CHAPTER 23

4.4K 475 27
                                    

REYGAN

Karena kejadian ini, dalam beberapa hari itu dalam bulan ini, aku sama sekali tidak teringat dengan yang lain, baik pekerjaanku, maupun Renata, wanita yang sedang dekat denganku belakangan ini, dan aku juga tidak berniat mencari tahu aktivitasnya seperti biasanya.

Yang aku lakukan belakangan ini selain merasakan kesedihanku yang harus kehilangan anak perempuanku yang begitu cantik, aku menghubungi Bara asisten pribadiku, aku memintanya untuk membatalkan jadwal meeting atau kegiatan apapun di kantor, karena saat ini aku sedang berkabung, dan sedang menunggui istriku di rumah sakit. Juga memastikan kenyamanan untuk Kanaya pasca operasi caesar yang di alaminya.

Mendengar kata istri, tampak Bara terdiam sesaat di ujung telepon sana. Wajar saja, tidak banyak orang yang tahu tentang statusku saat ini sebagai pria beristri, statusku di KTP saja masih single belum berubah menjadi menikah.

Aku tahu, banyak peer yang harus diselesaikan saat ini, sambil menyembuhkan hatiku dari rasa kehilangan putri tercinta, aku juga harus berusaha menunjukan perubahanku kepada Kanaya.

Aku tidak ingin karena kehilangan putri kami, jadi ujung tombak pernikahan kami, mulai saat ini aku akan berusaha memperbaiki pernikahanku, walaupun Kanaya memaksaku untuk menceraikannya, tapi tidak. Aku tidak akan melakukannya. Aku tidak akan menceraikannya, aku akan berusaha memperbaiki diri, menjadi pria bertanggung jawab, dengan melupakan pacar-pacar sementaraku, termasuk juga Renata didalamnya.

Hal yang seharusnya aku lakukan sejak berbulan-bulan yang lalu, aku harusnya sudah lebih bertanggung jawab dengan mengingat janji suci yang aku ucapkan dihadapan Ayah mertuaku, janji yang berhubungan langsung dengan Tuhan. Bukannya berlarut dalam euforia karena berhasil mendapatkan perhatian dan kehangatan tubuh Renata, karena nyatanya aku adalah pria beristri.

Sejak Kanaya pulang dari rumah sakit, tapi mendung duka itu masih betah berada di wajahnya, dan bila aku lengah tidak berada didekatnya, berusaha menghiburnya, tetesan airmata akan mengalir turun membasahi pipinya, membuat rasa penyesalanku semakin besar.

Tanpa Kanaya tahu, Ayah marah besar dan membuatku babak belur, saat tahu penyebab aku dan Kanaya memintaku untuk menceraikannya.

Aku ingat betul saat itu.

****

Flash back.

"Ayah dengar, Kanaya meminta kamu untuk menceraikannya Rey? Benar itu?" tanya Ayah di ruang kerjanya, saat satu hari aku di panggil ke rumah orang tuaku, saat Kanaya masih berada di rumah sakit, dan ditemani oleh Ibu mertuaku.

Aku menghembuskan napas berat, "iya Yah," jawabku pendek.

"Kenapa? Pasti ada penyebabnya kan?"

"Karena Rey tidak menginginkan pernikahan itu, dan tadinya Rey sangka, Rey tidak menginginkan anak..."

Kalimatku terputus saat Ayah menghentak dan maju mencengkram keras baju yang aku kenakan.

"Coba ulangi lagi apa yang kamu bilang tadi!" perintah Ayah, sudah tidak tersisa keramahan yang tadi ada di wajah Ayah, yang tersisa hanya raut marah.

"Pernikahan itu hanya keterpaksaan Ayah, kalau Kanaya tidak hamil, Rey tidak harus menikahinya..."

Dan sebelum kata-kataku selesai di ucapkan, hantaman bogem mentah seorang pemegang sabuk hitam taekwondo bersarang diwajahku, membuatku tersungkur, berusaha bangkit walaupun tidak mungkin karena Ayah menghajarku dengan membabi buta.

Teriakan Bunda yang menghentikan Ayah. "Ayah apa yang Ayah lakukan kepada Reygan!" jerit Bunda panik, melihatku terkapar dan babak belur, hasil perbuatan Ayah.

"Ayah tidak mendidik anak-anak Ayah untuk melakukan pelecehan kepada perempuan Reygan!" teriak Ayah dengan napas terengah karena marah, "cukup Ayah yang bersalah telah menyakiti Bunda kamu, jangan kamu atau Arion yang melakukan perbuatan keji itu, apalagi sampai mengatakan tidak menginginkan anak yang merupakan darah dagingmu sendiri," sambung Ayah.

Bunda yang tengah membantuku untuk bangun, seketika terhenti, dan menatap wajahku tajam.

"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya tajam.

"Bun..."

"Katakan Reygan, apa yang telah kamu katakan kepada Kanaya, sebelum ia mengalami kontraksi dini, hingga menyebabkan cucu Bunda meninggal?" cecar Bunda tanpa memberi kesempatan kepadaku membela diri.

"Reygan terpaksa menikahi Kanaya, karena bayi yang tidak Reygan inginkan Bun..."

"Bajingan!!!" Plak. Tamparan keras mendarat ke pipi kiriku. Dan aku tahu siapa pelakunya.

Bunda.

"Bunda sangka kamu bakal jadi anak baik Reygan, cerita masa lalu yang selalu Ayah ceritakan, Bunda kira akan membuatmu lebih menghargai wanita, bukan sebaliknya," teriak Bunda, "tapi apa yang kamu lakukan, kamu malah mencontoh perbuatan Ayah dulu, dengan menyakiti Kanaya," akhirnya Bunda menangis, dan menunjuk-nunjuk diriku dengan murka.

"Bunda..." Ayah menghampiri Bunda, memeluknya erat, dan memberinya rasa nyaman.

"Bunda tahu, apa yang dirasakan oleh Kanaya, seumur hidup pun tidak akan pernah lupa dengan pengalaman pahit yang kamu lakukan Rey. Kanaya bisa memaafkanmu, tapi bukan berarti melupakan perbuatan kejammu itu," lanjut Bunda.

"Bunda dengarkan Rey dulu!" bisikku lirih, "Rey sangka, Rey tidak menginginkan anak yang berada di rahim Kanaya Bun, tapi melihat Amara harus lahir dalam keadaan tidak bernyawa karena ketidak pedulian Rey, Rey nyesal Bun, Rey ingin memperbaiki semuanya, Rey tidak ingin menceraikan Kanaya, dan berniat membangun rumah tangga seperti pada umumnya, saling menjaga, saling mengasihi, seperti Ayah dan Bunda." Lanjutku.

"Tapi terlambat Rey! Apa yang telah kamu lakukan kepada Kanaya membuat Kanaya membencimu."

Tertohok. Mendengar kalimat yang di ucapkan Bunda. Gelisah, berharap Kanaya tidak membenciku karena apa yang aku lakukan kepadanya selama lima bulan pernikahan kami, tapi harapanku hanya angan saja, karena sepertinya apa yang diucapkan Bunda ada benarnya.

Membuatku tertunduk kelu. Dengan rasa bersalah yang semakin menumpuk

Flashback end

****

Aku mendesah resah, mengingat kejadian itu, kejadian yang membuatku harus berada di ruang perawatan selama dua hari, karena hajaran Ayah yang emosi karena tindakan keji yang aku lakukan terhadap Kanaya dan bayi mungilku.

****

Serang, 19 April 2020

SECOND CHANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang