Satu

2.8K 126 8
                                    

Hari pertama menjadi siswi kelas dua belas SMA tidak membuat semangat Vania luntur. Kenyataan bahwa liburan panjang sudah berakhir dan sebentar lagi ia akan menjalani hari-hari super sibuk yang dipenuhi dengan kelas tambahan pelajaran serta ujian tidak membuat Vania malas ke sekolah. Vania bahkan sudah merindukan suasana sekolah karena bosan libur terlalu lama. Apa ada diantara kalian yang seperti Vania?

"Van, mau bawa bekal nggak?" Tanya ibu Vania yang sedang menyiapkan beberapa kotak makanan. Sepertinya itu untuk kedua adik cowok dan ayahnya.

"Nggak dulu, Ma. Ntar aja kalau udah mulai pulanh sore. Hari ini palingan belajarnya sebentar doang. Pulangnya cepet," tolak Vania. Cewek itu menyendokkan nasi goreng ke piringnya lalu menaburkan kerupuk, mentimun, dan bawang goreng di atasnya. Sarapan kesukaan Vania sudah siap untuk disantap.

"Ma, boleh pakai motor nggak?" Tanya Vania penuh harap. Sudah sejak kelas sepuluh ia berharap dibolehkan mengendarai motor sendiri ke sekolah. Vania tidak mau selalu bergantung kepada ayahnya untuk pergi sekolah. Ribet urusannya jika tiba-tiba sang ayah ada urusan mendadak atau keluar kota. Vania harus naik ojek online. Vania sendiri sih tidak begitu mempermasalahkan berangkat dengan transportasi online itu. Tapi ibunya akan riweh dan berubah menjadi sangat cerewet. Setiap Vania terpaksa harus naik ojek online, sebelum berangkat ke sekolah ia harus mendengar berbagai petuah untuk berhati-hati dan selalu waspada dari ibunya. Ribet sekali bukan? Makanya Vania ingin sekali dibolehkan mengendarai motor sendiri ke sekolah.

"Nggak. Nggak aman kamu bawa motor sendirian. Papa masih bisa ngantar kamu." Itu ayahnya Vania, yang baru saja muncul dengan snelli yang tersampir di lengan kanannya dan tas kerja yang dijinjing di tangan kirinya. "Pagi, Sayang."

Vania merenggut sebal. Selalu saja dilarang. Padahal ia sudah kelas dua belas, sudah mempunyai SIM C dan KTP. Orang tuanya tidak perlu khawatir lagi jika suatu saat ia kena tilang.

"Aku kan udah punya SIM C sama KTP Pa, Ma. Udah lancar juga bawa motornya. Kenapa masih dilarang sih? Ribet jadinya kalau Papa tiba-tiba nggak bisa nganterin aku. Aku naik ojol aja Mama suka khawatir. Mendingan aku bawa motorkan?"

"Nggak ada tawar-menawar ya, Van. Kamu kira lagi di pasar apa. Sana habisin sarapan kamu. Ntar kamu malah ditinggal Papa." Ibu Vania sama sekali tidak peduli dengan permintaan anaknya tersebut. Vania benar-benar sebal! "Lagian salah sendiri nggak punya pacar. Nggak ada lagi yang antar-jemput kayak waktu sama Seno dulukan."

Vania memutar bola matanya malas. Lagi-lagi nama Seno yang diungkit. Apa ibunya ini tidak bisa mencari nama cowok lain. Vaniakan sudah lama putus. Untuk apa diungkit lagi? Ya walaupun saat ini Seno sedang berusaha memperjuangkannya sih.

"Aku sama Senokan udah lama putus, Ma. Ngapain dia antar-jemput aku lagi. Lagian dikira dia ojek apa?"

"Tapi kayaknya sebelum libur semester kemarin dia pernah beberapa jemput kamu deh. Kalian balikan lagi?"

"Nggak, Ma. Aku nggak balikan sam Seno. Udah ih Mama, bahas Seno mulu. Kayak nggak ada cowok lain aja." Vania menggigit mentimun dengan kasar karena merasa sebal masih disangkut pautkan dengan Seno.

"Ya kan Mama cuma nanya, Van. Kamu mah sewot banget."

"Di meja makan malah berantem. Udah-udah. Ma, panggil Rian sama Nino aja deh. Mereka kok nggak muncul-muncul dari tadi." Akhirnya keluarlah titah sang kepala keluarga yang menghentikan perdebatan kecil antara ibu dan anak itu. Ayah Vania memang terbaik!

***

"Vaniiiii! Kangen banget." Nora menubruk tubuh Vania tanpa ragu membuat Vania hampir saja terjungkal ke belakang.

"Hati-hati, Ra. Gue hampir jatuh," peringat Vania. Nora menampilkan cengirannya.

"Kangen banget, Vani." Nora menggoyang-goyangkan lengannya sehingga Vania yang sedang didekapannya ikut bergoyang.

VaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang