Chapter 13

5.6K 347 12
                                    

Kembali aku merasakan tarikan kuat yang membuat aku terpental dan aku bersumpah kalau aku membenci siapapun yang menciptakan dua pohon itu untuk jalan keluar dan masuk. Harusnya dia mendesain pohon itu menjadi pintu biasa saja dan bukannya pintu penyedot yang membuat aku berakhir dengan demikian. Aku tidak akan pernah terbiasa dengan letupan energiny.

"Kendiz! Kau kembali?"

Aku terkejut dan harus sedikit mundur saat Devan di sana dan tengah memegang kedua bahuku. Wajahnya sangat dekat hingga sedikit saja dia akan bisa menciumku. Makanya aku lebih memilih mundur dari pada melakukan adegan yang akan membuat kami berdua canggung.

"Ya, Devan. Aku di sini. Kau berlebihan dan hentikan cengkramanmu di bahuku. Aku memang bisa menyembuhkan diri tapi rasa sakitnya akan tetap aku rasakan."

Devan segera menarik tangannya dengan salah tingkah. Berdiri di posisi yang aman dariku, jarak yang aman. Dia menggaruk kepalanya yang aku yakini tidak gatal sama sekali. Menatap aku untuk melihat apa aku kekurangan sesuatu di tubuhku. dia tidak menemukan kekurangan karena memang aku kembali dengan utuh. Dia mengela nafas lega.

"Anda berteriak dengan sangat keras dan penuh dengan suara keputusasaan. Jadi kami khawatir. Pangeran Devan hampir saja lupa diri dan menerobos masuk ke dalam, Nona. Dia akan membahayakan dirinya untuk anda."

Aku melihat Gideon dan mendengar ceritanya dengan setengah tidak percaya. Devan bukan orang yang akan melakukan hal semacam itu terhadapku. Dia tidak sepeduli itu. "Kau sungguh melakukannya?" tanyaku pada Devan.

Dia mengibaskan tangannya dengan enteng. "Setengahnya dilebihkan." Devan berbalik menatap Gideon dan membuat aku tidak bisa melihat wajahnya. Entah apa yang dia katakan pada Gideon hingga Gideon mengangguk saja. Aneh mereka.

"Aku ingin kalian bertemu dengan seseorang."

"Seseorang?"

Devan memutar tubuhnya setelah mengumumkan tanyanya yang dibalut dengan kebingungan. Melihat pada Liliana dan ketakjuban melandanya sama halnya dengan ketakjubanku tadi saat bertemu dengan Liliana. Pastinya semua orang yang melihat Liliana akan jatuh cinta padanya. Menyenangkannya menjadi Liliana.

"Siapa dia?"

Devan menatap aku. Aku tersenyum.

"Liliana. Penghuni hutan suci itu."

"Aku tidak tahu kalau hutan itu ada penghuninya. Kau bertemu dengannya secara langsung. Pasti sangat hebat."

Aku menatap Devan. Bersedekap dan tajam pandanganku terarah padanya. "Kau tahu hutan itu tidak ada penghuninya tapi malah masih mau aku ke dalam sana untuk melihat?"

"Aku mendengar di dalam sana ada kolam ajaib di mana semua pertanyaan bisa terjawabkan. Jadi aku meminta kau masuk ke sana untuk melihat apa benar ada dan aku percaya kalau kau pasti akan bisa masuk ke sana."

Aku mendengus. Alasan yang sangat masuk akal hingga aku tidak bisa mendebatnya. Salahku juga tidak bertanya ada apa di dalam sana hingga aku berakhir seperti ini. Tidak bisa menyalahkan orang lain dan hanya bisa menyalahkan diri sendiri.

"Aku adalah kolam itu," aku Liliana.

Ketiga pasang mata kami menatap Liliana dengan terkejut. Rupanya tidak hanya akan yang benar-benar tidak tahu kalau kolam itu adalah perwujudan cantik di depan kami ini. Dia adalah kolam? Siapa yang akan percaya.

