13

3.4K 524 109
                                    

Taehyung tidak tahu kalau ternyata calon tunangan kakaknya begitu asik mengajaknya berbincang. Bahkan lelaki itu banyak sekali helakan tawa. Taehyung tak bisa elakkan perasaannya yang membuncah bahagia. Sukai saat lelaki yang pegang tinggi jabatan di perusahaan ternama itu kuarkan tawa karena dirinya. Seperti yang Taehyung bilang sebelumnya, suara putra keluarga Jeon itu ganteng.

"Terus gimana? Kamu jadi marahan sama Jimin waktu itu?" Lelaki Jeon lipat kedua lengannnya diatas meja, condongkan badan dan terus tatap Taehyung yang asik bercerita.

Taehyung mengangguk antusias, "Iya! Tapi, nggak lama. Karena setelahnya aku minta maaf udah jahilin dia." tawanya menguar. Jeongguk suka dengarnya.

Ponsel Taehyung bergetar, buat konversasi mereka terhenti sejenak. Jeongguk sedikit melirik ponsel Taehyung yang ternyata memasang lockscreen foto punggungnya. Tak ingin terkesan terlalu mencampuri urusan, Jeongguk memilih diam dan menatap Taehyung.

"Kenapa, Tae? Kakak kamu suruh pulang?" Sandarkan badannya pada badan kursi. Menatap pemuda didepannya yang tersenyum kikuk.

"Bukan, mas." Mainkan jarinya sebentar karena malu. "Pesan dari operator, kuota saya habis." Taehyung berikan senyuman malu di akhir.

Jeongguk mendengus geli. "Nggak apa-apa, nanti saya belikan kamu kuota."

"Eh? Serius, mas?"

Jeongguk balas dengan anggukan mantap. "Iya, Taehyung."

Taehyung mengambil minumannya yang tersisa setengah; tumpu dagu dengan telapak tangan, siku yang bersandar di meja setelahnya. Menatap figur Jeongguk yang memang terlewat tampan. "Mas Jeongguk, gimana rasanya bentar lagi tunangan sama kak Jen?"

Bisa Taehyung lihat, Jeongguk didepannya pasang wajah datar. Tampak tak begitu tertarik dengan topik yang dibahas. "Hm, biasa aja."

"Kenapa mas jawab biasa aja? Mas nggak deg-degan?" Salahkan dirinya yang terlalu penasaran hubungan kelewat monoton antara kakaknya dengan calon tunangannya sendiri. "Padahal besok mas resmi tunangan dengan kak Jen."

"Because I already have someone that I love." Jawab Jeongguk sambil tatap pemuda didepannya serius. "Dan bukan kakak kamu orangnya."

Entah ia harus pikirkan perasaan kakaknya atau dirinya yang juga menyukai Jeongguk. Tapi, saat ini Taehyung merasa kalau ia ingin segera pulang untuk beritahukan kakaknya mengenai informasi tadi.

"O-oh? Wow. Saya boleh tau, mas, orangnya?" Berusaha kendalikan dirinya untuk tidak langsung pulang, telepon Jimin dan cerita panjang lebar sambil menangis. Setidaknya ia harus tahu dulu siapa orang yang Jeongguk cintai.

Jeongguk berdeham sebentar, berusaha tidak terlihat gugup didepan crush-nya. Debaran jantung yang semakin cepat tak bisa dihela. Ini saat dimana ia harus nyatakan pada Taehyung.

Tunjuk Taehyung dengan dagunya sebagai jawaban; yang tentu tidak dimengerti oleh Taehyung. Malahan lelaki itu menoleh ke belakang, menatap wanita muda yang tampak asik berbincang dengan seorang lelaki. "Oh, mas Jeongguk suka sama mbak itu?"

Jeongguk menggeleng. Dahi Taehyung semakin mengerut. Lalu siapa yang dimak—oh, tidak.

"Maksud mas, sa-saya?" Tunjuk dirinya dengan wajah terkejut. Lebih terkejut lagi karena Jeongguk mengangguk malu sebagai respon. Pekikan keras tak bisa ditahan Taehyung. "Mas Jeongguk jangan bercanda!"

Jeongguk mendengus geli, total abaikan wajahnya yang merona karena telah beritahukan perasaannya pada Taehyung secara tidak langsung. "Saya nggak bercanda." Jawabnya serius.

"Bohong!" Taehyung masih tak percaya. Peduli amat jantungnya semakin berdebar juga wajahnya yang makin merona.

