3. Rumah Tinggal

5 2 0
                                    

Tepat sebelum adzan magrib berkumandang, mereka telah sampai pada gang yang mengarah pada rumah Ara dan Hanum. Perjalanan memang tidak terlalu jauh, tapi karena mereka sering berhenti untuk melaksanakan solat atau pun makan, jadilah mereka membutuhkan waktu seharian untuk sampai pada tujuan. Belum lagi Edi memang mengendarai mobilnya dengan kecepatan pelan, kebiasaannya sejak dulu memang seperti itu.

"Sudah sampai, terimakasih Paman, bibi."ujar Ara sambil menyalimi mereka sebelum keluar dari mobil. Sebenarnya mereka akan mengantarkan Ara dan Hanum sampai depan rumah. Tetapi Ara menolak karna ia masih ingat dengan jelas bahwa rumahnya telah di jual atau belum? Itu pertanyaan terbesar yang amat sangat membuat kepalanya pusing. Ia hanya tak ingin bila melihat rumahnya dan kemungkinan buruk bahwa rumahnya telah terjual menyebabkan sepasang suami istri yang baik hati itu semakin di buat repot oleh Ara dan Hanum. Dengan mereka mengantar Ara dan Hanum sampai pada tujuan saja sudah amat sangat di syukuri oleh mereka berdua.

"Kami antarkan sampai rumah ya?"tawar Edi lagi berusaha memberikan pertolongan terbaik pada dua bocah yang di temukan istri tercinta, tetap gelengan kepala yang di berikan oleh Ara.

"Tidak usah paman, kami sudah berterimakasih banyak sudah di antarkan pada kampung kami."

"Ara belum bisa membayar kebaikan kalian, semoga Allah membayar kebaikan kalian dengan berlipat ganda."

"Aamiin."

"Yasudah kalau seperti itu, paman dan bibi pergi dulu. Kalian baik-baik di sini semoga jadi anak-anak sholeha."

"Aamiin terimakasih paman bibi dan dek Nazwa."ujar Ara menatap bayi mungil yang terlelpa.

"Iya, kamu baik baik di sini ya?!"ujar Zahra sendu, entah kenapa ia seakan tak rela melepaskan kedua anak itu untuk tinggal mandiri di lingkungan masyarakat belum lagi tidak ada nya orang tua yang berada di sisi mereka.

"Baik bibi."

"Daaah... Assalaamu'alaikum."

Mobil pun berlalu setelah mereka menjawab salam dari mereka.

"Fii amanillah Paman bibi."ujar Hanum yang sedari tadi diam karna masih mengumpulkan nyawanya yang baru terbangung dari tidur.

*
*
*

Ara tak menyangka, saat mengetuk pintu dan membuka pintu karna pintu tak terkunci. Ternyata ada sebuah keluarga yang tidak ia kenali mentap dirinya dan Hanum dengan tatapan bingung dan waspada.

"Siapa kalian?"tanya orang itu yang terduduk di sopa.

Ara dan Hanum hanya diam saja, bingung harus jawab apa.

"Ini rumah kami."celetuk Hanum menatap garang pada anak gadis yang duluan menatap mereka judes.

Kedua orang tua itu tampak semakin bingung. Siapa yang mengaku-ngaku bahwa rumah ini adalah rumah mereka sudah jelas mereka telah membeli rumah ini satu bulan yang lalu dengan semuanya beres. Lalu tiba-tiba ada dua orang anak mengaku bahwa rumah ini adalah rumah mereka? Mengingat berita di tv yang saat ini ramau maraknya penipuan. Ia jadi waspada terhadap kedua anak itu, apalagi dengan tampilan mereka yang kucel.

"Saya tanya sekali lagi siapa kalian."

"Sudah kamu bilang, kami yang punya rumah ini."

"Hey kau jangan mengaku-ngaku. Ini rumah ku."teriak gadis kecil yang judes itu.

"Ini rumah kami."

"Tolong! Tolong ada maling."teriak gadis itu tanpa dapat di cegah oleh orang tuanya.

Banyak warga yang berdatangan, dan cukup terkejut mendapati Ara dan Hanum berada di rumah lama mereka. Pak rt yang berada di sana belum cukup memahami situasi dan kondisi, ia masih mencerna perdebatan antara ketiga anak kecil itu.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 11, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Butiran TasbihWhere stories live. Discover now