Auraya Nosferas

45 23 1
                                    

Sabana kering membunuh landwalker secara perlahan, mengisyaratkan agar berhenti untuk beristirahat atau bergegas untuk segera sampai di pusat kota sebelum menjadi makanan para binatang buas. Para landwalker, sebutan bagi pengungsi tak punya tempat tinggal yang harus hidup dengan berpindah tempat memilih untuk tetap melanjutkan perjalanan mereka. Rumah mereka mungkin sudah rata dengan tanah, lembah moor yang permai.

Tidak ada pengharapan di sini, sabana luas yang kering. Air sangat sulit di dapat sedangkan perbekalan makin menipis. Mereka hanya membawa harta benda seadanya, sisanya sudah menjadi jarahan di tanah kelahiran. Berharap di perjalanan nanti berpapasan dengan para pasukan utusan Rootwale sebagai penyelamat karena mereka tak mungkin bertahan hingga dua hari kedepan.

Pesan sudah dikirim tiga hari lalu oleh kepala distrik, bahwa mereka perlu bantuan. Sengaja para landwalker menempuh jalur lain karena jalur terdekat sedang dalam konflik ketegangan perang. Sebanyak tiga puluhan landwalker tengah berjuang sendiri di sabana kematian. Raja mereka Imhof, menjadi satu satunya pengharapan yang sebenarnya sama sekali tidak akan menjamin kesejahteraan para landwalker. Namun mereka masih mengharap.

"Nenek Klars, minumlah" Auraya memberikan botol air terakhir yang mereka punya.

Nenek Klars menerimanya dengan segenap hati. Ia meneguknya lalu menawarkannya pada Auraya. Namun dengan tangguh auraya menggeleng. Dia mungkin bisa menahan dahaganya hingga nanti malam, tapi Auraya tahu nenek Klars tidak.

Auraya, gadis landwalker dari moor berusia enam belas tahun yang sangat malang. Asal usulnya meragukan bak angin malam, entah siapa dan dimana keluarga kandungnya. Sedari kecil dia terlatih menjadi gadis yang tangguh. Dia dibuang oleh orangtuanya ke sungai Rae dan hampir mati ditelan air terjun Api, sebutan air terjun di lembah moor.

Untunglah seorang wanita penggembala berhasil menyelamatkannya sebelum naas menimpa Auraya kecil. Wanita itu miskin namun berhati emas, dengan penuh cinta mau merawat bayi malang tersebut. Auraya kecil tumbuh bersama empat saudara lainya di pondok kayu hingga usianya sekitar dua tahun. Namun malang masih menemaninya, ayah angkatnya yang gila membunuh istrinya dan keempat anaknya termasuk Auraya kecil. Sebelum ayah angkatnya mengakhiri dirinya sendiri, psikopat itu membakar rumahnya sendiri. Untunglah Auraya berhasil diselamatkan oleh Nenek Klars yang kala itu masih menjadi kepala distrik. Beruntung hanya Aurayalah yang tubuhnya tidak di tusuk tusuk sebelum rumahnya dibakar.

"Auraya, percayalah kita bisa melewati ini semua" nenek Klars menggenggam tangan mungil Auraya.

"Tentu saja nek, kita kuat. Kita pasti bisa"

Mereka saling menguatkan. Begitu sayangnya Auraya pada wanita tua yang mau menyelamatkan hidupnya hingga dia rela melakukan apapun untuk membalas budi. Walau ia tahu segunung berlianpun takkan cukup, dia menyayangi nenek Klars lebih dari ibu kandungnya sendiri yang tega mencampakanya.

Malam pun telah menggeser singgasana cahaya agung menyisakan kengerian mencekam di sabana terkutuk itu. Hewan buas mengincar landwalker yang lengah melepaskan diri dari rombongan. Sedangkan para landwalker bertahan dengan membuat tenda dan api seadanya. Mereka harus istirahat. Para pasukan penyelamat belum juga muncul, begitu juga surat balasan yang dititipkan pada elang pengantar surat. Mungkin sekarang raja Imhof sedang terpukul telah kehilangan sejengkal wilayah kekuasaannya, lembah moor yang hijau. Raja mungkin tengah memprioritaskan hal lain yang menurutnya lebih penting ditengah kekacauan sekarang ini.

♧♡♧♡

Matahari sepenuhnya telah tenggelam berganti malam dingin berbintang. Perlahan, wujud pangeran Aaron kembali menjadi seorang manusia. Kini ia dan pasukannya tengah membakar sisa reruntuhan pondok kayu yang kosong. Aaron dengan lantang memerintahkan pasukannya untuk mengistirahatkan diri di bantaran sungai Rae yang bersahaja. Api merekah dengan agung memberikan kehangatan di lembah moor yang terabaikan. Bunga api membumbung tinggi ke angkasa seolah harapan harapan penduduk moor yang tertindas tergambarkan.

His Red EyesWhere stories live. Discover now