Elevator itu sudah tua dan mungkin agak rusak. Tapi karena tubuhnya sudah tidak kuat lagi untuk naik tangga, ia pun memilih masuk ke elevator tersebut, dan memilih untuk pergi ke lantai paling tinggi, lantai 10. Elevator itu pun berhasil mengantarnya ke lantai paling atas walaupun sesekali macet di tengah karena memang elevatornya sudah tua.

Di lantai paling atas, lantai 10, ia masuk ke salah satu ruangan yang kaca jendelanya sudah pecah. Ia menurunkan tubuh anak yang digendongnya. Ia tidurkan anak itu di lantai dan tak lupa dialasi dengan sleeping bag yang hangat, kemudian ia membetulkan sebuah plester di dahinya yang mulai terlepas. Setelah itu, ia mulai duduk di pojok ruangan dan menyantap sebuah daging dendeng kalengan yang tanggal kedaluwarsanya sudah tiga bulan yang lalu.

Setelah menghabiskan setengah kaleng, ia berjalan menuju jendela terbuka yang tak berkaca itu. Ia mulai mengenakan sebuah kacamata yang lensanya dapat berfungsi untuk melihat di tengah kegelapan, yang tentunya merupakan hasil dari barang curiannya di minimarket terbengkalai. Kacamatanya sudah agak rusak, jadi ia tetap harus menggunakan bantuan cahaya senter.

Sambil menopang dagunya di jendela dan menyorotkan senternya, ia bisa melihat pemandangan kota di malam hari. Tapi sebenarnya ia masih bertanya-tanya dengan sebuah bangkai pesawat yang ditinggalkan di tengah lapangan. Dari atas sana, bangkai pesawat itu terlihat sangat jelas. Ia sedikit curiga dan merasa bahwa pesawat tersebut baru saja jatuh disana sekitar 1-2 bulan yang lalu.

Setelah merenungkan tentang bangkai pesawat, ia mulai meletakkan senternya yang masih menyala. Kemudian ia mengambil dua buah ponsel dari saku celananya. Yang satu adalah ponsel miliknya dan yang satu lagi milik si anak laki-laki yang pingsan itu. Dalam dua ponsel yang berbeda, ia membuka sebuah aplikasi yang sama, aplikasi bernama Neuland.

" Your position is 1 km away from home. Enter the home to join the group chat. "

Kedua ponsel itu menampilkan sebuah tulisan yang sama melalui aplikasi yang sama pula. Kemudian ia mematikan kedua ponselnya dan beralih menyalakan senternya lagi untuk disorotkan keluar. Dari atas sana, ia bisa melihat salah satu rumah paling terang. Jika prediksinya benar, pasti rumah itu adalah rumah yang dimaksud oleh aplikasi di ponselnya.

Haruskah ia pergi kesana?

Ketika ia masih memikirkan hal tersebut, ia mulai mendengar suara pergerakan yang samar-samar dari belakangnya. Hal itu membuatnya otomatis berbalik dan mengarahkan senternya. 

"Ah, silau," ujar seorang anak laki-laki yang baru saja terbangun dari pingsannya. Ia menutupi wajahnya dengan tangan karena kesilauan akan cahaya senter.

Yang menyorotkan senter pun ikut mendekat dan bertanya, "Sudah sadar, Kak Beomgyu?"

Anak yang dipanggil Beomgyu itu kaget dan memundurkan dirinya pelan-pelan ketika orang dihadapannya mulai mendekat. Beomgyu panik, "Kau tahu namaku? Siapa kau? Dimana aku? Kenapa aku bisa ada disini?"

"Namaku Kang Taehyun. Aku melihat profil akunmu di Neuland," anak yang mengaku bernama Taehyun itu memberikan ponsel milik Beomgyu yang sedari tadi ia pegang.

"Neuland?"

"Aku juga tidak tahu apa itu Neuland."

Beomgyu tak membalas. Ia hanya menghembuskan napasnya pelan dan meringis kecil ketika merasa kepalanya sakit. Tetapi kemudian tangannya mulai meraba bagian lehernya dan menyentuh sebuah kalung perak yang menggantung disana.

NEULAND | txt ft. itzyWhere stories live. Discover now