Pertemuan Pertama

64 6 4
                                    

--2 Tahun Lalu--

Seorang anak laki-laki berlari di dalam lorong sekolah. Dia tak henti-henti melirik ke belakang sekedar mengecek dirinya diikuti atau tidak. Seraya mencari tempat persembunyian yang bagus agar tidak diketahui. Anak itu memilih ruang komputer untuk bersembunyi.

Tentu saja ruangan itu terkunci. Tidak mau ambil pusing, anak itu mengambil cara paksa dengan mengeser paksa pintu geser itu sekuat tenaga. Layaknya gorila yang mengamuk tak ingin ditangkap manusia. Karena kondisi pintu ruangan tersebut telah usang, akhirnya merusak knop pintu itu.

“Berhasil!” seru sang anak langsung masuk ke dalam dan menutup pintunya kembali. Dia bergegas mencari loker besi yang kosong untuk dapat dimasuki tubuh anak umur 15 tahun.

“Woii, Isamuuu!!! Kau dimana, anak badung?!!” teriak salah satu pria dari bayangan dua orang sedang mengejar Isamu yang dapat diintip di sela-sela loker tempatnya bersembunyi.

//SREK!

“Tidak terkunci?”

Isamu mendengar bunyi pintu geser terbuka dan suara seorang perempuan masuk ke dalam ruang komputer. Karena panik, Isamu mencoba untuk menyembunyikan kepala. Akibat gerakan tubuh Isamu dalam loker membuat pintu loker terbuka sedikit.

Perempuan itu melihatnya. Ketika dia hendak mendekat, seorang guru olahraga memanggil namanya.

“Yua Yaiba!” sapa sang guru memanggilnya dengan sebutan Yaiba.

“Iya?” sahut Yua langsung berbalik badan.

“Apa kau melihat anak songong-- ah bukan, maksudku Isamu Fuwa sekitaran sini?”

“Isamu Fuwa itu siapa?” Yua memiringkan kepala 90 derajat.

“Ah.. dia bukan teman sekelasmu? Kau tidak mengenalnya?”

Yua menggelengkan kepala.

“Pak, lebih baik kita cek di lantai satu,” seru satu guru wanita datang menghampiri mereka berdua.

“Anak itu, larinya cepat sekali..” gerutu kesal sang guru olahraga, “Kalau gitu saya permisi dulu. Maaf mengganggu ya, nak Yua!” sang guru olahraga menepuk pundak kiri Yua sebagai permintaan maaf.

Hingga beberapa menit kemudian, kedua guru tersebut meninggalkan Yua dalam ruang komputer. Yua menggeser tutup kembali pintu ruang komputer, menaruh box besar berisi barang yang ia bawa di atas meja dan melirik kembali loker besi itu.

“Keluarlah, mereka sudah pergi..”

Loker besi itu perlahan terbuka. Tampak sosok Isamu yang mencoba menutupi wajah dengan kain yang ada dalam loker. Namun justru membuat Isamu tampak seperti orang bodoh. Karena tidak tahan dengan posisi menutup wajah, badan Isamu terjatuh.

//PRANG!!

Beberapa alat bersih seperti sapu dan pel ikut terjatuh bersamaan. Isamu memegang kepala yang sakit terbentur lantai. 

“Kau bodoh ya,” ejek Yua melihat kondisi Fuwa yang terbaring di lantai.

“Haaaa!!” mendengar ucapan itu, Isamu sigap berdiri selagi tangannya mengusap-usap kepala.

Percakapan pertama mereka berdua dimulai dengan perseteruan. Kedua mata mereka yang berwarna coklat saling bertemu menatap satu sama lain. Beberapa detik kemudian, Yua berkedip dan memutar 180 derajat kedua bola matanya. Lalu kembali sibuk menaruh barang bawaan.

“Tch!” Isamu memungut alat-alat kebersihan untuk diletakkan kembali ke dalam loker. Ia juga merapikan seragam dari debu lantai dan melepas kain yang menempel di pundaknya.

Yua masih tidak mempedulikan keberadaan Isamu maupun alasannya tidak mengatakan persembunyian Isamu pada kedua guru tadi. Hal tersebut membuat anak laki-laki berambut keriting ini risih, “Kenapa kau menolongku?”

“Menolong? Jangan becanda.. lagipula aku tidak tahu siapa yang bersembunyi di dalam loker itu,” jawab Yua sembari tangan memilah-milah barang.

Isamu menghela nafas sambil menaruh kedua tangan di pinggang, “Ketahuan ya,”

“Tentu saja, bodoh!” respon Yua cepat sembari ia mengeluarkan sebuah laptop dalam tas.

“Jangan panggil aku bodoh!” Isamu tak kalah cepat mengelak.

Yua tidak mau meladeni orang yang tak dikenal. Ia kembali fokus pada aktifitasnya saat ini. Kegiatan yang dilakukan Yua menarik perhatian Isamu sebelum pergi meninggalkan gadis berambut panjang coklat itu sendirian. Ia sempat melirik pada barang-barang yang dibawa Yua.

“Rongsokan,” satu kata Isamu terlontar ketika memperhatikannya.

Yua yang mendengar kata itu langsung menatap Isamu, “APA KATAMU?!”

Isamu cukup terkejut kala gadis yang ada di hadapannya bersikap dingin tiba-tiba saja mengeluarkan emosi yang meluap-luap. Isamu kelabakan, dia berusaha membela diri dengan menunjuk sembarang salah satu barang.

“Soalnya itu--”

“KAU TIDAK TAHU APA-APA JADI JANGAN BANYAK BACOT!!”

“Baik.”

Dalam sekejap Isamu terdiam membisu layaknya anak anjing yang dimarahi majikannya. Yua secara tak sadar memarahi anak laki-laki yang baru ia kenal hari ini dan merasa malu tiba-tiba meluapkan emosi seperti itu. Yua memalingkan wajah sejenak dari Isamu, lalu menghela nafas untuk mencoba mengontrol emosinya.

Yua melirik kembali pada Isamu, “Kalau tidak salah namamu Isamu Fuwa, kan?”

Isamu hanya mengangguk. Merasa suasana kembali membaik, Yua memutuskan untuk memulai percakapan santai.

“Namaku--”

“Yua Yaiba, tadi aku juga mendengarnya,” sela Isamu memotong ucapan Yua.

Yua berpikir ia dapat menjelaskan apa yang dilakukannya dengan mengambil salah satu barang dari seluruh barang dalam box yang dibawa tadi untuk ditunjukkan pada Isamu.

“Dengar ya, Isamu.. kau akan melihat barang-barang ini akan menjadi barang yang berguna bagi umat manusia. Itulah yang dinamakan teknologi! Dan aku.. akan membuktikannya padamu!” Yua mengakhiri kalimatnya dengan mantap.

Isamu menaikkan kedua alis sembari membuka mulutnya lebar-lebar, “Hah!? Kau ingin membuat apa dari semua rongsokan itu?”

“Ugrh.. Lihat saja nanti..” Yua masih geram dengan ucapan kata ‘rongsokan’ itu. Dia menaruh kembali barang yang dipegang ke meja.

Isamu masih belum puas, “Sekarang lah! Ayo tunjukkan sekarang!”

“Kau bodoh.. ya, sebuah teknologi itu tidak bisa dibuat dalam sekejap mata. Butuh proses.” Yua menatap kembali wajah Isamu, “P-R-O-S-E-S!” ucapnya mengeja sambil telunjuknya menusuk-nusuk dada laki-laki itu.

Respon Isamu malah menyeringai kecil, “Heh.. berarti kau yang bodoh tidak bisa menunjukkan sekarang juga!!”

“HaaaH..” Yua membuka mulutnya lebar.

Percakapan canggung mereka berdua berakhir dengan keakraban yang penuh kehangatan dalam ruang komputer yang dingin. Padahal baru sehari bertemu dan berkenalan, namun keduanya bertengkar seperti sudah saling mengenal sangat lama.



Bersambung

What Your Life ForWhere stories live. Discover now