03

120 12 0
                                    

"Kau, pulang bersamaku," ucapnya dengan tatapan sinis ke arahku dan Jin.

"Jimin."

Aku sedikit tertegun melihat Jimin yang menghalangiku pergi bersama Jin.

"Tidak, aku mau pergi bersama Jin." Aku menolaknya dengan tegas, Soul kau bukan perempuan lemah.

"Ayahmu menyuruh kita pulang bersama, ada yang ingin dia sampaikan." Jimin langsung menarik tanganku dan menatap Jin dengan sinis.

"Bocah," ucap jin yang tidak dihiraukan sama sekali oleh Jimin.

"Pamitlah dengan teman kesayanganmu itu," kata Jimin yang merasakan bahwa aku ingin mengatakan sesuatu pada Jin.

Aku langsung melepaskan tanganku dari Jimin dan mendekati Jin, "besok aku akan mentraktirmu es batu," bisikku yang membuat Jin tertawa kecil.

"Baiklah, hati-hati di jalan," ucapnya yang mengusap acak rambutku.

"Kau kira ini dunia milik berdua? Cepatlah aku sedikit mual melihat kalian," kata Jimin yang menghancurkan suasana.

Jin membalas ucapan Jimin dengan tatapan sinis tak suka, dan Jimin hanya membalas dengan acuh.

Aku dan Jimin sudah berada di dalam mobil jemputanku.

"Kita tidak bisa pulang dengan taxi? Kenapa harus selalu bersama sopirmu." Jimin memang tidak suka jika kami pulang dengan mobil jemputan, dia lebih suka naik taxi.

Entah, akupun tidak mengetahui alasan yang pasti mengapa dia lebih menyukai taxi.

"Jimin," panggilku saat kami berdiam cukup lama di dalam mobil.

"Kau, apa kau sebenci itu padaku?" Aku memberanikan diri bertanya, apa aku gila? Astaga Jung Soul, kau ini kenapa.

"Maksudmu?"

"Dulu, sebelum kita menjadi sepasang kekasih seperti ini, kau sangat berbeda dengan yang sekarang." Aku menarik nafasku, "apa aku salah mencintaimu?" tanyaku dengan lembut.

Aku hanya mendengar helaan napas dari Jimin, dia memilih diam dari pada menjawab.

"Aku tahu, kau tidak akan menjawab dan hanya akan memilih diam." Aku tersenyum pasrah, "tapi, bisahkah kau lebih menghargai aku sedikit?"

"Jung Soul bisakah diam? Aku lelah." Jimin langsung tidur menghadap jendela di sebelahnya.

Aku terdiam dan menghadap ke arah sebelah jendelaku, biarlah aku sendiri yang selalu tersakiti hanya karena mencintai.

Lama-lama aku merasa mengantuk dan ingin tidur, awalnya aku sadar bahwa tidak boleh tidur karena belum sampai rumah tapi ujung-ujungnya aku tertidur.

"Soul ayo bangun! Sudah siang!" teriak seseorang yang sudah tidak asing lagi bagiku.

Ya Tuhan, aku masih mengantuk.

"Soul bangun atau Eomma siram kamu dengan air ini?"

"Yash! Eomma aku ini masih mengantuk," rengekku pada eomma dengan mata tertutup. Aku tahu eomma ada di samping dan sudah siap menyiramku.

Valuable In LoveWhere stories live. Discover now