"Jika semua kolam sepertimu, Liliana. Aku tidak masalah semua istanaku di kelilingi dengan kolam." Suara Devan yang tepat ada di samping telingaku membuat aku segera memukul lengannya. Dia tidak akan menghilangkan kesempatannya untuk menggoda rupanya.

Aku dan Devan saling menatap dalam ketajaman yang sama-sama mematikan. Sedang Liliana hanya tertawa saja melihat kami. Gideon sendiri masih betah di tempatnya dengan, kurasa... itu air liurnya yang keluar. Pria di mana saja sama, mereka tidak pernah mempan dengan gadis cantik.

"Baiklah, Liliana di sini untuk membantu kita," aku memulai. Segalanya harus segera terselesaikan atau kami semua akan menghabiskan malam di sini. "Yang membuat sampai detik ini Devak belum menemukan kita—dan itu adalah kejanggalan yang sangat masuk akal—adalah karena hutan ini. Hutan ini tidak bisa terlacak oleh iblis dan walau Gideon di sini di mana Gideon adalah bawahannya yang bisa dia temukan dengan mudah, Devak tetap tidak akan bisa melihatnya. Mengerti?"

Devan dan Gideon saling menatap dan mengangguk.

Devan selalu mengatakan di sepanjang perjalanan kalau dia tidak akan berhasil membawa aku dengan selamat dan jika sampai Devak mendapatkan aku, dia tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya. Jadi sekarang Devan bisa merasa tenang oleh informasi tersebut.

"Jadi apa dia bisa tinggal dulu di sini, Liliana?" tanya Devan dengan penuh harap.

"Seluruh hutan ini bisa melindungi kalian. Pangeran hanya tidak boleh tahu kalau kalian ada di sini, kalian harus menyembunyikan rapat-rapat semuanya. Jika dia tahu, dia bisa memakai pemanggilan darah untuk membuat siapapun yang terhubung darah dengannya. Apalagi Kendiz, di mana mereka saling berbagi darah. Akan sangat mudah baginya untuk membuat kendiz datang padanya."

Aku meringis sendiri. Kata berbagi darah itu terdengar lebih intim dari apa yang aku dugakan, aku sama sekali tidak paham awalnya tapi pasti yang di maksudkan oleh Liliana adalah saat malam perjanjian itu. Aku dan Devak saling menggores telapak tangan dan meminum dari telapak tangan satu sama lain. Pasti berbagi darah yang itu maksudnya.

Yang aku tidak paham adalah, bukankah sudah ditegaskan oleh Devan kalau perjanjian itu sama sekali tidak ada? Jadi bagaimana bisa kami masih disebut berbagi darah? Mustahil sekali.

"Lalu apa yang kau sarankan, Liliana?"

Devan terlihat tidak terlalu ambil peduli dengan kata berbagi itu. Dia lebih peduli pada cara melindungiku. Aku cukup salut untuk itu dan tentu saja berterimakasih. Hanya saja tidak aku ambil banyak apa yang dia niatkan pada perlindungannya karena aku tahu, Devan melakukannya untuk mencegah dunia ini terkuasai. Aku bukan alasan utamanya.

"Aku akan memanggil seseorang yang bisa membantu kalian."

"Kau sungguh akan membantu kami?" Devan tampak antusias.

"Ya, Sragel. Untuk itulah aku datang ke sini."

Kini aku sangat percaya kalau Liliana pastilah tahu sangat banyak hal tentang dunia ini. Bahkan dia memanggil Devan dengan namanya yang jarang aku pakai memanggilnya.

"Siapa?" Devan penasaran.

"Kalian akan tahu nanti."

Kami semua saling menatap satu sama lain. Mencari siapa yang di maksud oleh Liliana tapi jelas hanya Liliana yang tahu jawabannya.

***

Sleep With The Devil ✓ TAMATNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