Brownies

34 4 4
                                    

Enjoy!

"Gue nggak pernah bosen sama kue buatan lo, Ran. Ini enak banget," ucap Salma setiap mencoba kue buatanku. Kue yang ia makan merupakan sponge cake rasa mocha dengan taburan brown sugar di atasnya.

"Ah, lo pasti selalu bilang gitu. Kata-katanya sama nggak ada yang diubah sedikitpun. Bosen," ujarku seraya gejolak tawa kami muncul.

"Lah, beneran ini. Lo tuh jago banget soal cake dan baking." Salma tidak pernah bosan dengan segala kue yang aku buat. Bahkan, ia sering menjadi orang pertama yang mencoba kue buatanku. Mendengar jawabannya, aku hanya mengangguk dan meminum teh yang ada di hadapanku.

"Padahal, lo udah lama banget nggak bikin kue, 'kan?" Aku hanya mengangguk dan mengaduk tehku lagi.

Aku terdiam mengingat apa yang membuatku sempat rehat membuat kue. Ternyata, aku sama sekali belum lupa dengan dia. Salma bercerita banyak hal dan aku hanya tersenyum saat mendengarnya. Otakku justru memikirkan sesosok pria itu.

"Woy, bengong mulu," jentikan jari Salma menyadarkan aku dari lamunanku. Sesaat aku kembali fokus dengan Salma yang berada di hadapanku. "Keinget lagi?" Aku hanya diam saat pertanyaan itu terlontar.

"Gue denger-denger dia udah mau skripsi sih, atau bahkan mau sidang," ucapnya setelah meneguk kopi di hadapannya.

"Wah, cepet juga ya. Nggak kerasa juga bentar lagi kita harus siap-siap buat skripsi juga," jawabku dengan sedikit tawa. Aku sudah kehabisan kata untuk menjawab, seakan tidak ada kata yang tepat.

"Eh, lo kapan bikin kue lagi?" Pertanyaan ini seakan hanya untuk pengalihan, aku sudah menduganya. Aku dan Salma berbincang-bincang tentang kue buatanku sampai sore datang.

Tak terasa waktu berlalu, jika membahas tentang kue. "Gue balik yah, tugas numpuk di rumah. Kalau lo butuh taster buat kue lo, langsung kontak gue aja," ujarnya seraya memasukkan dompetnya ke dalam tas. Aku hanya tertawa dan mengangguk, kemudian dia meninggalkanku di meja kami.

Kemacetan di jalan seakan tidak ada hentinya. Mobil yang aku kendarai hanya diam sejak lima belas menit yang lalu, tak berpindah posisi. Aku melihat jam di pergelangan tanganku menunjukkan senja akan segera tiba, tetapi aku masih terjebak di jalanan.

Notifikasi ponselku berbunyi membuatku meraihnya di jok sebelahku yang kosong. Lagu yang terputar di radio seakan mengiringi suasana saat itu. Aku hanya terdiam, tidak sampai membuka pesan tersebut hanya aplikasinya.

Sejak sampai rumah aku masih belum membuka pesan itu. Bahkan di saat aku senggang seperti ini, hanya membuka laptop dan mencari resep-resep kue, aku belum membukanya. Aku hanya merebahkan badanku di tempat tidur, nyaman. Namun, seseorang tiba-tiba menelepon.

"Halo," ujarku sesaat mengangkat telepon dengan nada sedikit malas. Seseorang di seberang hanya berdehem seakan itu menjadi ciri khasnya. Aku melihat nama kontak seberang, oh no.

"Ada apa?"

Setelah aku mengetahuinya, aku terbangun lalu kembali rebahan. "Apa kabar?" ujar Anggara dengan tenang.

Aku hanya berdehem dan menjawab, "baik."

Ia seakan tak puas dengan jawabanku dan hanya ada keheningan. "Kalau nggak ada yang mau diomongin, aku tutup aja," ujarku tegas. Sesaat Anggara menjawab, "eh, eh, jangan."

"Aku mau sidang skripsi dua minggu lagi," ucapnya setelah menolak kututup teleponnya.

"Wow, cepet juga. Semoga lancar," jawabku singkat dengan nada cenderung datar. Sedikit keheningan terjadi lagi. Kalau nggak ada yang diomongin dan cuman hening gini doang, buang waktu, Ra. "Terus kamu mau aku ngapain?"

Brownies (oneshoot)Where stories live. Discover now