2. Akan Selalu Ada Orang Baik

22 5 0
                                    

Di setiap peristiwa yang terjadi semuanya berkaitan dengan sebab akibat.

☆☆☆

Kumandang adzan terdengar nyaring di telinga Ara, ia membuka mata dan menatap sekeliling. Yang mulai ramai oleh masyarakat yang akan solat berjama'ah. Karna ia tertidur di shap perempuan ia pun dapat melihat beberapa perempuan yang mulai masuk dan mengenakan mukena. Ia menatap kesamping dan terdapat adiknya yang tengah tertidur lelap.

"Num ayo bangun."ujarnya sambil menggerakkan pundak Hanum yang tengah tertidur menyerong ke kanan.

"Eungh teh nanti."gumam Hanum merasakan kesadaran mimpinya mulai lenyap.

"Ayo solat subuh berjama'ah."ajak Ara, masih dengan menggerak-gerakkan tubuh Hanum. Bukan apa, orang-orang mulai ramai ke masjid dan di shap perempuan pun mulai ramai ibu-ibu dan anak-anak lainnya. Ia hanya malu bila mendapati adiknya dengan nyaman tertidur sedangkan yang lain khusus solat, itu akan membuyarkan khususan solat yang lain.

"Nanti aja Hanum solat sendiri."tolak Hanum kembali memejam kan mata dan berusaha meraih mimpinya untuk kembali.

Kekeh membangun kan Ara mengoyang-goyangkan badan Hanum. Membuat Hanum jengah dan menyerah, ia pun terduduk.

"Ade lupa ya? Bahwa solat berjamaah itu ganjarannya lebih besar loh dari solat munfarid, 27 berbanding 1. Dan klo munfarid belum tentu Al-fatihah nya bener. Jadi yuk bangun, kamu bangun basuh muka kita solat, teteh juga blom hudu nih. Yuk bareng."ajak Ara di sambut anggukan kepala oleh Hanum dengan pelan.

Setelah solat subuh, mereka pun saling bersalaman. Ara dan Hanum pun menyalimi ibu-ibu yang berada di sana. Ara tersenyum pada si ibu dengan baby perempuan yang mengenakan kerudung di tengah-tengah mereka, antara Ara dan ibu itu. 'MasyaAllah, dari kecil sudah di kenakan kerudung, persis seperti Uminya dulu padaku saat masih kecil'kagum Ara pada ibu-ibu tersebut.

Karna merasa Ara gadis yang terbuka dan pandai bersenyum, sang ibu pun bertanya.

"Adek kecil ini dari mana?"tanya halus ibu sambil melipat mukenanya, dan tersenyum tulus pada Hanum yang menatapnya. "Dari rumah bibi sama paman, mau pulang ke rumah."

"Emang rumahnya dimana?"

"Kuningan"

Ibu itu mengangguk, dan kembali mengajukan pertanyaan,"Sama siapa kesananya?"

"Berdua sama Hanum."ucap Ara menunjuk adiknya, si ibu nampak terkejut. Bagaimana bisa anak sekecil itu pergi keluar kota tanpa pengawasan orang dewasa.

"Kenapa cuman berdua?"tanyanya lagi menggali informasi mengapa, anak sekecil mereka berani untuk keluar kota bahkan saat sang fajar belum menunjukkan dirinya.

"Ara kabur dari rumah bibi."ujarnya dengan suara lirih.

"Loh ko kabur sayang?"

walau pun kaget, ia berusaha menetralkan mimik mukanya, jangan sampai karna kekagetan dirinya menyebabkan kedua gadis itu salah paham dan takut padanya.

"Ara ndak betah tinggal di sana, sering di pukuli. Orang tua Ara dan Hanum sudah tidak ada, sehingga nini menitipkan kami di rumah bibi, tapi bibi jahat sama kita." jelas Ara merunduk, Hanum yang sedari tadi diam kini memeluk kakanya dari samping. Orang bilang kaka adalah ia yang selalu melindungi, namun tidak bagi Hanum, ia merasa kakanya terlalu lemah untuk melindungi diri sendiri apalagi dirinya. Ia berjanji akan selalu melindungi kakaknya, tak akan membiarkan kakaknya larut akan kesedihan.

Si ibu merasa iba mengusap kepala Ara yang sudah terlepas mukena menyisahkan khimar hitamnya. "Inalillah ibu turut berduka atas kepergian orang tua kalian, nak ibu kebetulan akan ada kunjungan ke kota Ciledug, itu dekat dengan kuningan kan? Nanti kita akan ke kuningan dulu."

Butiran TasbihWhere stories live. Discover now