"Saya serius, Taehyung. Somi juga tahu. Bahkan kayaknya—teman kamu si Jimin itu juga tahu." Jelas Jeongguk tenang. "Kamu memangnya nggak sadar? Kamu kira saya kenapa telepon kamu setelah kamu pergi dari kafe? Kamu kira kenapa saya telepon kamu tadi malam, hm? Perhatian saya dari awal sudah tertuju ke kamu, Taehyung."

Terpaku sejenak. Bahkan Taehyung melongo, berusaha mengingat-ingat. Memang sedari awal ini semua aneh. Kenapa ia baru sadar?

"Taehyung, kenapa diam?" Tangan Jeongguk terulur untuk menepuk pelan punggung tangan Taehyung.

"S-saya nggak tahu mau respon gimana, mas. Maaf." Menunduk malu, tak berani beradu tatap dengan Jeongguk.

"Kalau begini, saya makin gemas sama kamu, Taehyung." Tutur Jeongguk seraya helakan tawa pelan. Nikmati rona merah yang penuhi kedua pipi Taehyung.

"M-mas, kalau gitu kenapa masih lanjutkan pertunangan sama kak Jennie?" Angkat kepalanya sedikit, tatap wajah Jeongguk yang menatapnya teduh.

"Bunda inginnya saya nanti nikahkan kakak kamu." Jeongguk jelaskan pelan. "Tapi, saya belum jelaskan ke Bunda kalau yang saya cintai itu kamu."

"Te-terus, gimana? Um—saya sama mas ini gimana nanti?" Taehyung bertanya, gugup. Tahu kalau sebenarnya ia tidak harus berharap banyak walau Jeongguk juga memiliki rasa padanya.

Jeongguk tersenyum, "Memangnya kamu juga suka saya?" tanyanya. "Keputusan saya setelahnya tergantung dari jawaban kamu. Walaupun jawaban kamu tidak sesuai dengan yang saya harap, saya tetap akan berusaha untuk dapati kamu, Taehyung."

Suasana sekitar makin hangat, belum lagi lagu klasik terdengar sebagai backsound. Buat Taehyung makin berdebar untuk berikan jawaban.

"Um—gimana ya, mas?" Tundukkan kepala karena malu, gugup. "M—mas sendiri pasti udah tahu jawabannya. I'm really that obvious, right?" Tanyanya pelan.

Deguk tawa Jeongguk berhasil buat Taehyung semakin berdesir dan malu untuk berikan jawaban. "Mas! Jangan ketawa!" Rajuknya.

"Saya mau dengar langsung, Taehyung." Jeongguk berikan tatapan teduh. Taehyung lemah.

Ragu, Taehyung menjawab pelan, "Iya." Wajahnya merona merah. Ingatkan ia setelah pulang nanti untuk menelepon Jimin dan ceritakan ini semua.

Jeongguk mengangguk. "Saya tahu." Putra keluarga Jeon itu tampak lirik arloji yang sudah tunjukkan pukul 5 sore. "Kamu tenang aja. Nanti saya yang akan usaha setelah ini. Kamu tunggu saya, ya?"

Taehyung mengangguk pelan. "Iya, mas."

Jeongguk tersenyum. "Ayo, saya antar pulang."

"Jangan, mas." Taehyung beri penolakan. "Saya nggak mau nanti kakak tanya macam-macam. Saya juga nggak tahu nanti mesti berikan jawaban kayak apa."

"Kalau begitu saya pesankan taksi, ya?" Jeongguk tawarkan senyum tampannya. Garuk tengkuk setelahnya, karena takut Taehyung merasa tak nyaman. Bagaimanapun, kenyamanan Taehyung adalah prioritasnya. "Kalau kamu mau, tentu. Kalau tidak, saya akan tunggu kamu sampai dijemput nanti. Saya tidak mau paksa kamu."

Sedikit tersentuh karena awalnya ia mengira Jeongguk tidak mau ditolak tawarannya, berakhir memaksa. Ternyata tidak. "Saya mau naik taksi, mas."

"Um—saya antar kamu ke depan, ya? Saya pesankan taksi sekarang."

Taehyung makin-makin jatuh cinta saat setelahnya Jeongguk antarnya ke depan, beri elusan pelan di bahu sebelum dirinya masuk ke mobil taksi. Juga, ucapan yang buat Taehyung tak henti tersenyum di kursi penumpang.

"Kamu hati-hati, ya? Nanti kabari saya kalau kamu sudah sampai. Dan—um, saya harap kamu nanti malam tidak matikan sambungan saat saya telepon kamu."

Taehyung tidak sabar ceritakan semuanya pada Jimin.

[]

Terpantau oknum J ingin lancarkan serangan pendekatan, bos.

hardWhere stories live. Discover now