Chapter 8

307 21 14
                                    

Eren benar-benar menghilang.

Setelah kejadian saat Celine mendapatkan banyak opini dari sahabat serta kakaknya, ia benar-benar menjadi gila.

Ratusan pesan spam dia ke Eren baru dibaca saat malam hari. Namun, tidak ada satu pun yang dibalas bahkan sampai sekarang.

Seminggu lamanya Celine tidak masuk kerja, sehingga Helen harus meng-handle semuanya. Ia hanya mengurung diri di kamar, kemudian keluar untuk pergi ke tempat-tempat yang sekiranya Eren akan datangi. Kosan Eren, tongkrongan yang biasa mereka datangi, butik tante Eren, bahkan studio foto kecil milik Gibran. Eren tidak ada di mana pun. Bintang dan Teguh pun mengatakan bahwa sudah seminggu Eren tidak ke kampus. Terang saja Celine menjadi sangat panik.

Nomor Eren aktif. Setiap hari Celine menelepon dan mengirimkan pesan, selalu aktif. Namun, tidak satu pun pesan itu dibalas dan panggilannya dijawab. Eren benar-benar menghilang.

Keadaan Celine sudah tidak karuan. Mata sembab, rambut acak-acakan, dan rasa khawatir yang masih mengganggu membuat Celine uring-uringan. Apa yang dikatakan Erick di kafe kala itu benar-benar terjadi. Sang adik mendiamkan semua orang.

Ia berusaha bangun, mengumpulkan seluruh tenaga untuk membersihkan dirinya. Setidaknya ia masih sadar untuk keluar dari kamar meski hanya sekadar mengisi perut dengan makanan yang telah disiapkan oleh sang ibu.

Dengan dandanan seadanya, tanpa polesan make up, celana training, kaos oblong dan kardigan, ia memutuskan untuk sekali lagi mendatangi Ammy Collection. Meskipun nntinya Eren tidak ada di sana, setidaknya ia bisa tahu alasan Eren tidak bekerja.

Mobilnya melaju cukup kencang pada kondisi jalanan yang cukup lengang, merasakan kecepatan yang ia pacu membuat kegelisahannya sedikit berkurang.

Sesampainya di mal, Celine langsung berlari ke arah butik tanpa memedulikan orang-orang yang memandangnya. Bahkan, ketika sandal jepit yang Celine gunakan alasnya terlepas, ia tetap berjalan cepat sembari membetulkan sandalnya.

Butik terlihat masih sepi, beberapa karyawan terlihat masih berbenah, dan seorang pengunjung sedang bercermin seraya menempelkan pakaian di dadanya.

Celine menghampiri Nur yang tengah mengelap kaca. Napasnya terengah-engah karena kelelahan.

"Loh, Mbak Celine ngapain ke sini pagi-pagi?"

Celine menarik napas sebentar, kemudian mengembuskannya. "Eren masi nggak ada ke sini sama sekali, Nur?"

Nur menggeleng, meletakkan lap dan semprotan kaca pada meja kecil di sebelahnya. "Sama sekali nggak ke sini, Mbak. Apa masih belum bisa dihubungi?"

"Nggak. Teleponku sama sekali nggak diangkat."

"Coba nanti aku tanyain ke Bu Lian deh, Mbak. Siapa tahu beliau ngerti."

Celine pun mengangguk. "Yaudah, Nur. Nanti kabarin aku kalau ada info. Aku pulang dulu."

Nur mengangguk, membiarkan Celine berlalu dengan mimik sendu, seperti saat dia juga datang ke sana dua hari yang lalu.

"Kasihan Mbak Celine. Udah seminggu dia kayak gitu." Siti yang sedari tadi tidak terlihat, kini muncul di belakang Nur

Nur mnegembuskan napas, mengambil kembali kain lap dan semprotan yang tadi ia letakkan di sebelahnya. "Mas Eren juga ke mana, lagi? Katanya pacaran, ngilang kok nggak ngandani disek sih."

Siti mengangkat bagunya, kemudian berkata, "Yah, semoga nggak terjadi apa-apa."

***

Celine teediam setelah memasuki mobilnya. Ia tak segera melajukan kendaraan tersebut karena saat ini kepalanya terasa penuh. Tingkat stressnya dirasa sudah meningkat drastis semenjak terakhir kali ia bertemu Eren.

Boy, Me Gusta! [Tamat]Where stories live. Discover now