TERINGAT KEMBALI

21 7 5
                                    

Setelah imel menjelaskan apa yang terjadi dan bagaimana dia ikut andil dalam hal ini sebelumnya tapi kemudian menyesali apa yang dia lakukan hampir setengah tahun belakangan ini. Dia menangis tersedu sedu, dia tidak habis pikir bagaimana nasibnya dan dua anak menggemaskan ini jika ia tidak mendengar percakapan itu? Ah dia sangat ketakutan.

Disebelah kiri imel ada Ara yang tidak kalah terisaknya, dia masih dibayangi oleh proses kematian kak Rista dan yang lainnya. Bagaimana kakek kakek itu dengan kejamnya memotong nadi kak Rista hidup hidup, membuat kakak cantik itu bergerak layaknya ayam yang sedang dipotong lehernya. Bisa Ara ingat dengan jelas bagaimana plototan Rista yang mengarah padanya saat jantungnya tak lagi berdetak, dia merasa bersalah tidak bisa menolong mereka.

"Hah hah hah." Ara bangun dengan napas memburu.

"Kenapa kejadian itu terbayang kembali lewat mimpi?," batinnya

Dia masih berusaha menenangkan detak jantungnya.

Dia bersusah payah untuk tidak tenggelam dalam masa lalu kelamnya itu, namun mengapa saat dia mulai mencoba hidup normal kembali, tuhan malah mengingatkannya lagi? Apa dia tidak boleh hidup tenang?

Itulah yang dia pikirkan saat tengah asik melamun.

Dia melirik jam di dinding kamarnya, dia turun dari tempat tidurnya dan berniat melakukan kewajiban 2 rakaatnya. Setelah itu bersiap untuk berangkat kesekolah.

Hari ini adalah hari pertama sekolah kembali setelah libur semester kemarin, dan hari ini Ara sudah menjadi murid kelas 11 di SMA JAYA.

Saat melihat pantulan dirinya dicermin dia jadi mengingat proses saat akan menjadi bagian dari SMA JAYA JAKARTA ini.

Ketika memasuki kelas, Ara melihat beberapa murid yang dulu satu sekolah dengannya. Tapi Ara tipe orang yang susah beradaptasi dan orang yang duduk disebelahnya pun tidak ia kenal, ia berusaha untuk bertanya namun keduluan oleh gadis manis berambut panjang bergelombang itu.

"Hai kenalin gue Salsabilah Barsha, panggil aja Chaca." Katanya sambil mengulurkan tangan tak lupa pula senyum manisnya

"Kiara Nadia prasetya, biasa dipanggil Ara." Katanya sambil membalas uluran tangan Chaca dan mencoba tersenyum ramah

Setelah berkenalan dengan Chaca, mulai saat itu mereka berteman, melalui masa masa orientasi siswa baru bersama. Dan hari ini adalah hari terakhir MOS, dimana dia dan teman-temannya sedang mengisi angket pemilihan jurusan yang dibagikan oleh pembimbing gugusnya.

"Lo mau ambil jurusan apa?," tanya Chaca

"IPS," jawab Ara 

"Kenapa IPS? Kenapa ga IPA aja?," tanyanya penasaran. Padahal kalau diliat-liat Ara anak yang cerdas. Ya, itu yang ada dipikirannya

"Pengen aja," jawabnya lagi

"Btw kalo ambil jurusan IPS Lo mau jadi apa?. Ah maksudnya cita-cita Lo apa," tanya Chaca tak henti

Pertanyaan itu seakan memberikan efek yang besar padanya. Ya, dia tidak mempunyai keinginan yang kuat akan sesuatu. Dia kadang merasa iri kepada mereka yang mempunyai keinginan dan bekerja keras untuk menggapainya, dan akhirnya mendapatkan hal yang diinginkan itu.

Mengapa aku tidak mempunyai keinginan?

Ara sadar. ia harus memikirkan keinginannya setelah ini. Dia harus mempunyai tujuan yang harus diraih

"Setidaknya gue harus punya setitik keinginan sebagai tujuan," batinnya

"Belom kepikiran, lo jurusan apa?," mengalihkan pembicaraan adalah jalan yang aman untuk saat ini.

KIARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang