"Mada!" nyaris aja pisau yang dipakai untuk mengolesi selai itu melayang ke muka gue. Gue ketawa, puas banget sampe harus pegangan ke sisi meja makan. "Mau bongkar-bongkaran nih? Mau aku ungkit seberapa bucinnya kamu sama aku kalo—"

'Cup!'

"Berisik ah, masih pagi udah ngomel aja."

Lihat apa yang terjadi?

Arsha langsung diem, badannya kaku, yang bergerak cuma kedua matanya karena berkedip cepat. Harusnya dia gak perlu kaget lagi dengan hal-hal seperti ini. Tapi entah kenapa, setiap kali gue memperlakukannya dengan cara demikian, perempuan itu selalu kelihatan shock hingga membuat gue semakin ingin dan ingin untuk menggodanya.

"Sha, yang malem kurang deh."

"H-hah? Malem apa? Kurang apa?"

Wajah gue condong kearahnya, meski harus sedikit membungkuk gue tidak masalah yang penting sekarang bibir gue tepat bergesekan dengan pipinya.

"Yang malem, Sha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yang malem, Sha." bisik gue.

Satu detik,

Tiga detik,

Baru di detik kelima perempuan itu mengusap wajah gue kasar tak peduli walau tangannya penuh selai.

"MADA WINOTO HUANG!" teriakannya menggema di seluruh kamar apartemen ini, "KAMU TAU GAK SEMALEM KAMU HAMPIR KEBABLASAN?! KAMU TAU GAK KALO AKU MASIH TRIMESTER PERTAMA?!"

Bisa gak sih dia tuh gak usah teriak-teriak gitu? Gue tau tetangga gak akan peduli, tapi kan ngedengernya jadi ... aduh, kok malu sendiri sih jadinya?

"Kan nggak jadi." Gue membela diri, "Lagian ... kalaupun bablas ... gak akan kenapa-napa kok. Iya kan?" Tangan gue mendarat di perutnya, meminta persetujuan kepada satu nyawa yang bentuknya masih berupa gumpalan.

"A-aaah! Sakit!"

"Mandi! Sarapan! Gak usah macem-macem!" Arsha menarik rambut gue dengan kasar, menjauhkan gue dari perutnya hingga kini kepala gue mengikuti kemana arah tangannya bergerak. Apa gue bilang, Arsha jadi galak. Apa-apa maen jambak, apa-apa maen mukul, padahal dia tuh nggak kayak gini sumpah. Kayak yang gak tau aja lo gimana lembut dan polosnya perempuan usil ini.

"Kamu kenapa sih suka banget jambak-jambak aku?!" Pekik gue tak terima, masih memegangi kepala gue yang sudah tidak lagi menjadi korban kebrutalannya.

"Abisnya gemeeesss!" Lu kali yang gemes, suka gak sadar diri nih calon ibu. "Lagian rambut kamu sama rambut aku kayaknya panjangan rambut kamu, gemes pengen kuncir ditengah!"

"Enak aja!" Ucap gue tak terima, "Emangnya Mada apaan, pake dikuncir-kuncir segala!"

"Gak diturutin bayinya ngeces, mau kamu?"

"Bayinya apa ibunya?" Ujung hidung gue lagi-lagi mengenai wajahnya, "Udah, aku mandi dulu. Kamu abis sarapan mandi juga, mau eskrim kan?"

Arsha gelagapan, pelan sekali dia mengangguk. "Iya, sarapan, mandi." katanya. Sok-sokan mau jailin gue, sendirinya masih kelabakan padahal cuma digituin doang.

TIGA BELAS JIWATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang