17

88 10 7
                                    

Soul pov

Setelah makan permen kapas bibi itu, aku dan Jimin pergi ayunan yang ada di taman itu. Ayunan yang ditempati oleh anak-anak kecil tadi, "duduk, aku akan mendorong dari belakang." Jimin memutari ayunan itu ke arah belakang.

Aku duduk di salah satu ayunan yang berwarna biru muda, "kau kenapa tidak duduk saja."

"Tidak apa-apa, hanya ingin." Aku mengangguk kepalaku dan ikut berdiam diri seperti Jimin.

"Apa kau kelelahan?" Jimin mendorong ayunanku dengan lembut yang membuatku perlahan-lahan naik lalu turun, "tidak," aku menggelengkan kepalaku. "Menurutku hari ini sangat luar biasa, dan sangat menyenangkan." Aku tersenyum simpul mengingat semua yang kami lewati hari ini.

Dari aku yang memarahinya di mobil, berjalan mengeliling sungai Han, berpegangan tangan dan berangan-angan menjadi seperti nenek-kakek itu.

Lalu pergi ke taman yang sering kami kunjungi, membeli semua permen kapas bibi itu, hingga berandai-andai akan menikah dan mengundang bibi itu.

Apa aku dan Jimin bisa membuat itu semua terjadi nyata? Tanpa sebatas angan-angan dan andai-andai.

Jimin berpindah posisi duduk di sebelah ayunanku dengan menghadapku, memiringkan kepalanya sedikit dan, "kita akan melakukannya, bukan?"

Aku ikut memiringkan kepalaku dengan melihatnya bingung, "melakukan apa?"

Tunggu, apa yang aku pikirkan. Soul, kenapa kau mesum sekali.

"Melakukan yang kita harapkan dan yang kita katakan pada bibi penjual permen kapas tadi."

Aku yang menyadari itu langsung mengangguk paham, "tentu saja!" Dengan semangat aku menjawabnya.

"Kita akan menua bersama seperti nenek-kakek itu dan juga kita akan mengundang bibi penjual kapas itu di pernikahan kita," kata Jimin yang seperti sedang merancang sebuah kehidupan kami di masa depan.

"Tapi," katanya gantung yang membuatku bertanya, "kenapa?"

"Harusnya kita menikah dulu dan mengundang bibi penjual kapas, baru bisa menua seperti nenek-kakek itu," katanya yang mengangguk-anggukan kepalanya. Seakan-akan Ia baru saja berhasil merancang sesuatu yang hebat.

"Jadi kita harus menikah dulu baru bisa menua bersama?" tanyaku yang membuatnya mengangguk lagi, "memangnya kau tidak mau menikah denganku?" Jimin langsung memberikan tatapan intimidasinya padaku.

"Aish, tentu aku mau menikah denganmu. Intinya kita akan menikah dan menua bersama, setuju!?" Aku mengakat tanganku mengajak Jimin tos bersama.

"Setuju!" jawabnya dengan membalas tos-anku.

---------------------

"Cantik ya," kataku dengan menunjuk kota-kota yang dapat dilihat dari atas Namsan Tower.

"Cantik ya," kataku dengan menunjuk kota-kota yang dapat dilihat dari atas Namsan Tower

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Aku dan Jimin berdiri di tangga ini dan melihat semua keindahan kota ini. Kalian harus mendatangi dan melihat secara langsung! Karena ini sangat cantik dan indah, berhasil membuat hatiku merasa tersentuh.

"Kota kita sangat bersinar." Aku mengangguk setuju apa yang dikatakan oleh Jimin. Memang benar, bahwa kota ini sangat bersinar karena lampu-lampu yang melengkapinya.

"Ayo ke sana," ajak Jimin yang memegang tanganku turun dari tangga dan mendekati gembok cinta.

Kalian tau tentang gembok cinta? Konon katanya jika kita menuliskan nama kita dan pasangan kita, lalu menggembok di sana, cinta akan abadi

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Kalian tau tentang gembok cinta? Konon katanya jika kita menuliskan nama kita dan pasangan kita, lalu menggembok di sana, cinta akan abadi.

"Jimin, kenapa di sini sepi sekali?" Aku dari tadi tidak melihat satupun orang di atas ini. Padahal di bawah sangat ramai, "bukankah aneh, Namsan Tower bisa sepi?"

"Aku menyewa semuanya," katanya yang kuberi jawaban, "ohh, begitu."

Tunggu.

Apa dia berkata menyewanya?

"Kau menyewa Tower ini!?" Dia mengangguk, "yak! Kau ini jangan habiskan uangmu sia-sia." Aku menjitak kepalanya yang membuat ia meringis.

"Aish, kenapa memangnya." Dia mengusap kepalanya.

"Aku hanya ingin melakukan hal-hal romantis seperti pasangan-pasangan di drama, apa tidak boleh?" katanya dengan mempoutkan bibirnya.

Ya, Tuhan. Kenapa dia lucu sekali.

"Bukan begitu, hanya saja simpan uangmu sekarang untuk pernikahan kita nanti."

"Aku salah satu orang terkaya di sini, jadi aku pastikan saat pernikahan kita nanti tidak akan kekurangan apapun," sombongnya membuatku mual.

"Jangan sombong, atau aku pukul lagi kepalamu itu." Yang dibalasnya dengan cengirannya saja.

Aku melihat sekitar pemandangan kota lebih dekat, memang sangat cantik.

Aku melihat Jimin yang sedang menulis di gembok, "apa kau sedang menulis nama kita?" tanyaku yang membuat ia berhenti menulis dan menghadapku, "betul, aku menulisa Jimin ♡ Soul." Dia menunjukkan gembok yang sudah ia tulis itu.

"Kau yang gantung, dan buang kuncinya nanti." Jimin memberikan gemboknya itu kepadaku dan aku menggantungkan gembok itu tidak jauh dari tempatku dan Jimin berdiri.

Aku membuang kuncinya pada kotak yang telah disediakan untuk membuang kunci. "Kita akan selamanya terikat di sini." Jimin memelukku dari belakang dan kami nemikmati indahnya pemandangan kota Seoul.

"Namamu mirip dengan Seoul," kata Jimin yang membuatku menyengir.

"Iya, karena aku ini Seoul yang selalu bersamamu sampai kapanpun."

Jimin memutar balikan badanku yang membuat kami saling berhadapan, sangat dekat sama seperti waktu itu. Aku yakin pipiku sudah kembali memerah lagi kali ini. "Kau memang selalu bersamaku sampai kapanpun, jangan berpikir untuk pergi." Jimin memegang pipiku, memiringkan kepalanya yang membuatku merasakan hembusan napasnya.

"Aku mencintaimu," katanya yang mendaratkan bibirnya padaku.

Malam ini sempurna, hari ini luar biasa. Aku ingin hidup lebih lama lagi, sungguh.

Terlalu jatuh di malam hari yang indah membuat kepalaku pusing, "Soul, kau tidak apa-apa!?" teriak Jimin yang terakhir kudengar sebelum aku tak sadarkan diri.

-----------

Valuable In LoveKde žijí příběhy. Začni objevovat