1. Tujuh Belas Tahun

698 69 9
                                    

Kedua ujung bibir Kahla tertarik keatas membentuk sebuah senyuman manis ketika ia sudah berada di taksi dan menuju ke rumahnya. Walaupun Kahla sedikit heran ketika Papanya tidak mengirimkan mobil jemputan mewahnya beserta satu polisi yang biasanya mengawal agar Kahla tidak terkena macet ketika perjalanan dari Bandara ke rumahnya.

Kahla akhirnya naik taksi. Tapi tidak masalah, sekali-kali ia merasakan naik taksi. Kahla meninggalkan sekolahnya sejenak di Melbourne karena akan mengadakan sweet seventeen birthday party di Jakarta.

Ulangtahun sudah direncanakan. Kahla meminta ulangtahunnya meriah, sedangkan Mamanya ingin ulangtahunnya juga mewah karena akan mengundang teman-teman politisi Papanya dan juga artis-artis ibukota, serta teman-teman Kahla di Jakarta.

Taksi sudah memasuki komplek perumahan mewah di Kawasan Kemang dan Kahla santai saja menatap Kawasan komplek perumahannya. Hingga taksi yang dikendarainya melambat lajunya ketika mendekati rumahnya. Kahla menatap kedepan, mengernyit ketika banyak kerumunan orang di depan rumahnya.

"Berhenti disini aja, Pak." Ujar Kahla.

"Baik, Mbak. Saya bantu turunkan barang-barangnya."

Kahla akhirnya turun dari taksi. Lebih serius lagi menatap kerumunan di depan rumahnya, hingga ia sadar bahwa sekarang terdapat banyak wartawan dari berbagai stasiun televisi. Bahkan ada dua mobil polisi di depan rumahnya.

"Ada apa di rumah?" gumam Kahla heran sambil memakai kacamata hitamnya.

Memberanikan diri melangkah menuju rumah, Kahla lalu menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan. Kemudian mulai melangkah menuju rumahnya dan dadanya mulai berdegup kencang saat berusaha menerobos kerumunan wartawan.

"Permisi, permisi." Ucap Kahla pelan sambil mencari jalan. "Permisi—"

"Kahla Ardinand, kan?!" tanya salah satu wartawan secara spontan begitu melihat Kahla.

Kahla yang kaget hanya bisa terdiam. Hingga teriakan wartawan lain mengagetkannya, "Woy! Kahla Ardinand dateng!"

"Kahla Ardinand!" Wartawan mulai mengerumuninya.

"Apakah kamu tahu soal kasus korupsi saudara Ardinand Dewantara?!"

"Kamu pulang karena tahu kabar Ayah ditangkap, ya?!"

"Bagaimana sekolahnya di Melbourne?!"

Apa ini?! Kuping Kahla serasa berdenging dan kepalanya terasa berputar ketika makin banyak wartawan mengerumuninya. Hingga terdengar teriakan polisi yang menyuruh Wartawan untuk bubar. Dua polisi tersebut mengawal Kahla agar bisa melangkah masuk ke rumah.

Belum selesai kebingungannya, di dalam rumah ia mendengar suara tangisan Mama dan Adiknya di ruang keluarga. Kahla segera berlari menuju ruang keluarga walaupun rumahnya ramai dengan polisi.

"Mama?!" Kahla langsung memeluk Mamanya dan kemudian menatap ke sekitar rumah. "Ini ada apa, Ma? Kenapa ramai sekali? Mama sama Karla kenapa nangis?"

"Kahla," Yura—Mama Kahla mengusap pipi Kahla untuk menghapus air matanya. "Keluarga kita lagi ditimpa musibah. Papa kamu ditangkap oleh KPK karena dugaan kasus korupsi penyuapan dana pembangunan pemerintah."

"Apa? Papa—" tenggorokan Kahla terasa tercekat ketika ingin melanjutkan kata-katanya. Ia menatap Karla, dan makin ingin menangis karena adiknya yang kelas enam sd itu juga terus menangis.

Kesedihan semakin tak terbendung begitu Ardinand Dewantara—Papa Kiara sekaligus seorang politisi dengan jabatan tinggi di Indonesia, keluar dari ruang kerjanya bersama staff pemerintah, anggota penyidik KPK dan tiga orang polisi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dunia Tak Selalu TentangmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang