🍸 7. Berserah 🍸

6K 820 318
                                    

Assalamualaikum temans 💜❤
Yasmin online lagi ni. Kuy baca🥰🥰
.
.
Yasmin melangkah ke teras belakang dan langsung duduk di samping bapak. Bapak masih menegenakan sarung dan koko lengkap dengan songkok di kepala sepulang dari kajian pagi, jadwal rutin di pondok pesantren selepas subuh hingga menjelang fajar.

"Ngalem, ning wani rantau adoh nggo sekolah yo, Yas (manja, tapi berani merantau jauh buat sekolah ya)?"

"Bapak kan nyindir terus itu. Yasmin balik Malang nih ...," rajuk Yasmin sedikit cemberut.

Yasmin mendengar tawa lirih bapaknya, hal yang sudah begitu lama tidak dia dengar. Hatinya sangat bahagia hanya dengan mendengar tawa dari sosok arif itu. Kemanjaannya muncul lagi dengan kembali mendekap satu lengan bapak dan menyandarkan kepala di bahu beliau.

"Delengen anakmu, Bu. Bocah ngaleme kaya ngene kok wani lungo adoh, ya. Opo ra kangen karo bapak naliko ing paran (lihatlah anakmu, Bu. Anak manja seperti ini kok berani pergi jauh, ya. Apa tidak kangen sama Bapak waktu di perantauan)?" goda Bapak sambil menarik lengannya tetapi Yasmin justru memeluknya semakin erat.

"Hanya ke rumah budhe saja. Itu nggak jauh, Pak," sergah Yasmin.

Ibu datang dari arah dapur membawa lentho yang lengkap dengan cabe dan roti tawar serta selai coklat. Semua diletakkan di meja bersama teh manis yang sudah lebih dulu tersedia. Ibu kembali ke dapur lalu muncul kembali dengan sepiring apel dan segelas susu.

"Kuwi ngapa ono susu karo roti? Ibu mendadak bule iki, ya (itu mengapa ada susu sama roti? Ibu mendadak bule ini, ya)?"

"Mbak Yu telpon, dhawuh Yasmin sak meniko sarapane roti kalian susu. Ibu samar nek amung lentho malah ra doyan, telung taun maem roti yo, Yas (kakak telpon, mengatakan Yasmin sekarang sarapan roti sama susu. Ibu kawatir kalau hanya lentho dia malah nggak doyan, tiga tahun makan roti ya, Yas)?" Ibu menggoda Yasmin setelah memberi jawaban pada bapak.

"Yasmin ndak begitu, Bu. Di sana kan budhe memang ndak pernah masak pagi, jadi makannya ya roti sama susu. Yasmin mau masak nggak boleh," jelas Yasmin.

"Masih doyan lentho berarti, Yas?"

"Masih, Bu."

"Bagus. Tapi tetep kamu harus makan roti dan minum susu. Masmu ndak doyan itu."

Yasmin mengangguk. Meraih roti tawar dan mengolesinya selai coklat, lalu memakannya setelah memaksa bapak mencicipi sedikit. Selesai dengan rotinya, Yasmin mengambil satu lentho dan cabe. Matanya terpejam menikmati makanan dari kacang hijau tersebut. Rasa gurih dan asin serta pedasnya cabe terasa pas di lidahnya.

Ibrahim datang tepat setelah Yasmin menghabiskan segelas susu. Matanya menyorot heran melihat si adik yang menandaskan segelas susu. Dia juga menautkan alis saat pandangannya menangkap sebungkus roti tawar dan selai coklat.

"Ada makanan bule di sini," ujar Ibrahim seraya menuang teh manis.

"Kelakuane adimu to ngono kuwi. Neng Malang sarapane bedo (perbuatan adikmu begitu itu. Di Malang sarapannya beda)."

"Bapak kan terus aja godain Yasmin."

Bapak tidak berkomentar lebih tentang omongan Yasmin. Beliau hanya mengusap kepala Yasmin dengan rasa sayang dan kelembutan yang tak disembunyikan. Ditatapnya anaknya yang sudah menjadi seorang gadis rupawan.

"Umurmu piro, Yas? Rong puluh (umurmu berapa, Yas? Dua puluh)?" tanya bapak tiba-tiba.

"Dua puluh satu," jawab Yasmin.

"Bapak arep takon, Yas. Ojo kok dadekne pikirmu lan ojo ngasi kowe mikir sing rena-rena (Bapak mau tanya, Yas. Jangan dijadikan pikiran dan jangan sampai kamu berpikir macam-macam).

Assalamualaikum, Zaujati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang