Part 1

19.2K 1.6K 220
                                    

Kobe, Jepang, 3103

Tet! Tet! Tet!

Ugh! Aku benci alarm. Jika ada seseorang yang ingin menghancurkan atau bahkan menghapuskan alarm di dunia ini, maka aku akan menjadi orang pertama yang mendukungnya.

Aku bergerak malas di atas kasur. Hawa silir AC yang membelai tubuhku seakan membuatku ingin mengabaikan alarm di atas nakas itu tetap berbunyi. Tapi telingaku meraung untuk tidak mendengarkannya. Dengan terpaksa aku bangun dari kasur dan mendekati jam proyektor di samping kasurku. Aku mengarahkan mataku ke sana dan barulah alarm itu berhenti berbunyi. Begitulah cara mematikan alarm yang sangat membuatku sebal. Kalau aku tidak membuka mataku, alarm itu tidak akan berhenti. Tapi kalau aku tidak menyetel alarm, bisa jadi dua hari lagi aku baru bangun dan melupakan semua tugas kuliahku.

Ya, di sinilah aku. Di salah satu apartemen di suatu kota di suatu negara yang dijuluki Negeri Sakura. Hampir genap tiga tahun berlalu semenjak kotaku, Lungsod, kembali meraih masa depan yang menjanjikan. Sejak saat itu, kotaku mulai terkenal. Kota yang tidak banyak orang yang tahu, kota yang bahkan tidak mengikuti negara mana pun, kini menjadi salah satu daya tarik wisata orang-orang di penjuru dunia. Di sana telah didirikan sebuah museum untuk mengingat masa-masa kelam Kota Lungsod lengkap dengan kisah bagaimana aku dan teman-temanku yang lain memperjuangkan Kota Lungsod untuk kembali.

Jadi semenjak hari itu pula, aku mulai terkenal. Bukan hanya aku, tapi Zen, Triv, Smith, dan Aaron juga. Kami diberitakan di banyak televisi dan surat kabar, diundang di banyak acara, dan yang lebih penting kami mendapat masa depan kami kembali.

Dua tahun yang lalu, aku mendapat tawaran untuk kuliah di beberapa universitas negeri di penjuru dunia secara gratis. Setelah menimang-nimang, dengan izin dari ibu juga, aku memilih Universitas Kobe dengan jurusan Astronomi. Berbeda dengan Zen, dia mendapat kesempatan untuk masuk ke dalam militer internasional paling terkenal di dunia, Wolrd Protector Forces (WPF), tanpa tes. Padahal untuk masuk ke sana perlu berjuang hampir satu tahun. Dengar-dengar, Rentetan tes yang tiada henti selalu menghantui para pemuda yang ingin masuk ke sana. Tapi dengan pengalaman Zen yang sudah dihantam berulang kali saat kami bersama dulu membuat pihak WPF yakin merekrut Zen. Sebenarnya Zen tidak serta merta langsung masuk begitu saja. Dia disuruh mempraktekkan keahlian yang dia bisa. Dan untuk pemuda yang ahli memakai dua pedang sekaligus, siapa yang tidak kagum?

Triv, dia memilih untuk tetap tinggal di Lungsod. Tapi di sana dia mendirikan sebuah restoran yang dihadiahkan oleh salah seorang bangsawan. Triv tidak sendiri. Dia bekerja sama dengan Sara, sahabat terbaikku. Berbekal pengalaman Sara di kelas pemasak dulu, mereka berhasil membuat restoran mereka terkenal sampai mancanegara.

Aaron dan Smith, mereka bekerja sama mendirikan sebuah sekolah militer. Sekolah itu mirip seperti kelas petarung pada masaku. Di sana para murid akan dilatih menggunakan banyak senjata, sesuai yang mereka mampu. Aku harap tidak ada lagi yang akan menyamai rekorku sebagai seorang murid yang bahkan selama sembilan bulan berlatih, belum bisa menguasai satu senjata pun. Melalui sekolah militer ini juga, WPF membuka jalur khusus, dan hanya satu-satunya jalur yang dibuka WPF selain mendaftar melalui WPF itu sendiri.

Kadang aku jadi teringat hari ketika kami berlima berkumpul di lantai dasar Departemen Keamanan sekitar dua tahun yang lalu. Di gedung itu pertama kalinya kami bertemu. Di tempat itu adalah saksi bisu pertama bagaimana kami bertengkar tiada habisnya. Dan tibalah hari di mana di tempat itulah juga akhirnya kami memutuskan untuk menempuh jalan kami sendiri-sendiri. Aku akan pergi ke Jepang, Zen pergi ke Inggris di mana basis WPF berada, Triv akan sibuk dengan restorannya, juga Aaron dan Smith yang akan fokus dengan sekolah militernya. Semenjak hari itu juga kami tidak pernah bertemu secara langsung. Aku hanya sesekali menelepon mereka atau menghubungi mereka lewat video call.

The Lost CityWhere stories live. Discover now