EPILOG

28 2 0
                                    

1 jam sebelum bapak pergi

Bapak meninggalkan Kano di rumah bersama istrinya. Akan tetapi ragu jika ia hendak meninggalkan Kano lebih lama untuk melanjutkan pekerjaannya. Setelah menimbang-nimbang akhirnya bapak memutuskan untuk pulang dan bekerja nanti ketika Kirana kembali dari sekolah.

Mengendarai motor maticnya pelan, sesekali bapak menyapa beberapa orang yang dikenalnya. Senyum cerah selalu terpatri dalam bingkai wajah lelah bapak. Melupakan sejenak segala keruwetan permasalahan dalam rumah tangganya. Ah, kedua buah hatinya adalah salah satu alasan mengapa ia tetap bertahan dengan Ranti. Ia tak mau anaknya mempunyai orang tua yang berpisah. Lagipula, jika ia berpisah dengan Ranti, tidak baik untuk perkembangan mental anak-anaknya.

Tapi, jauh dari lubuk hatinya ia sangat mencintai Ranti. Dia menerima segala sikap dan perlakuan Ranti terhadapnya. Bahkan, ia menyesali telah membentak Ranti tadi. Namun, sampai kapan ia harus bertahan. Logika dan hatinya tak pernah sejalan jika mengenai Ranti. Ah, perempuan itu sungguh membuat hatinya dilema. Ingin bertahan tapi remuk redam hati dan tubuhnya. Pergi? Tentu tak bisa, hatinya akan lebih meradang hidup tanpa orang yang dicinta. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan adalah berdoa agar Ranti segera berubah dan kehidupan mereka kembali manis seperti saat awal-awal pernikahan.

Matanya mengerjap, mencoba meyakinkan diri akan sosok yang tak sengaja ia lihat.

Ranti?
Itu istrinya kan? Sedang apa dia di bengkel Bram?

Merasa tak ada yang aneh, Hardi mengarahkan montornya menuju bengkel Bram. Menemui istrinya.

"Ranti. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Hardi langsung begitu sampai.

Ranti gelagapan, matanya melirik kanan kiri, mencari jawaban, "Mas, sedang apa di sini?"

"Siapa dia sayang?" suara seseorang menginterupsi.

Mata Hardi membola mendengar panggilan sayang yang disematkan untuk istrinya disertai kecupan ringan di pipi.

Ranti tega menduakannya?
Dia berselingkuh? Bersama seseorang yang lebih kaya?

"Mas...." Ranti menatapnya sendu, sungguh saat ini Ranti tak tahu apa yang harus ia lakukan. Bukan ini yang ia harapkan. Ia mencintai suaminya, namun Hardi tak bisa mengabulkan keinginannya. Sedang Bram, segala apa yang diinginkannya Bram selalu menuruti. Dia tak bisa meninggalkan lelaki ini. Namun Hardi?

"Kamu selingkuh, Ranti?" tanya Hardi memastikan.

Tak ada jawaban dari Ranti.

Hardi tertawa keras, sungguh tak ada yang lebih menyakitkan dari pada pengkhianatan. Dan istrinya mengkhianatinya. Ia gagal menjadi seorang suami. Lalu untuk apa ia hidup jika ia gagal?

Dengan perasaan kecewa, Hardi berlalu menggunakan motornya dan melaju kencang berlawanan dari arah kedatangannya.

Pikiran kalut, membuatnya tak konsen dalam menyetir. Apalagi dengan laju motor dengan kecepatan tinggi. Hingga membuatnya tanpa sadar menabrak pembatas jalan ketika akan berbelok.

Brakkk!

Sialan kau Ranti! Guamamnya sebelum menutup mata.

***

3 bulan setelah peristiwa penagihan utang

Akhirnya, Kano dapat merasakan bangku sekolah. Dengan bantuan ibu dan Om Bram, tentu saja. Uang yang Kirana kumpulkan belum mencukupi untuk membeli kebutuhan sekolah Kano. Dan hanya cukup untuk hidup sehari-hari.

Wajah cerah Kano disertai senyum riangnya.
"Mbak, Kano berani kok berangkat sekolah sendiri. Kan ada temen-temen juga. Mbak gak usah nganter." Ujar Kano ketika Kirana memaksa untuk mengantarnya di hari pertama sekolah. Kirana yang akhirnya mengangguk karena kalah dengan kekeras kepalaan adiknya.

"Ok! Tapi Kano janji hati-hati dan jangan nakal ya. Belajar yang rajin dengerin apa kata bu guru." Nasihat Kirana. Yang disanggupi Kano dengan anggukan.

Kirana masih menepati rumah reyotnya bersama Kano. Mereka lebih memilih tinggal di tempat yang menyimpan kenangan bapak dari pada di rumah mewah milik Om Bram. Kirana enggan. Padahal Om Bram sejauh ini cukup baik. Akan tetapi, mengingat alasan bapak pergi karena ibunya yang selingkuh, perasaan kecewa dan marah masih menyelimuti hatinya.

Kirana bahkan ditawari kuliah oleh papa sambungnya itu. Lagi-lagi Kirana menolak, mencipta kemarahan sang ibu yang menginginkan Kirana melanjutkan pendidikannya.

"Kamu kenapa si nolak tawaran papa Bram?" tanya Ibu ketika ia menolak tawaran Om Bram.

"Gak papa." Jawab Kirana enteng.

"Kamu masih marah sama ibu?"

"Hmmm... akan susah buatku maafin apa yang telah ibu lakuin ke Bapak." Ujar Kirana kemudian berlalu.

Dan inilah dia sekarang. Bekerja seharian di laundry milik paman Amanda. Gaji yang ia dapatkan setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan dia dan Kano sehari-hari.
Kirana menyayangi adiknya, dan ia rela melakukan apapun demi adiknya. Meskipun harus mengorbankan mimpinya. Lagipula, ia bisa merangkai mimpi lagi bukan?

***

Alhamdulillah
Terima kasih semuanya bagi siapa saja yang membaca cerita ini..
Terima kasih pada
achacamarica
Tikynara
dgibran29
Atas kerja samanya...

See you on new story...

Babay...

Salam,

Lintang AksamaWhere stories live. Discover now