01. Jevano

5 1 0
                                    

Minggu pagi yang cerah. Laki-laki tampan dengan postur tubuh tegap membuka jendela kamarnya dengan hati-hati dan matanya langsung disapa oleh terangnya sinar matahari yang menyilaukan.

Laki-laki itu membuang muka, menghindari terpaan sinar matahari yang mungkin bisa saja membuat matanya buta jika diteruskan.

Sudah hampir dua hari ini dia tidak menyapa seseorang yang biasanya ia kunjungi setiap hari. Badannya terasa pegal semua sampai harus benar-benar istirahat lama.

Ervano Pradipta Atau panggil saja Vano jika kalian kesusahan membaca namanya. Laki-laki itu adalah anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya, Ervina Pradipta masih berumur 2 tahun. Ia kini berstatus sebagai pelajar di SMA Pertiwi, SMA terbaik di kotanya.

Vano bisa dibilang sebagai laki-laki sempurna yang hampir tidak memiliki kekurangan apapun. Otaknya pintar, tampan, lumayan jago bermain musik, kapten basket, ketua osis, dan anak kesayangan guru. Siapa yang tidak terpincut olehnya? Visualnya yang hampir tidak nyata itu telah meluluhkan ratusan hati wanita dalam hitungan detik. Walaupun begitu, Vano adalah lelaki yang sangat keras, monoton, sangat formal, sarkas, dan sedikit hedon. Sampai saat ini, tidak ada yang bisa menghancurkan dinding pertahanannya untuk tetap sendiri.

"Vano? Kamu belum bangun?"

Laki-laki itu menoleh kala mendengar bias suara yang dapat ia pastikan adalah ibunya. Lalu sedetik kemudian ia berjalan mendekati pintu untuk menyapa wanita terhebatnya itu.

"Selamat pagi." Vano tersenyum, senyum yang jarang sekali Ia perlihatkan kepada dunia.

Seseorang yang tengah menggendong anak kecil itu lantas membalas senyuman anaknya. Setiap melihat wajah putranya─Rena, ibunda Vano─ia selalu terkesima. Bagaimana tidak? Wajah anaknya sangat tidak nyata. Hampir mirip dengan tokoh-tokoh komik yang dibuat oleh manusia, tapi ini dalam versi hidup.

"Ayo sarapan dulu, mama udah siapin makanan di bawah."

Vano mengangguk lalu Ia berbalik untuk mandi terlebih dahulu. Seorang Vano pantang turun sebelum mandi. Walaupun dia seorang laki-laki.

---

"Gila ya lo?!" Gadis berambut pendek sebahu itu berteriak nyalang di depan temannya. Emosinya naik ke ubun-ubun kala melihat laki-laki yang seumuran dengannya itu berada di hadapannya. Bagaimana ia tidak kesal, jika tempo hari, temannya itu sempat masuk ke kamar mandi perempuan di sekolah,  hanya untuk memuaskan rasa penasarannya terhadap pembalut. Untung saja, waktu itu kamar mandi dalam keadaan bersih dan tempat sampahnya juga tidak terdapat apapun kecuali kertas contekan yang sengaja dibuang di tempat itu.

Sebenarnya anak perempuan yang kini memakai setelan warna biru laut itu, sudah melupakan kejadian yang terjadi tempo hari, namun ia kembali kesal saat temannya itu membawa satu pack pembalut malam yang akan diberikan kepadanya. Entahlah apa yang berada di otak anak laki-laki itu.

"Gue cuma mau ngasih ini sebagai hadiah hari ulang tahun lo," laki-laki itu membela diri.

Gadis yang berada di hadapannya semakin dibuat pusing. Ia mengacak rambutnya frustasi sampai berantakan. Jika seseorang di depannya ini bukan temannya sejak masih berupa zigot, Ia ingin menendangnya ke antartika sekarang juga, sungguh.

Gadis itu menghela napas lalu megusap wajahnya kasar. "Ah terserah lo!" Gadis itu berteriak membuat lawan bicaranya terkesiap.

"Gue kan cuma─"

"Kau bisa dihukum karena tindakanmu itu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

adagio, allegroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang