15- Sentences that you regret again

567 76 384
                                    

Penyesalan, kata itu tampaknya akan dirasakan jika seseorang berada di ujung pada sebuah rencana yang tak ia sangka dan kehendaki. Terasa semua pupus, abu-abu, berantakan terporak-porandakan tanpa bilik yang masih kokoh. Semua hancur, sesalnya terus saja menguasai raga. Hanya tertinggal pilu dan lara yang berusaha menyayat, mengoreskannya di setiap dinding hati. Menghasilkan puluhan luka yang tak tahu kapan akan pulih dan lenyap.

Wanita dengan surai tergelung indah, berbalut dress merah hati itu nampak terduduk dengan anggunnya. Mengayunkan gelas kaca berisi cairan ungu kemerahan itu ke udara. Lantas menyesap rasa manis bercampur asam sepat, menahan pengar—mengalirkannya ke tenggorokan. Lantunan musik jazz memenuhi rungunya. Mencoba mengalihkan seluruh atensinya, tetapi tetap saja tidak bisa-tidak akan teralihkan.

Seoyung tersenyum getir, saat mengingat penyesalannya yang tak kunjung berusai. Hingga ia harus meminta Taehyung untuk menbantunya—membuat ia semakin di hadang rasa bersalah. Namun bagaimana lagi, ia telah begitu frustrasi memikirkan bagaimana cara mengagalkan rencana ayahnya. Sebenarnya bukan pilihan yang baik juga menghadirkan Taehyung disitu. Wanita itu tak pernah melupakan bagaimana sosok sang ayah yang begitu membenci Taehyung.

Seoyung tak pernah menyangka, hidupnya seperti sebuah drama dengan dirinya yang menjadi peran utama, namun dipermainkan bukan main. Pria yang akan ia hadapi itu kelewat gila dan terobsesi dengannya. Ia sampai bingung, bagaimana mengatasi ini semua. Terlalu memusingkan, berbelit-belit untuk dibahas dan di akhiri.

Perjodohan.

Agaknya, rangkaian huruf yang di sambungkan dengan beberapa konsonan itu tepat untuk menyimpulkan seluruh isi kepala Seoyung sekarang. Begitu pening dan rancu bukan main. Ia sama sekali tak dapat menolak pun menghindarinya. Ayahnya adalah sebuah ditaktor sesungguhnya. Sangat tegas, tidak pernah bisa menerima apa itu penolakan. Semua harus selaras dan sejalan dengan apa yang di perintahkannya. Tak terkecuali dengan hidupnya, mengaturnya sesuka hati tanpa di berikan kesempatan bibir itu untuk berpendapat—mencecap rasa yang ada dan mengekspresikannya.

Ayahnya bahkan tidak pernah menanyai apakah dirinya menyukai atau tidak apa yang sang ayah berikan. Yang ada hanya kata harus, dan kata tidak seolah merupakan hal yang sangat ia benci.

Iya, Seoyung sadari memang ia gila telah menempuh jalan seperti ini. namun perlu diketahui bahwa rencana kelewat paksa ayahnya terdengar lebih gila dari apapun. Demi harta, kedudukan martabat dan kehormatan, ayahnya rela melakukan apapun. Termasuk mengorbankan putrinya-menjodohkannya dengan orang yang sama sekali tidak dirinya cintai. Menyuruhnya memutus paksa hubungan dengan seseorang yang telah menjadi bagian dari hidupnya.

Yuhn Taehyung, hanya pria itu.
Mendengar nama itu, seakan selalu membuat air matanya tanpa sadar hadir. Perpisahan dengan Taehyung memang menyesakkan hingga ke relung-relung terdalamnya. Perih, sesak, iri dan kecewa. Rasa-rasanya semua telah berpadu, teracak, teraduk dengan sempurna hingga sangat sulit untuk mengatakannya.

Bukan, bukan niat awal Seoyung meninggalkan Taehyung. Bahkan tak pernah terbesit sebelumnya. Taehyung sangat berharga dan ia cintai lebih dari apapun. Menyakitinya, membuat Taehyung membencinya sebenarnya sangat membuat dirinya begitu sakit-nyaris ingin mengakhiri hidup. Tak pernah tega melukainya, seolah ia baru saja menjadi penjahat paling kejam yang membunuh belasan korban. Hati pria itu terlalu tulus dan sarat kasih sayang di setiap inci perhatian.

Ketika ia mencoba untuk berterus terang pada Taehyung perihal rencana ayahnya, ia sama sekali belum siap saat itu. Namun brengseknya, ayahnya terus saja memojokkannya. Seoyung tak memiliki pilihan lain, ia terpaksa meninggalkan Taehyung tanpa alasan yang jelas. Percayalah saat itu ia begitu terkejut bukan main. Semuanya terasa sangat mendadak hingga Seoyung ingin berpikir jernih saja sulit sekali rasanya.

Remembrance ✔️Where stories live. Discover now