Padahal itu cara terbaik untuk membangunkannya dari tidurnya.

Padahal Osamu cukup tega untuk mendengar rintihan kesakitan gadis di gendongannya.

Padahal ia tak harus khawatir jika tahu tempat tinggal gadis itu sedekat ini.

Padahal ia punya banyak alasan untuk menghindar sesegera mungkin. Namun tak satu pun ia lakukan.

Dengan langkah hati-hati Osamu menaiki undakan tangga. Dengan segera kakinya melangkah ke pintu dengan nomor 205.

Kembali ia guncangkan tubuh [Name] dengan suara rendahnya yang mendayu. "Kita sudah sampai. Di mana kuncinya? Kau harus segera masuk."

"Emmhh... Di kantung tas paling belakang..." gumam [Name].

Osamu meraba tas jinjing milik [Name]. Begitu menemukan kuncinya ia buka pintu apartemen gadis itu dan segera menidurkannya di atas kasur.

Hal pertama yang ia rasakan adalah, punggungnya encok. Bukan encok, tapi sesuatu yang miriip dengan itu, pegal-pegal. Hanya 200 meter ia berjalan.

'Hah... Mungkin karena aku jarang berlatih selama liburan kemarin. Aku harus segera mengatur ulang jadwal latihanku.'

Tak lama suara rintihan kecil terdengar oleh telinganya. Gadis yang ia tidurkan di kasur kini sudah dalam posisi terduduk, mengucek sebelah matanya dan menyesuaikan pupil dengan cahaya yang masuk ke mata.

Tersirat keterkejutan dalam tatapannya, terlebih ketika matanya bertemu pandang dengan pemilik manik hazel di kamarnya. Kakak tingkat yang baru ia kenal pagi tadi.

"M---Miya-s--san... Ke--kenapa k--kau ada di si--sini?" suaranya parau bukan main. Tubuhnya beringsut mendekati dinding dengan membawa serta selimutnya.

Osamu dibuatnya bingung. Selama perjalanan gadis itu menjawab pertanyaannya dengan sangat jujur, terlepas ia mengetahui atau tidak siapa yang bertanya. Dan kini dia bertingkah seakan semua ini adalah perbuatan Osamu.

Lelah. Hanya itu yang dirasakan Osamu. Tapi jika ia biarkan mungkin sesuatu yang lebih besar akan terjadi.

"Aku? Bukankah kau yang mengajakku ke apartemenmu, [Lastname]-san?" tanya Osamu dengan sebuah senyuman di wajahnya.

Matanya terlihat sayu, namun begitu tajam dengan daya pikatnya yang berbahaya. Senyumnya memang tipis, namun semua pesona tertuang di dalamnya.

"A--aku yang me--mengajakmu? Ta--tapi untuk apa!?"

Mendengarnya membuat Osamu memangkas jarak, menaiki kasur sang gadis, bertumpu pada salah satu lututnya. "Entahlah~ Untuk apa ya?"

Tangan Osamu terjulur, meraih helai-helai rambut [Name] yang terjatuh dipundak. Matanya kembali menghadap manik [e/c] yang kini bergetar, hidung yang memerah menahan isak juga menahan napas.

"Menurutmu apa yang akan dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan bila mereka berada di kamar yang sama di malam hari?" Osamu menarik sudut bibirnya sekali lagi. "Kupikir hanya satu jawabannya."

[Name] beringsut makin dalam, memeluk tubuhnya begitu erat dan terus menunduk. Tak bisa. Ia tak bisa menatap lelaki yang ada di depannya. Rasa takutnya luar biasa. Tak pernah ia setakut ini terhadap lelaki.

D R R T ! D R R T ! D R R T ! Terasa getaran di atas kasur akibat dering telepon yang masih terkurung dalam tas jinjing [Name]. Gadis itu melirik takut, sedangkan Osamu turut mengikuti arah pandangnya.

"Angkatlah," ujar Osamu.

[Name] begidik di tempat. Suara rendah Osamu mengharuskannya larut dalam dalam rasa gugup.

"TOBIO" adalah nama yang tertera pada ponselnya. Lantas apa yang membuatnya menelepon?

