delivery martabak

26 4 0
                                    

Suara ketukan pintu membuat Ara sedikit berlari, pasalnya gadis itu sedang menunggu delivery order-nya yang sejak tiga puluh menit lalu tidak ada kabar.

"Tunggu, sebentar!" teriak Ara dari dalam.

Dengan wajah ceria, gadis itu membuka pintu. Namun, ekspektasinya pecah saat yang ia lihat bukanlah kurir pembawa ayam goreng yang ia harapkan.

"Deon? Lo ngapain?"

"Hai, Ra!"

Ara masih mematung melihat Deon berdiri di depan pintu rumahnya. Sambil membawa kantong plastik putih berukuran agak besar. Dari aromanya, Ara tau isi kantong itu pasti martabak coklat keju kesukaan Ara.

"Kok lo bengong?" tanya Deon sambil melambaikan tangannya di depan wajah Ara.

"Gue nggak diajak masuk gitu, Ra? Gue harus tetep berdiri di sini?"

Gadis yang masih memakai piayamanya menarik napas dalam, sabarnya kini harus diisi ulang. Menghadapi manusia seperti Deon butuh energi banyak.

"Lo ngapain ke sini, Deon?" tanya Ara lagi.

"Oh, ini. Martabak buat lo. Gue nggak sengaja beli."

Sembari Deon menyodorkan kantong plastik itu, Ara pun menjulurkan tangannya untuk mendorong kantong itu menjauh dari tubuhnya.

"Keluar rumah buat beli martabak, terus berhenti di rumah gue, itu nggak bisa dibilang nggak sengaja, Deon. Terlalu panjang alurnya."

Deon diam karena siasatnya terbaca.

"Gue tau tujuan lo, Deon."

Laki-laki di hadapan Ara diam setelah kalimat terakhir Ara. Walaupun di buat biasa saja, wajah laki-laki itu tetap tergambar kecewa saat pemberiannya ditolak.

"Deon, gue udah nggak tau harus bersikap gimana lagi ke lo."

"gue nggak nyaman kalau lo begini terus. Emang nggak cukup komunikasi kita di kampus?"

"gue nggak bisa secara gamblang ngejauh dari lo, dan nggak bisa juga pergi gitu aja dari kehidupan lo."

"tapi kalau kaya gini, gue nggak bisa."

"Kita bisa ulang dari awal, Ra," potong Deon dengan nada yang lebih serius dari Ara. "Kita bisa ulang ini dari awal."

"Nggak bisa, Deon. Walaupun diulang, rasanya nggak akan sama. Masih ada bekas yang nggak bisa ilang."

"Gue nggak peduli, Ra. Gue nggak peduli itu."

"Tapi gue nggak bisa hidup di dalam bayang-bayang bersalah, Deon. Lo nggak paham perasaan gue."

"di sini gue yang salah. Gue udah main belakang sama..."

"Gue nggak peduli apapun yang terjadi sama lo kemarin, Ra."

"Tapi ini kesalahan yang fatal, Deon. Gue udah..."

"Gue nggak mau tau, Ra."

"Lo tetep nggak mau tau kalo gue udah nggak virgin lagi?"

"lo masih mau ngajak balikan setelah lo tau itu? Bahkan gue rasa, jadi teman gue aja lo nggak mau."

"gue udah nggak suci, Deon. Gue udah hina."

"Ra-"

"Deon, pulang. Mau hujan. Lo kesini naik motor bukan mobil."

Pintu coklat di hadapan Deon di tutup paksa oleh sang empu. Sekuat apapun Deon menahannya, Ara lebih kuat dengan emosi yang dia punya sekarang.

Benar kata Ara. Seperti kisah menyedihkan yang klise, hujan turun bersama sesak yang ada di hati Deon.

Seberapa kuat Deon menepis rasa sakitnya, hatinya sesak mendengar kalimat itu langsung dari Ara, gadis yang seharusnya ia jaga dengan baik.

Giginya beradu sampai rahangnya mengeras. Saat ini bukan sepenuhnya salah Deon. Ia juga tidak ingin menyalahkan Ara dan dirinya.

Lalu, salah siapa kali ini?

Hujan semakin ramai turun ke bumi. Awan berubah lebih gelap, guruh awan menggema hebat. Motor yang terparkir di depan pagar pun sudah kuyup.

Laki-laki patah hati itu masih diam meratapi pintu coklat yang beberapa menit lalu mengusirnya secara paksa. Dan, kini dia berpikir. Mungkin ini adalah akhir. Dan mungkin ini yang terbaik.

🍕

Maaf, Deon.

🍕

[Author's Note]

S

akit banget jadi Deon. Kerasa banget kecewanya😭 maaf yaa kalian semua, hobi gue emang nyiksa kaliaaaan☹️

Yuk yang udah baca sampai part ini, dilike, comment, dan jangan lupa follow aku yaaa!

TNS [4] : Arandeon✔Where stories live. Discover now