9

3.7K 542 95
                                    

"Jangan angkat, Jim. Jangan. Itu mas Jeongguk." Gelengkan kepala berulang kali, tak ingin menatap layar ponselnya yang terus bergetar. Tampilkan berapa kali nama 'Somi' di layar. "Ponsel Somi disita sama mas Jeongguk."

Keduanya masih berada didalam mobil Jimin. Taehyung tak ingin masuk ke dalam rumah. Malas, bilang. Ingin jalan-jalan saja. Tenangkan diri. Masih syok soal tadi. Ekspetasi terhadap gebetannya buyar.

Jimin yang lihat tak tega. Tau kalau bukan salah Taehyung ingin menyukai dengan sangat tunangan kakaknya sendiri. Karena jauh sebelum ini pun, Taehyung sudah lebih dulu naksir. Abaikan rengekan bercampur isakan halus dari sahabatnya, Jimin rebut ponsel yang berada di genggaman Taehyung dan mengangkatnya.

"Halo, Somi?" Pura-pura tidak tahu lebih baik. Jimin penasaran alasan lelaki kaya itu menelepon Taehyung setelah bertemu tadi siang. Lagipula keduanya bukan berada dalam satu hubungan khusus, seharusnya tidak perlu.

Ucapan Taehyung benar adanya. Yang menjawab dari seberang suara Jeongguk.

"Kamu siapa?"

Sempat terlintas ingin tertawa sekaligus menghajar lelaki yang lebih tua darinya itu secara langsung. Pengecut, pikirnya. Kalau memang sukanya dengan Taehyung, kenapa tidak bergerak. Lakukan perlawanan? Ha. "Ini Jimin. Mas Jeongguk, ya?"

"O—oh. Taehyungnya ada?"

Peduli apa? Pikir Jimin. Tidak ada hubungan begitu. Jimin mendengus, "Ada. Disamping saya. Kenapa, mas? Ada yang mau disampaikan?"

Terdengar hening sejenak. "Saya mau bicara sama Taehyung."

Lontaran tawa itu akhirnya terdengar. Jimin alihkan menjadi mode speaker, sengaja. "Kondisi Taehyung lagi nggak memungkinkan untuk diajak ngobrol, mas."

Taehyung terkejut, usap air matanya kasar dan merengek. Isakannya tak henti. "Ih—Jimin. Uh—udah dibilang jangan diang—kat, kok."

"Taehyung?" Lelaki diseberang terdengar sedikit khawatir. Jimin semakin kesal. Kenapa tidak tahu diri sekali, huh.

"Nggak mau." Isakannya terdengar. "Uh—maaf, mas, saya lagi—nggak bisa. Uh—nggak bisa. Nanti aja kalau mau tanya soal kak Jennie. Saya—uh, Jim, matikan."

Semakin tak tahan dengar isakan Taehyung. Ingin segera beri pelukan. "Udah dengar sendiri, kan, mas?"

"Dimana?"

Tanpa pikir panjang, Jimin menyahut. "Jalan. Saya sama Taehyung mau jalan. Urusan mas Jeongguk udah selesai, kan? Saya tutup. Maaf, mas."

Sambungan terputus. Lengkap dinonaktifkan langsung oleh Jimin. Tarik Taehyung dalam pelukan. Biarkan sahabatnya menangis keras.

"Jim—aku salah, ya? Tapi—aku nggak—minta. Nggak tau kalau itu mas Jeongguk. Uh—aku takut, kak Jennie marah." Bahunya bergetar. "Kamu—tau kan, kakak kalau marah bangdt gimana? Aku—takut. Kak Jennie juga mau menikah sama mas Jeongguk, Jimin. Dia suka banget sama mas Jeongguk!"

"Iya, Taehyung, iya." Jimin bentuk pola abstrak pada punggung Taehyung. Berusaha tenangkan. "Nggak apa, nangis aja dulu."

Taehyung lepaskan pelukan. Tarik napas berulang kali untuk menenangkan diri. Pasang senyuman hingga maniknya menghilang karena kelopaknya membengkak. "Nggak apa. Dari awal aku udah bilang ke kamu; kalau aku udah tau mas crush aku punya pasangan, dan nggak memungkinkan untuk dekat—aku mundur."

Jimin tepuk pelan pipi Taehyung, pasang senyuman manis juga untuk menyemangati. "Ayo, kita jalan."

"Kamu habis telepon siapa, Gukkie?" Jennie sibuk aplikasikan lipstik serta tata rambutnya cepat waktu Jeongguk kembali masuk ke dalam mobil.

Bohong kalau Jennie tak sadar, Jennie jelas melihat Jeongguk terkejut begitu lihat wanita surai hitam yang ada di kafe seberang butik. Sempat terlintas di pikiran kalau itu bisa saja mantan Jeongguk. Apalagi setelah wanita itu pergi, Jeongguk terburu untuk keluar mobil dan meneleponnya.

"Orang." jawab Jeongguk seadanya. Pasang seatbeltnya cepat dan melajukan mobil.

Jeongguk jelas terkejut bercampur khawatir saat tatap matanya bertubrukan dengan Taehyung di seberang butik tadi. Tak menyangka akan bertemu. Pikirnya, Taehyung sudah mengetahui sosok gebetan anonimnya. Tak heran lelaki manis itu langsung tinggalkan kafe lepas bertatap sejenak dengannya.

"Oh, mantan kamu?" Jennie bertanya langsung, tatap lurus tunangannya. "Kamu telepon mantan kamu, kan?" Nadanya terdengar memaksa untuk dijawab.

Putra keluarga Jeon itu kerutkan dahi, "Saya nggak punya mantan." jawabnya datar.

"Terus wanita rambut hitam tadi siapa, Gukkie?"

Semakin bingung dengan pertanyaan wanita disampingnya. Jeongguk memutuskan untuk tidak menjawab. Bungkam. Beri atensi penuh pada jalanan yang ramai—macet. Ingin cepat antar wanita disampingnya ke rumah—sesuai yang diminta calon adik iparnya.

"Gukkie, jawab." Wanita disebelahnya bertanya lirih—setengah memaksa, tentunya. Tuntut jawaban. "Aku tunangan kamu. Perempuan rambut hitam yang kamu lihat di kafe seberang butik itu siapa?"

"Saya nggak tau siapa yang kamu maksud. Buat apa saya jawab?" Balasnya tanpa perlu ramah tamah.

Senyum sendu tampak di wajah si wanita. "Aku lihat jelas kamu tadi kaget begitu balik badan. Kamu lihat kafe seberang lama, perhatikan perempuan rambut hitam tadi."

Jeongguk tersadar. Yang dilihat Jennie bukan Taehyung, melainkan perempuan yang duduk di bangku bersebelahan dengan milik Taehyung dan Jimin. Mungkin itu yang membuat salah paham. Buncahan rasa lega sedikit terselip.

"Bukan siapa-siapa." Jawabnya. Jelas buat Jennie semakin curiga—namun tak berani bertanya lebih jauh. Berniat untuk mencari tahu sendiri nantinya.

Mulai kurangi kecepatan mobilnya begitu hampir sampai di rumah Jennie. "Sudah sampai."

Jennie beri kecupan cepat di pipi Jeongguk. "Makasih, Gukkie." Selipkan beberapa helai rambutnya di belakang telinga dengan wajah memerah. "Um—aku cuma berusaha lebih dekat sama kamu. Kita kan sebentar lagi tunangan—bahkan menikah."

Jeongguk terdiam di tempat, semakin tatap datar wanita disampingnya. "Kamu belum resmi jadi tunangan saya—apalagi menikah dengan saya." Usap pipinya yang dikecup tadi. "Lagipula, yang saya cintai bukan kamu. Tapi, orang lain."

[]
bau-bau masalah nih 👀

hardWhere stories live. Discover now