9- A real disappointment

661 97 423
                                    

Wanita bersurai coklat panjang itu tampak menyandarkan punggungnya pada tembok abu-abu di perpotongan ruang kantor. Menghela napas kasar, untuk mengais udara kala tubuhnya telah terkantuk-kantuk di hadang lelah. Tenggorokannya seolah tercekat. Meneriakkan nama seseorang yang bahkan membalikkan badannya ataupun sekedar menyeru ucapannya saja tidak mau.

Seoyung hanya dapat berdiri lemas, tak bisa lagi mengimbangi jangkahan Taehyung yang telah keluar terlebih dahulu menghindari dirinya. Raut wajahnya tampak terpampang kilat kebencian dari kedua sorot mata elang itu. Paru-parunya mendadak sesak sekarang, matanya memanas. Kakinya terasa lunglai seolah tak sanggup untuk menopang tubuhnya. Hatinya kembali menyentak getir ketika teringat ucapan Taehyung beberapa saat yang lalu. Sungguh menohok bukan main. Di saat dirinya akan memberikan alasan di balik kepergiannya yang kelewat mendadak, Taehyung seolah-olah telah menutup pintu itu untuknya. Menghapus namanya secepat itu.

"Setidaknya dengarkan penjelasanku dulu sialan, kau memang selalu membuatku seperti ini. Membuatku semakin lemah Tae." monolognya dalam hati, lantas ingin tertawa bagaimana rencananya kini nyaris berantakan semua. Bagaimana dulu ketika Taehyung benar-benar menderita dan seolah-olah memohon pun rela bersimpuh di hadapannya, ia bahkan masih menganggap semua akan baik-baik saja dan terlalu percaya diri bahwa ini akan berhasil.

Wanita itu bangkit, sedikit berpegangan pada dinding tersebut. Memapah dirinya sendiri dengan tangannya. Berjalan lirih, teringat kenangan di setiap bilik kantor ini. Bagaimana dulu Taehyung terkadang menyuruhnya mengantarkan makan siang, ataupun hanya sekedar menemani kala pria itu memiliki kerja lembur. Dan sepulang bekerja pasti Taehyung akan mengajaknya makan di restoran favoritnya. Memesan menu yang sam—ah, sudahlah mengingat semua akan membuatnya semakin dirundung nyeri tak berusai. Air matanya tanpa ia sadari telah menggenang di kedua sudut pipinya.

" Jika aku tak bahagia, maka aku juga tidak akan membiarkan kau bahagia Tae." tukasnya singkat.

--

Sementara Taehyung telah menjalankan kendaraannya menuju kantor Hyerim. Netra dan tangannya seolah singkron, terbukti meskipun kedua mata Taehyung fokus menyetir namun tangan kirinya tetap saja masih memegang benda pipih itu, berharap segera mendapatkan balasan. Tak peduli dengan Seoyung yang memanggil namanya berulang kali, nyatanya kini ia sangat muak hanya dengan melihat wajahnya saja.

Entahlah, ia mungkin perlahan merasakan kesal pada wanita itu. Ingin sekali dirinya menghapus kata tidak bisa menjadi bisa. Terlebih dengan kebencian yang mendadak hadir mana kala Seoyung sedikit mencampuri urusannya dalam diam. Taehyung tak suka jika orang yang bahkan telah ia anggap sebagai orang asing seakan-akan tahu seluk beluk kehidupannya. Bukaan bibirnya seolah sangat ingin mengatakan aku membencimusangat benci. Perlahan memang Taehyung menyadari, ia terlalu bodoh dan mendamba kehadiran wanita itu. Perasaan, ketulusan, kesetiaannya dulu dipermainkan hingga ke awang-awang.

Rasanya melebihi sakit, bahkan terasa kebas dan mati rasa. Dan pada akhirnya rasa yang bercokol dalam dirinya perlahan melebur kala Hyerim datang menyambangi sebagian kecil ruang hatinya. Perhatian kecil, ekspresi wajahnya yang terkadang kelewat datar ataupun ketika menyembunyikan gelitik rona merah yang hadir, kalimatnya yang terkadang terdengar cuek dan sarkastik malah membuatnya unik dan Taehyung merasa tertantang untuk menaklukannya.

"Halo, sayang kau dim—" Pada akhirnya muncul balasan atas panggilannya beberapa menit yang lalu. Di saat Taehyung belum menyelesaikan ucapannya. Terdengar suara yang sedikit asing menyambangi rungunya.

"Maaf, Taehyung-ssi ini Shin Mirae rekan kekasihmu. Hyerim tertidur di ruangannya. Kau bisa kesini untuk menjemputnya." Taehyung mengangguk paham, lantas mengucapkan terimakasih sebelum menutup panggilannya sepihak. Bernapas lega ketika Hyerim dalam keadaan aman sekarang. Entahlah semenjak Taehyung mengetahui sikap kakak Hyerim yang kelewat tak berakhlak, ia sering kali mendadak khawatir.

Remembrance ✔️Where stories live. Discover now