Chapter 11

5.7K 389 5
                                    

Aku tidak tahu mana yang lebih membuat aku sakit. Fakta kalau ternyata Devak menipuku dengan memberikan sebuah perjanjian darah di mana perjanjian itu hanya omong kosong belaka. Entah darah siapa yang dia berikan malam itu. Atau fakta kalau pria itu bukan pria lajang. Dia bukan iblis penyendiri melainkan dia memiliki pasangan di dunia bawah sana. Sedang menunggu kepulangannya dengan hati merindu, mungkin. Sementara dia di sini bersetubuh denganku mungkin juga dengan mata melihat seolah aku adalah kekasih hatinya. Rasanya sangat menyakitkan tapi aku sendiri memang bodoh.

Aku harusnya tidak begitu saja percaya padanya dan menyerahkan segalanya. Termasuk hatiku yang lemah. Sangat buruk rasanya saat kau tahu segalanya dan pada akhirnya kau masih dengan perasaan yang sama padanya. Tidak sedikit pun berubah dan itu membuat kau ingin menancapkan belati ke jantungmu.

Setidaknya aku tidak tertipu sampai detik terakhir. Masih ada tiga purnama yang harus aku lewati sampai Devak mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan tentu saja aku tidak akan memberikan Devak tiga purnama itu secara sukarela. Aku harus menghentikannya sebelum aku menyesalinya.

Mungkin saja aku tidak masalah dengan nyawa atau pun jiwaku yang diambilnya. Dia bisa memiliki sepenuh hatinya, tapi tujuannya tidak bisa aku benarkan. Menginginkan dunia kami berada dalam kuasanya tentu saja tidak bisa aku benarkan. Aku akan menjadi orang yang sangat buruk jika sampai pada akhirnya aku memberikan dunia ini kacau hanya karena perasaan tidak berbalasku. Dunia ini tetap harus berjalan semestinya dan saat iblis yang menguasainya, itu bukan semestinya. Dia tidak berhak.

Aku berhenti saat dua orang di depanku berhenti. Kutatap dua orang itu dengan bingung.

"Apa di sini?" tanyaku.

Aku menatap sekitar dan melihat hanya hutan di depan kami maupun di sekeliling kami. Tidak banyak yang dapat dilihat dan itu membuat aku penasaran, tidak sungguh tempat ini bukan.

"Ada di balik dinding ini, Kendiz."

Aku melihat ke depan. Tidak ada apa-apa. Hanya berdiri dua pohon besar yang rantingnya saling bertautan. Diantara dua pohon itu ada jalan berbentuk bulan dan terlihat seperti tempat yang bagus untuk bersantai.

"Tidak ada apa-apa di sana."

"Masuklah, Kendiz," pinta Devan dengan sungguh-sungguh.

Aku melihat pada Gideon dan dia mengangguk. Membuat aku bergerak dengan perlahan dan masih tidak juga kutemukan apapun di sana walau aku sudah melangkah lebih dekat. Hanya dua pohon itu saja yang menarik.

"Apa kita sedang bercanda di sini teman-teman?" Aku merasa dipermainkan.

"Anda akan melihatnya, Nona. Setelah anda melewati dua pohon itu. Kami akan menunggu anda di sini."

Aku berbalik dan kutemukan keseriusan di wajah keduanya. Membuat aku tidak bisa menganggap ini bercandaan karena itu akan membuat dua pria itu tersinggung. Lagi pula mereka juga tidak mungkin hanya bercanda sampai sejauh ini bukan. Pasti memang ada sesuatu di balik celah kedua batang pohon itu. Namun aku tidak ingin sendiri.

"Kalian tidak akan masuk denganku?"

Gideon dan Devan saling menatap dalam pandang kesuraman. Mereka berdua menggeleng dengan postur sangat menyesal.

"Kami mahluk terkutuk, Kendiz. Kau, hanya dirimu yang bisa masuk ke sana dan melihat apa isi tempat itu. Di sana adalah tempat yang suci dan hanya vampir murni dan orang yang berhati baik yang bisa masuk ke sana. Penghuni dunia bawah tidak diberikan izin menginjakkan tempat itu. Jika kami memaksa pergi maka kami akan terbunuh. Jadi harapanku adalah kau baik-baik saja di dalam sana dan jangan sampai terluka. Aku akan menerobos masuk jika aku merasakan kau sedikit saja terluka."

Aku tidak paham lagi bagaimana harus bersikap. Dalam satu malam seluruh tujuan hidupku berubah dan pria yang aku cintai seakan menjadi musuhku saat ini. Lalu sepupu si pria, iblis yang sama malah mengatakan segalanya padaku tentang bagaimana dunia ini ingin dikuasai. Di mana harusnya dia mendukungnya tapi malah berakhir dengan membeberkan segalanya. Itu aneh.

Namun aku akan memikirkan semuanya nanti, aku harus melakukan apa yang ada di depanku dulu. Dua pohon ini.

"Baiklah, aku akan masuk. Kuharap saat aku keluar nanti, kalian masih di tempat yang sama."

Keduanya mengangguk secara serentak. Aku berbalik lagi dan melangkah dengan perlahan ke depan sana. Menelan ludahku, kini aku mulai percaya kalau di depan sana memang tidak seperti yang aku dugakan. Ada hal luar biasa yang mulai menarikku dan menyerapku.

Awalnya ada keraguan yang menyelinap di dadaku tapi begitu aku mengingat segalanya tentang Devak dan apa yang menjadi tujuan pria itu, aku tidak bisa lagi menolak diriku untuk masuk ke sana dan melihat apa yang bisa aku temukan di sana. Aku harus mencari jawaban atas keberadaanku.

Aku berjalan dengan kemantapan hati. Melangkah di antara dua pepohonan itu dan segera kurasakan tarikan kuat dan sangat keras yang membuat aku terpental dengan sangat dahsyat. Keterkejutanku menghasilkan teriakan kencang yang seakan bisa membuat bumi terbelah dua. Aku seperti ditarik paksa dengan seluruh tubuhku dibuat menjadi bagian-bagian terpisah.

Yang aku sadari setelah adalah aku berada di tempat lain. Dunia lain dan aku tahu kalau aku baru saja masuk ke dalam sebuah portal. Portal gaib yang membuat aku berdiri dengan ternganga. Melihat betapa hebatnya apa yang aku lihat di depan sana. Bukan dunia, jelas bukan. Ini berbeda. Tempat berbeda dengan aura yang berbeda. Entah bagaimana aku menjabarkannya, seperti aku berada di tempat yang seharunya. Tampak lebih nyata dari tempatku berasal. Seolah dunia ini ada untukku saja. Aku tersenyum menyadari kalau aku berada di rumah, ya, rasanya seperti rumah. Rumah yang sangat besar.

***

Sleep With The Devil ✓ TAMATWhere stories live. Discover now