4. Penyesalan

10.1K 1.2K 161
                                    


•••

"Apa kau menemukannya?"

"Ya, Sajangnim. Di sebuah kontrakan kecil di pinggiran kota."

"Kalau begitu antar aku kesana, sekarang!"

"Baik, Sajangnim."

Semua terasa semakin rumit saat perut Eunbi mulai terlihat semakin membesar. Berulang kali ia ingin mencoba melenyapkan si jabang bayi. Namun, semua usahanya gagal walau dengan meminum berbagai jenis obat penggugur kandungan. Eunbi tak tahu anak seperti apa yang tengah dia kandung. Pernah sekali Eunbi mengalami pendarahan hebat dan ia berfikir bahwa anaknya telah mati dan kecil kemungkinan untuk selamat.

Namun Eunbi kembali menelan kenyataan pahit bahwa janinnya masih baik-baik saja. Tetap bertahan di dalam rahimnya walau berulang kali ia terus berusaha untuk melenyapkannya. Kendati menginginkan bayinya yang mati. Bisa saja malah nyawanya yang terancam. Eunbi tidak mengerti dengan kondisi janin yang ia kandung saat ini. Terlalu kuat karena sangat sulit sekali untuk dilenyapkan. Dalam hati kecilnya ia bertanya, apakah ini menjadi sebuah anugrah atau sebuah kutukan?

Selama hampir dua bulan dia hidup bagai tak tentu arah. Sendirian, menangis setiap harinya di dalam rumah kontrakan kecil di sudut kota. Merutuki hidupnya yang lebih terlihat seperti benang kusut. Tak pernah tahu di mana ujung simpul untuk menariknya agar benang tersebut kembali rapi seperti sedia kala. Dan pernah sekali Eunbi meminta pada tuhan untuk mencabut nyawanya saja, daripada ia harus hidup layaknya seonggok sampah. Tetap saja, tuhan belum mengabulkan permintaannya.

"Akh!" Eunbi menyentuh perutnya saat merasakan bayi di dalamnya terus-menerus bergerak sejak tadi siang. Tak membiarkan Eunbi untuk memejamkan matanya barang sebentar saja.

Di malam inilah ia benar-benar merasa menyerah akan hidup yang ia fikir tak lagi memiliki arti. Setelah kandungannya akan menginjak usia bulan ketujuh masa kehamilan. Ia mencoba memberanikan diri untuk kembali pulang ke kampung halamanya di Daejeon. Berniat ingin untuk menemui keluarga besarnya. Serta berharap jika mereka—keluarganya itu akan menerima Eunbi dengan keadaan yang sekarang.

Namun lagi-lagi Eunbi harus menerima kenyataan menyakitkan bahwa ternyata pihak keluarga tak ingin lagi menerimanya yang telah hamil di luar nikah. Mereka mengatakan jika Eunbi akan membuat nama keluarga mereka buruk, Eunbi dan bayinya akan menjadi pembawa sial dalam keluarga mereka. Bahkan sosok kakak yang selama ini menyayanginya mendadak menjadi orang asing. Menjadi seperti orang lain yang menatap jijik padanya.

Lalu bagaimana dengan ibunya? Terakhir kali sebelum Eunbi pergi dari rumah keluarganya, ia melihat bahwa ibunya menangis. Hanya menangis, tanpa menghentikan dirinya untuk pergi meninggalkan rumah yang selama hampir 20 tahun menjadi tempatnya bernaung. Membiarkan dirinya pergi dengan membawa perut yang membesar.

"Apa aku pernah melakukan kesalahan, Tuhan?" ucapnya lirih berjalan terseok.

"Kenapa kau membuat takdir hidupku semenyedihkan ini, Tuhan?"

"Apakah aku tak layak untuk hidup di dunia ini?!" terdengar suara isakan pilu Eunbi seiring dengan turunnya tetesan kecil air hujan malam yang dingin ini.

Dengan langkah kaki pelan dan tatapan kosong. Eunbi menyusuri tepian jembatan sambil sesekali mengelus perutnya yang terasa ngilu karena janin yang berada di dalam sana terus bergerak menendang untuk mengatakan pada sang ibu bahwa ia baik-baik saja di dalam sana.

"Kenapa kau tetap memilih bertahan di dalam sini,huh?" teriak Eunbi frustasi dengan menatap perutnya yang tengah menunjukkan pergerakan kecil. "Ke-napa kau menghancurkan hidupku?" ucapnya sambil terisak.

THE SCAR ✔Where stories live. Discover now