Ia mengangkat telepon dari orang itu.

"Siapa sebenarnya kau ini? Mengganggu saja. Jika kau tidak ada kepentingan sebaiknya kerjai nomor orang lain saja."

Nafas Riana memburu, ia menghela nafas panjang sebelum tersentak ketika mendengar sahutan dari seberang sana.

"Ralex."

"Ap, apa katamu? Siapa?"

"Ralex! Apa kau lupa nama tunanganmu sendiri?"

Mulut Riana terbuka lebar. Ia menatap nomor pria itu dengan pandangan tak percaya. Bukankah Ralex sudah menghilang dalam tujuh hari ini? Mengapa pria itu kembali? Seharusnya pria itu tidak usah muncul sama sekali.

"Apa kau masih disana?"

"ya"

"Bagus, jangan lupa simpan nomorku."

"Hei kau..."

"Jika kau ingin tahu kabarku, aku baik-baik saja, tidak perlu mencemaskanku."

Tut...tut...tut

Riana tidak percaya pria itu mematikan sambungan teleponnya. Nada bicaranya bahkan dingin sekali dan lagi siapa yang ingin mencemaskan pria itu.
🌺🌺🌺

Riana turun dari mobil yang dibukakan oleh supir. Ia melangkah dengan lunglai memasuki gerbang sekolahnya. Seperti biasa, ia masih menjadi pusat perhatian. Apalagi berita pertunangannya belum reda.

Riana menyusuri koridor kelas Xll (dua belas) untuk sampai ke koridor kelas Xl (sebelas). Hari ini Riana tidak begitu bersemangat. Entah kenapa, tapi yang jelas badan Riana begitu lemas. Semalam sebelum tidur ia baik-baik saja tapi setelah bangun, badannya menjadi lemas. Seperti ada yang menimpa tubuhnya. Riana berpikir, tidak mungkin yang menimpa tubuhnya makhluk astral. Memangnya di zaman modern serba ada ini masih ada hal begituan?

Saat pintu kelas Riana sudah terlihat didepan mata, Riana memejamkan matanya. Kenapa pintu kelasnya tidak sampai-sampai juga? Rasanya lelah sekali. Riana mengatur nafasnya dan mulai menghitung di dalam hati. Satu, dua, tig... Riana berlari mencapai pintu kelasnya dengan nafas tersengal-sengal. Sedangkan orang-orang yang berada di sepanjang koridor menatapnya aneh. Mungkin mereka akan berpikir dia sudah gila.

Setelah sampai didepan pintu kelas. Tubuh Riana merosot jatuh ke lantai. Riana tidak mempedulikan pandangan aneh dari siswa-siswi High School Emperis. Untung lantai yang didudukinya bersih, jadi Riana tidak perlu repot-repot membersihkan roknya. Mengabaikan rasa malunya, Riana memegangi sisi pintu kelasnya untuk berdiri. Ia ingin mengumpati orang-orang yang kini mengerubuninya seperti lalat. Kuat-kuat Riana memegangi sisi pintu, ia takut jatuh menimpa lantai lagi, yang ada orang-orang itu tidak akan membantunya malah menertawakannya. Pegangan Riana jatuh dan tubuhnya oleng. Ia kembali jatuh ke lantai dan orang-orang yang mengerubuninya tadi benar-benar menertawakannya. Riana meringis. Kenapa pula ia lumpuh seperti ini? Kalau tahu akan seperti ini jadinya, lebih baik Riana tidak usah pergi ke sekolah untuk hari ini daripada mendapat malu. Sudah tubuh lemas, kaki pincang ditambah lagi ditertawakan orang. Sungguh, Riana ingin menangis rasanya. Tidak adakah orang yang kasihan padanya? Dan mau menolongnya?

Memang selama ini Riana pernah menolong orang lain? Riana mencoba mengingat-ingat lalu menggeleng lemah. Ia memang tidak pernah menolong orang lain. Apa ini karmanya karena tidak pernah menolong sesama? Tapi kalau ini memang karmanya, jangan susah-susahlah. Maksudnya karma yang didapatnya dari Tuhan jangan terlalu susah. Dia kan tidak pernah sejahat film karma yang pernah ditontonnya.

Riana menyeret kakinya mendekati pintu. Jangan berpikiran aneh-aneh jika Riana akan menyeret kakinya memasuki kelas seperti suster ngesot yang pernah ditontonnya. Ia hanya menyenderkan punggungnya pada dinding kelas. Biarlah ia menjadi tontonan sampai pulang, Riana sudah tidak peduli. Tapi menjadi tontonan sampai pulang seperti apa yang dipikirkan Riana ternyata salah, karena satu persatu siswa-siswi meninggalkan tempatnya yang kini duduk seperti pengemis. Hingga tidak ada seorangpun lagi yang menatap Riana dengan pandangan mencemooh.

Sesudah ditinggal pergi orang-orang, Riana bernafas lega. Lalu retina matanya menangkap seorang gadis yang melewatinya begitu saja tanpa menoleh padanya, mungkin gadis itu tidak melihatnya.

"Ailen!"

Ailen langsung menoleh ketika merasa namanya dipanggil.

"Riana?" Dahi Ailen berkerut bingung "sedang apa kau disitu?"

Riana mengangguk, seolah mendapat pertolongan dari Tuhan. Ia tahu Ailen gadis yang baik pasti akan menolongnya.

"Mengapa kau duduk dilantai seperti itu?" Ailen mendekati Riana dan membantu gadis itu berdiri.

Riana bersyukur karena Ailen mau membantunya tidak seperti orang-orang tadi yang malah menertawakannya.

"Entah kenapa badanku lemas semua, kakiku berat diangkat seperti kesemutan."

Ailen menatap Riana prihatin. "Apa kau semalam tidur dalam keadaan tidur ditindih seseorang?"

Sebenarnya Ailen tidak enak hati bertanya seperti itu tapi ia cuma memastikan. Riana mengerutkan keningnya.

"Aku tidak tahu, semalam aku merasa ada yang menindih tubuhku tapi mataku terlalu berat untuk dibuka."

"Sudah kuduga kau tidur dalam keadaan ditindih."

Riana meringis. "Kira-kira siapa yang menindihku?" Bisiknya pada Ailen "apa itu jin?"

Mata Ailen mengerjap "itu tidak mungkin," gumamnya.

"Iya kau benar, di zaman modern serba ada ini tidak ada yang namanya jin atau sejenisnya ya kan?"

Ailen menggeleng, "bukan begitu Riana, hantu tidak bisa menindih tubuh manusia apalagi badanmu sampai sakit."

Riana tercengang "ja...jadi menurutmu aku ditindih seseorang?"

Ailen mengangguk dan memapah Riana sampai bangku mereka. Riana berterimakasih lalu menopang kepalanya dengan tangan terlipat diatas meja.

"Jadi ada seseorang yang menindihku, siapa kira-kira?"

"Mungkin kakakmu?"

"Tidak mungkin, kakakku terlalu sibuk dengan dirinya sendiri."

"Mungkin kakakmu merindukanmu."

"Hah yang benar saja, kakakku tidak pernah merindukanku. Hampir setiap hari kami bertemu dirumah bahkan kakak laki-lakiku sama saja."

Ailen tampak berpikir. "Apa tindihannya berat?"

Riana mengangguk "iya tapi sebenarnya tidak bisa dikatakan ditindih karena aku merasakan seseorang itu memelukku begitu erat sampai punggungku begitu sakit. Kakiku seperti di lilit."

"Benarkah seperti itu?" Tanya Ailen.

"Iya," jawab Riana.

"Apa mungkin..."

"Siapa?"

Ailen menatap Riana tidak yakin "mungkin tunanganmu, kau sudah bertunangankan?"

TBC.

Riana & RalexWhere stories live. Discover now