EMPAT

26 5 0
                                    

Pagi itu, keadaan rumah seperti biasanya. Kirana yang sudah berangkat sekolah, Bapak yang sedang mencuci motornya, Kano sedang sarapan sendiri dan Ibu yang baru bangun namun sudah tampak rapi dengan pakaian yang cukup bersih.

“Mau kemana kamu?” tanya Bapak yang baru masuk lewat pintu belakang.

Ibu melihat sekilas kearah Bapak, “Keluar.” Jawabnya.

Bapak menatap Ibu penuh selidik,“mau ngapain?” Tanya Bapak lagi.

“Udahlah Mas. Kamu gak perlu tau aku mau ngapain,” kata Ibu sambil melangkah keluar rumah.

Bapak yang melihat kepergian Ibu hanya bisa menghela nafasnya. Sudah lelah ia menghadapi sifat sang istri yang selalu menuntut. Jika keinginan sang istri tidak terpenuhi maka sang istri akan mengabaikan Bapak hingga keinginannya terpenuhi. Seperti tadi, istrinya sedang  mengabaikannya.
Jika Bapak bisa jujur. Sudah berkali-kali ia harus menurunkan egonya ketika berhadapan dengan sang istri. Dan, sudah berkali-kali juga ia selalu mengalah hanya untuk menghindari pertengkaran.
Namun, seiring ia mengalah, sifat sang istri semakin melunjak. Sehingga, akhir-akhir ini Bapak tidak bisa mengontrol emosinya lagi dan berakibat hubungannya dengan sang istri menjadi renggang.

“Pak, Ibu mau kemana?”tanya Kano sambil menarik ujung baju Bapak.

“Oh, Ibu cuman keluar sebentar Nak,” ujar Bapak. Tangannya terulur untuk menghelus kepala si anak.

Kano tersenyum lalu berkata, “Bapak jangan sedih ya,” hiburnya.

Bapak membalas senyum Kano lalu berkata, “Anak Bapak udah dewasa ya,” bangga Bapak.

Ya, mau bagaimana lagi. Keadaanlah yang memaksa Kano untuk berpikir lebih dewasa dari anak seusianya.
Maskipun begitu, perasaan Kano adakalanya sedih setiap kali melihat orang tuanya bertengkar.

“Karena Ibu lagi keluar. Jadi, Bapak temanin Kano dirumah ya,” tawar Bapak.
“Tapi, Kano bisa sendiri dirumah kok Pak,” bantah Kano. “Kano kan sudah besar.”

Bapak tertawa renyah lalu berkata, “Bapak tetap bakal temanin Kano. Lagian Bapak jarang habiskan waktu dengan anak jagoan Bapak,” sambil mengangkat Kano kepundaknya.

Sepanjang hari Bapak hanya menemani Kano dan ketika jam sudah menunjukkan pukul 11.34 barulah batang hidung Ibu kelihatan.

Ibu masuk kedalam rumah dan duduk di sofa dengan wajah yang berseri-seri ia membuka tas dan mengeluarkan sebuah kotak. Hal tersebut  tentu membuat Bapak dan Kano penasaran.

Bapak mendekat kearah Ibu lalu berkata, “apa itu?” Tanya Bapak.

Ibu melihat Bapak dengan pandangan sinis, “Apalagi kalau bukan smartphone baru yang  kamu gak bisa beli,” ketus Ibu.

Tentu Bapak merasa tersinggung mendengar kata-kata Ibu namun ia mencoba untuk menurunkan egonya.
“Untuk membeli smartphone itu tentu memerlukan uang yang banyak. Darimana kamu mendapatkan uang sebanyak itu?” tanya Bapak hati-hati.

Ibu mengelah nafas lalu berkata, “Aku minjam.”

“Dengan siapa lagi kamu minjam uang?” Bapak mulai hilang kesabaran menghadapi Ibu. “Cukup banyak masalah yang kamu timbulkan. Lelah aku harus menghadapi orang-orang yang datang menagih hitang, (nama Ibu)” tambahnya.

“Kerja keras kamu kurang untuk hasilkan uang banyak, Mas. Makannya aku pinjam uang dengan orang,” bantah Ibu.

“Kamu yang kurang bersyukur dengan penghasilan aku, Ranti!” Bentak Bapak.

“Selama ini aku sudah cukup bersyukur buat tinggal dengan kamu, Mas. Kamu miskin. Menyesal aku menikah dengan kamu,” ujar Ibu dengan emosi.

Mendengar kata-kata itu meluncur dengan mudahnya dari bibir tipis Ibu, sungguh hati Bapak terasa sakit. Banyak cara Bapak lakukan untuk mencukupi kebutuhan istrinya namun semuanya tampak tidak cukup.

Tangan Bapak terangkat ingin menampar pipi Ibu namun ujung matanya dapat melihat Kano yang pertama kalinya menangis melihat orang tuanya bertengkar membuat hati Bapak terasa sakit sehingga Bapak tidak jadi menampar Ibu.
Bapak balik badan lalu melangkah kearah pintu keluar dan dengan  kasar pula ia mengambil kunci motor yang digantung disamping pintu. Lebih baik ia keluar untuk menenangkan pikirannya.

Ibu menatap kepergian Bapak lalu kembali membuka kotak smartphone miliknya dengan bahagia tanpa mengingat beberapa menit lalu ia dan suami bertengkar.
Kano berdiri lalu meninggalkan Ibunya yang nampak bahagia membuka kotak yang menjadi penyebab orang tuanya bertengkar. Dengan langkah gontai, ia berjalan kearah kamarnya.
Melihat kejadian tadi, perasaan benci terhadap Ibunya mulai hadir dalam hati Kano.

***

Di sekolah, Kirana sedang belajar namun sedari tadi handphone miliknya bergetar didalam tas. Kirana terus mengabaikan handphone miliknya hingga jam istirahat tiba.
Kirana mengambil handphone miliknya lalu melihat nomor tidak dikenal yang sedari tadi menelponnya.

Dengan ragu-ragu Kirana mengangkat panggilan tersebut.
“Halo?” sapa Kirana.

Mendengar kata-kata yang disampaikan si penelpon membuat jantungnya seolah-olah berhenti dan dunianya hancur seketika. Kirana hanya bisa terdiam dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

***

Hola!
Alhamdulillah update lagi..
Makasih buat Tikynara yang udah nulis part ini...

Salam,

Lintang AksamaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin