gerombolan para perempuan yang sedang bergosip melingkar di sebuah meja. Suasana yang membuat Rana tak bisa belajar dengan baik. Dia sudah menegur beberapa kali agar teman-temannya bisa lebih tenang, tapi yang dia dapat justru cacian.

Maka setelah mencoba menegur untuk ketiga kalinya dan respon yang mereka berikan tetap sama, Rana memilih untuk membawa buku serta alat tulisnya keluar kelas. Mengalah.

Dia berjalan santai di koridor kelas 11 yang tampak lengang. Memilih untuk menuju taman belakang, sebuah tempat tenang yang cocok untuknya belajar.

"Ini pesanan lo. Simpen baik-baik!Kalo sampe ketauan, gue gak tanggung jawab dan lo gak boleh seret gue."

"Santai, Den. Kaya baru tau gue aja, lo."

Mungkin, Rana lupa bahwa mendengarkan pembicaraan orang lain bukanlah hal yang bermanfaat. Bukannya langsung menundukan diri di kursi taman lalu mulai belajar, Rana justru berhenti di dekat gudang, mencondongkan dirinya agar bisa mendengar percakapan itu lebih jelas.

Suara dua orang yang sedang berbincang di balik tembok gudang dekat taman itu menarik perhatian Rana. Mereka seperti sedang membicarakan sesuatu yang serius. Merasa mencondongkan tubuh saja tidak cukup, Rana mulai mendekati sisi kanan gudang, tempat di mana percakapan itu terjadi. Semakin mendekat, Rana mulai mencium bau asap rokok yang menyengat. Aneh, dari suara yang Rana dengar, sepertinya mereka adalah siswa bukan guru, tetapi kenapa mereka berani sekali merokok di area sekolah? Apa mereka lupa hukuman yang akan mereka dapat kalau ketauan? Bisa-bisa mereka botak dadakan.

Awalnya, Rana hanya berniat mengintip sedikit untuk mengetahui siapa siswa yang dengan berani merokok di area sekolah. Tetapi, saat melihat benda yang dipegang salah seorang dari dua orang tersebut, Rana reflek keluar dari balik tembok, menatap dua laki-laki di depannya dengan pandangan tak percaya.

"Ka ... kalian?!" ucap Rana sambil menunjuk benda di tangan salah satu dari mereka.

Laki-laki dengan topi hitam yang dipakai terbalik itu langsung menghadiahi Rana dengan tatapan tajam, sedangkan laki laki di sebelahnya hanya diam dengan raut yang sama terkejutnya dengan Rana.

"Gimana ini, Den?!"

Laki-laki bertopi yang dipanggil 'Den' itu hanya diam sambil tetap menatap Rana tajam,tatapan yang membuat Rana ketakutan di tempatnya.

"Pergi, Inget pesen gue. Ini orang biar gue yang urus." Siswa dengan rambut sedikit kecoklatan itu segera memasukkan plastik bening berisi bubuk berwarna putih ke dalam saku celananya, kemudian berlari meninggalkan area gudang.

Belum usai keterkejutan pada apa yang dilihatnya, Rana kembali dikejutan dengan sebuah tarikan yang membuat tubuhnya membentur tembok gudang,juga tangan yang tiba-tiba melingkar di lehernya. Rana dicekik.

"Siapa nama lo?"

"Le ... pa ... sin!" Dengan nafas tersengal, Rana mencoba melepaskan tangan yang mencengkram lehernya.

Bukannya terlepas, cekikikan itu justru menguat. "Gue tanya, siapa nama lo?!"

"Ra ... na."

"Gue kasih dua pilihan. Lo tutup mulut, atau mati?"

Mata Rana membola, dia benar-benar takut sekarang. Sungguh, dia menyesal berada di sini dan melihat kejadian ini, lebih baik tadi dia di kelas saja. Meskipun berisik, setidaknya dia aman. Daripada tenang tetapi beresiko kematian.

"Le ... Pas!" Melihat korbannya hampir kehabisan napas, laki-laki itu melepaskan cekikikannya. Rana langsung duduk begitu saja di lantai sambil mencoba untuk mengambil napas sebanyak mungkin.

Laki-laki di depan Rana terlihat menoleh ke sekitar, kemudian ikut berjongkok di depan Rana. Kali ini sambil mencengkram dagu perempuan itu.

"Denger! Sampe lo berani buka mulut, gue gak akan segan untuk bunuh lo detik itu juga." Setelah menghempaskan dagu Rana, laki laki itu pergi begitu saja meninggalkan Rana yang lagi-lagi dibuat terkejut.

'Ibu, Rana takut.'

Tbc

Haiiiiiiii😂
Semoga suka sama ceritanya ya
Jangan lupa vote+komen
See you❤️

Salam
Jhangiani

Tegal, 28 Mei 2020

Drugs in love (Belum Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang