SEBELAS

13 4 0
                                    

Brakkk!

Pintu reyot dibuka paksa hingga menimbulkan bunyi yang mememkakkan telinga. Kirana tengah duduk bersama Kano di ruang tamu terperangah mendapati lima orang tamu tak diundang yang bersikap tak sopan.

"Lo anaknya Ranti?"

Seseorang dengan tubuh paling kecil di antara tubuh-tubuh atletis mereka maju dan mendekati Kirana.

Kirana masih dengan kekagetannya mengangguk dengan badan yang sedikit demi sedikit bergeser mendekat ke adiknya.

"Jawab! Lo punya mulut kan!" Lelaki itu membentak.

"I....Iya." Jawab Kirana takut-takut.

Menengok adiknya yang berada tak jauh darinya tengah mencoba untuk tak menangis. Kirana yakin, adiknya begitu merasa ketakutan saat ini. Lima orang tamu tak sopan, dengan wajah yang menakutkan baginya, sungguh membuat Kirana merasa tak memiliki daya untuk sekedar berdiri dan kabur ataupun berteriak agar tetangga sebelah tahu dan membantunya. Tapi, bukankah seharusnya tetangga sudah tahu ya mendengar suara pintu rumahnya yang berdebam?

"Ranti bego banget ninggalin anak perempuannya yang cantik di rumah bareng bocah laki-laki gak guna," lelaki dengan postur tubuh paling kecil menengok ke kiri, ke arah Kano duduk. "Tapi, bukannya di tangan Gue semuanya bakal berubah jadi bisa ngasilin duit?"

"Maksud Om apa?"

"Lo pikir, ngapain Gue ke sini?" Tanya lelaki itu pelan dan tajam, kepada Kirana yang ia tebak adalah Sang Boss.

Kirana menggeleng. Ia benar-benar tak tahu siapa orang-orang ini dan apa kepentingan mereka sehingga mengusik malam tenangnya dan Kano.

Tadi setelah Ia dan Kano makan malam, duduk berdua di ruang tamu. Kirana belajar dan Kano mewarnai buku yang Amanda berikan. Ruang tamu mungilnya yang hanya berisi 1 sofa buluk dan 1 meja kayu yang rendah serta jam dinding di atasnya. Tiba-tiba saja, pintu dibuka secara paksa dan itu membuat jantungnya nyaris saja lepas dari tempatnya. Dan Kano yang pucat pasi di tempatnya.

Tunggu!

Lelaki ini tadi menyebut nama ibu. Apakah lelaki ini mengenal Ibunya? Di mana Ibunya sekarang? Bagaimana bisa Ibunya mengenal orang-orang seperti om ini, yang boleh dibilang menakutkan?

"O-om kenal Ibu saya?" Memberanikan diri Kirana bertanya takut-takut.

Tawa pecah keluar dari mulut lelaki itu disusul ke-empat orang anak buahnya.

"Siapa yang gak kenal sama Ibu Lo?" Tanya lelaki itu retoris.

Kirana menaikkan alisnya, "Ibu Lo itu terkenal bocah!" Lanjut lelaki itu membentak. "Emak Lo juga cantik dan usianya juga masih muda. Siapapun yang lihat dia gak akan nyangka kalo dia udah punya buntut dua. Gue bahkan kena tipu muslihatnya." Lelaki itu menggeram jengkel mengingat apa yang telah dilakukan Rianti kepadanya.

"Om tahu di mana Ibu Kano sekarang?" Kirana menoleh, adiknya saat ini sudah tak sepucat tadi dan berani mengajukan pertanyaan tanpa nada takut sekalipun?! Wah, Kirana takjub dengan adiknya.

"Emak Lo udah pergi dari Gue. Makanya Gue ke sini, Gue yakin tu orang pasti balik buat nengokin anak-anaknya."

"Ibu Kano udah lama gak pulang, Om." Sahut Kano tenang.

Lelaki itu tiba-tiba saja mencengkram dagu Kirana, membuat Kirana mau tak mau melihatnya. "Bener apa yang dibilang Adek Lo?"
Kirana mengangguk kaku.

"Jangan sakitin Mbak Kiran, Om. Kami gak tahu Ibu pergi ke mana. Kami juga gak peduli. Ibu gak sayang lagi sama kami. Jadi, kami pun begitu. Gak sayang lagi sama Ibu." Ucap Kano datar tanpa rasa takut.

Setelah bapak meninggal, Kirana memintanya untuk tak menangis. Dan Kano menyanggupinya. Jadi, dalam keadaan apapun Kano tak akan lagi menangis. Ia tak ingin membuat sang kakak sedih karena melihatnya menangis.

"Ok! Tapi, karena Ibu kalian gak ada di sini, jangan pikir kalian bakal santai-santai aja. Gue mau uang Gue yang di bawa kabur Emak Lo balik. Ngerti Lo?!"

"U-uang?" Gumam Kirana.

"Iya. Minggu depan Gue balik lagi ke sini. Dan Gue harap Lo nyiapin 50 juta." Ucap lelaki itu final kemudian berbalik dan pergi diikuti anak-anak buahnya.

Kirana lemas. Baru saja ia melunasi hutang ibunya kepada rentenir kampung sebelah. Kali ini Ia juga harus membayar hutang kepada orang tak dikenal itu? Lalu, bagaimana dengan kuliahnya? Jadi, dia harus benar-benar melepaskan impiannya itu? Menjadi seorang sarjana teknik, dia harus melepaskannya? Oh Tuhan... Rasanya Kirana tak sanggup lagi untuk hidup.

****

See you next chapter

Lintang AksamaWhere stories live. Discover now