Part 36

1.2K 240 38
                                    

Hanya dalam waktu beberapa jam, matahari akan tumbang di sebelah barat. Semburat senja mulai menghiasi langit. Angin berembus sepoi-sepoi. Carissa, Zen, Al, De, dan Ve hanya duduk diam bersandarkan pada dinding atap yang menjadi pembatas.

Ve baru sadar setengah jam yang lalu dan kini tubuhnya tetap hanya terkulai lemas. Di sampingnya ada Al yang bersiaga jika gadis itu kenapa-kenapa, walau tubuhnya sendiri pun tidak lebih baik. De yang biasanya terlihat datar, tidak peduli, dan cuek, kini terlihat sangat putus asa. Carissa yang biasanya semangat dan membawa hawa positif hanya menopang dagu menatap langit, seolah menerawang nasib mereka yang tidak jelas. Zen pun hanya tergeletak memejamkan mata, berniat untuk tidur, tapi pikirannya berkecamuk.

Tidak ada satu pun robot yang mengejar mereka sampai ke atas atap. Hanya saja kalau mereka memutuskan untuk turun, mereka harus bertemu dengan para robot itu. Jadi siapa pun orang di balik ini semua, dia berharap kelima remaja itu berada di tempat ini. Tapi sampai detik ini pun tidak ada yang terjadi. Dan sejujurnya mereka berharap tidak ada yang terjadi kerena fisik dan jiwa mereka belum siap untuk melanjutkan 'kejutan' apa pun yang akan terjadi.

"Kita harus apa?" tanya De memecah keheningan.

Carissa hanya menggeleng. Dia sering menemukan jalan buntu, tapi dia tidak pernah bertemu jalan buntu dan keputusasaan bersama.

"Apakah kita akan bermalam di sini?"" tanya Ve parau.

"Kita tidak bisa ke mana-mana," balas Al pelan.

De berkerut. Dia menyadari ada sesuatu yang hilang. "Di mana Javera?"

Carissa melirik Zen, namun yang dilirik hanya diam mengabaikan. Carissa menghela napas panjang. Dia berniat menjawab. Tapi sebelum itu, suaranya lebih dulu dikalahkan dengan suara helikopter yang membuat mereka tersentak. Semua orang langsung siaga termasuk Ve. Sebuah helikopter bewarna hitam-merah bergerak mendekati mereka.

"Bantuan?" tanya Al bingung.

"Atau...."

Helikopter itu tepat berada beberapa meter di atas kepala mereka, membuat debu-debu berhamburan dan suara desingan yang memekakan, membuat mereka harus menutup telinga dan wajah. Secara tiba-tiba, sesuatu dijatuhkan dari atas sana. Sebuah jaring-jaring yang berisi bola-bola besi berukuran. Ketika jaring itu dijatuhkan, semua bola yang ada di dalamnya langsung menggelinding ke setiap sisi gedung. Kelima remaja itu hanya menoleh kebingungan. Helikopter itu pergi.

"Apa yang terjadi?"

Al berniat mengambil salah satu bola itu tapi Zen langsung berseru. "Jangan sentuh!" Zen memandang keempat temannnya. "Jangan ada yang sentuh apa pun!"

Saat itu juga, setiap bola yang ada di sana memancarkan satu titik cahaya merah. Kemudian mendadak sebuah desingan terdengar bersahut-sahutan. Itu bukan bola biasa. Bola itu terbuka, melebar, meninggi, dan dengan berbagai bentukan perubahan yang memusingkan, robot-robot humanoid bermunculan.

Robot humanoid mirip mereka. Sama seperti yang mereka temukan sebelumnya.

Seketika itu juga, Al, Ve, De, Zen, dan Carissa langsung panik. Zen yang ada paling dekat dengan Carissa segera menerobos menghampiri gadis itu sebelum robot-robot ini menghalusinasinya lagi.

"Zen! Zen! Kau masih sungguhan Zen kan?" tanya Carissa panik.

"Tenang, tenang, aku Zen," ucap Zen sambil mengandeng tangan Caarissa kuat.

Di sisi lain, Ve dan Al bisa segera bersama. Tapi De terlanjur terpisah, mendekat ke arah Al atau Zen tak ada gunanya. Jadi berbekal ingatan terakhir yang dia lihat sebelum robot-robot ini bermunculan, dia tahu di mana letak Al-Ve dan Zen-Ve yang asli.

The Lost Cityحيث تعيش القصص. اكتشف الآن