Tapi sungguh bukan itu yang [Name] pikirkan. Berkat panggilan tersebut ia bisa mengalihkan sedikit perhatian Osamu, pikirnya. Segera ia geser kursor untuk mengangkat panggilan dari sang mantan kekasih.

"To--Tobio?" tanyanya dengan suara bergetar.

"[Name]? Apa aku mengganggumu?" jawab orang di seberang telepon.

[Name] kembali menunduk, menghindari tatapan Osamu yang masih sama mengintimidasinya. "Ti--tidak, aku baru saja terjaga. Ada apa menelepon?"

"Ah, tidak. Tiba-tiba perasaanku menjadi aneh, dan aku menelponmu. Maaf jika menggagumu," rasa sesal tersirat dalam suaranya.

Gadis itu hanga menggeleng kecil. "Tidak, kok. Syukurlah kalau tidak ada apa-apa."

"Kau baik-baik saja?"

"Unn... Begitulah."

"Apa kau sedang bersama seseorang?" tanya Kageyama tiba-tiba.

Si bungsu [Lastname] tersentak di tempat. Otaknya sibuk berputar, mencari jaaban yang seharusnya ia berikan. Apakah dia harus berbohong atau mengatakan apa adanya. Tidak ada yang lebih baik.

"Ti--tidak. Aku tinggal sen--sendiri..."

"Kalau begitu tidurlah lagi. Yah, ini masih terlalu malam untuk kau bangun. Jangan sampai daya tahan tubuhmu memburuk," ujar Kageyama.

[Name] mengangguk. "Eum... Arigatou nee, Tobio. Kau juga jangan memforsir tenaga untuk berlatih. Pikirkan juga kuliahmu."

"Haha apa itu... Mana mungkin aku melupakan kuliahku. Jaa, oyasumi."

"Unn, oyasuminasai, Tobio-kun."

Panggilan berakhir. Bunga-bunga dalam hatinya bermekaran. Suara orang yang begitu didambanya memenuhi ruang rindu. Namun ia tak bisa menikmati euphoria itu lebih lama. Ia menyadari Miya Osamu masih belum bergerak dari posisi terakhirnya.

"Kenapa kau berbohong jika sedang sendirian? Aku merasa tak dianggap." Osamu kembali menggoda gadis di depannya.

S R A T ! Osamu bangkit dari duduknya. "Bercanda. Jangan dimasukkan ke hati apa yang aku lakukan tadi," Osamu mengambil jeda, "pasti buruk jika pacarmu tahu, kan?"

Osamu memegang tengkuknya dengan tangan kanan, menatap manik [e/c] yang sudah mulai berair.

"Aku yang membawamu pulang karena kau tak kunjung bangun dari tidurmu. Kau sendiri melindur dan bilang ingin aku menggendongmu. Kau pun menjawab arah apartemen dan kunci apartemenmu. Itu kenapa aku bisa ada di sini," jelas Osamu, berharap gadis itu msegera menyudari kesalahpahamannya.

Mata [Name] bekilat malu, wajahnya pun memerah menahan rasa malu itu. "So--souka? Unn... Aku tidak berpikir Miya-san orang yang berperilaku buruk."

"Meski begitu tetap berhati-hati. Kau itu seperti menyerahkan diri untuk 'diapa-apain'. Jaga dirimu sendiri terlebih jika kau tinggal sendirian." Osamu meraih tas punggungnya, lantas menyampirkan di bahu. "Kalau begitu aku pulang dulu."

"Eeeh? Tidak mau minum dulu, Miya-san?"

Osamu menoleh. "Tidak baik menahan tamu laki-lakimu sementara underwaremu berserakan dekat meja." Dengan begitu ia segera melenggang pergi.

[Name] membatu sesaat. Ia lirik pelan meja duduk di dekat kasur. Dan apa yang Osamu katakan benar adanya.

"MIYA-SAN!!!" Seharusnya ia berterima kasih, tapi rasa malunya mengalahkan itu.

🏐

[200420]

rєcσnvєníng | kαgєчαmα tσвíσWhere stories live. Discover now