Chapter 1

15.3K 744 16
                                    

Devak membuka matanya dengan kernyitan nyata. Dia melihat siluet di balik sang mentari yang baru saja muncul ke permukaan bumi, siluet itu sangat dikenalinya. Sosok gadis cantik yang dia kenal satu tahun yang lalu dan kebersamaan mereka telah mencapai angka demikian. Sangat banyak hal yang telah mereka lalui, yang membuat Devak percaya kalau gadis itu hadirnya baginya untuk menyenangkannya.

Gadis itu memutar tubuhnya dan bertemu langsung dengan Devak yang haus. Haus akan tubuh setengah telanjang di depannya. Bagaimana bisa dia menginginkan satu tubuh dengan sama menggilakannya seperti ia baru pertama menginginkannya. Itu gila dan rasanya segalanya karena darah murni si gadis. Darah yang membuat Devak bagai menjadi anjing peliharaan gadis tersebut.

"Devak..."

"Hmm?"

"Bolehkah aku pergi keluar hari ini?"

Pria itu mengerut. Tampak tidak suka dengan izin tersebut. Keluar? Untuk apa? Dia memiliki Devak di sini dan segalanya baik-baik saja. Mereka tidak membutuhkan dunia luar.

"Devak?" Kendiz kembali memanggil. Dia meraih kain yang tadi hanya ada dalam genggamannya. Melilitkan kain itu di tubuhnya dan menutup ketelanjangannya.

Mata merah itu menatap pada Kendiz dengan balut ketidaksenangan. Gadis itu jelas mengerti maksud di balik tahapan itu, sebuah ketidaksetujuan. Hebat bukan?

Gadis itu berdiri lesu. Dia berjalan ke arah kamar mandi dan sebelum sempat masuk ke sana, Kendiz sudah berbicara dengan nada pekat akan kesedihan, "aku tahu." Dia lalu menghilang dibalik kamar mandi. Devak hanya bisa menatap dalam balut ketidakyakinan.

Devak turun dari ranjang dan ikut masuk ke kamar mandi. Dia melihat Kendiz sudah di bak dan tengah duduk santai di sana. Sinar mentari masuk menyinari tubuhnya yang tampak seperti mutiara. Kulit indah yang rasanya ingin dicicipi oleh Devak. Lagi.

Pria itu segera menggeleng. Mengutuk diri pada hasratnya yang tidak terbantahkan. Dia harus menahannya kali ini, ada gadis yang sedang buruk perasaannya di depannya. Gadis yang dia inginkan tentu saja.

"Kau marah?" tanya Devak.

Kendiz menatap pada Devak dengan senyuman terbit di sana. Dia menggeleng dan memastikan kalau Devak tidak perlu khawatir. "Tidak. Aku tidak mungkin marah padamu."

Mata merah itu berkilat senang. Dia tidak biasannya bersikap lembek seperti ini. Rasanya hanya Kendiz yang bisa membuatnya demikian. Gadis ketakutan yang dia temukan satu tahun yang lalu.

"Jadi aku boleh bergabung?"

Kendiz mengangguk. Dia memajukan tubuhnya agar Devak memiliki tempat baginya. Pria itu segera melepas celana panjangnya. Menelanjangi diri dan masuk ke bak mandi. Membuat setengah dari air jatuh ke lantai. Tangannya yang besar mengeluas bagian pinggang Kendiz. Membuat gadis itu bergerak untuknya dan berakhir dengan tubuh mereka yang menempel.

Suara lenguhan terdengar di bibir ke Kendiz tatkala tangan Devak berhasil meraih payudaranya. Memijit bagian itu dengan lembut namun keras. Menciptakan suara-suara menggoda dari bibir Kendiz.

"Devak?" panggil Kendiz.

"Ya, Violet, katakan."

Kendiz mengurai senyumannya. Dia sangat suka panggilan itu. Devak selalu memanggilnya begitu dan itu seperti sebuah panggilan kesayangan. Hatinya berdegup dan beruntung sekali kalau Devak tidak akan tahu seperti apa isi otaknya saat ini. Dia adalah vampir darah murni dan Devak iblis.

Devak bisa saja membaca pikiran makhluk apapun yang ada di muka bumi ini, tapi tidak dengan pikiran Kendiz, darah murni miliknya menyelamatkan dia dari terbaca tanpa permisi oleh Devak. Dia jadi bisa memikirkan terlalu banyak hal di kepalanya tanpa takut ketahuan sama sekali. Seperti saat ini. 

"Apa yang kau rasakan padaku, Devak? Saat ini seperti ini?"

Kendiz meraih tangan Devak, menekan telapak tangan pria itu di payudaranya. Mencoba tidak gila oleh sentuhan tangan ajaib sang pria. Dia mengendalikan dirinya, sungguh sangat berusaha dalam melakukannya. Itu sulit, apalagi saat banyak-banyak gambar berseliweran di kepalanya ketika mereka saling memuaskan seperti saat ini. Satu sentuhan sama dengan satu narkoba.

Devak menelusupkan wajahnya di ceruk leher Kendiz, mengecup di sana dengan jilatan menyusul setelahnya. Panas lidahnya bertemu dengan panas kulit Kendiz.

"Panas. Membakar. Menyesakkan. Dan aku rasanya kacau, Violet. Kau tidak merasakannya? Bagaimana bagian bawah tubuhku begitu memujamu."

Devak menempelkan tubuhnya. Lebih mendesak.  Mencoba memberitahukan pada Kendiz kalau dirinya benar-benar nyata pada rasa dan hatinya. Kendiz tidak perlu meragukannya bahkan walau itu hanya satu detik saja.

"Aku menginginkanmu, Violet. Aku sangat menginginkanmu."

Suara itu terdengar serak. Dalam dan basah. Kendiz bisa merasakan bulu-bulu halus di tubuhnya meremang. Ada janji kenikmatan yang sangat besar lewat suara sosok tersebut. Dia tampak lebih mencoba memahami panas di antara pahanya dari pada yang lainnya. Tanpa menyentuhnya, Devak sudah pasti bisa membuat dia mencapai klimaksnya. Pria ini sangat bisa membuat dia tersiksa dalam kenikmatannya.

"Kau menginginkan aku, Violet?"

"Ya."

"Kau ingin aku memasukimu?"

Kendis bergerak gelisah. "Ya. Lakukan, kumohon lakukan!" Dia menggigit bibirnya. Tapi gigitannya tidak menghentikan suaranya yang menginginkan kenikmatan dari sentuhan pria itu.

Devak meraih pinggangnya. Membuat tubuhnya berputar dan menghadap pada pria itu, mereka berhadapan dan dengan mudah Devak berhasil menyatukan tubuh mereka. Pekikan kecil terdengar di suara Kendiz. Kuku-kukunya mencakar bahu pria itu, tapi Devak tidak tampak keberatan. Pria itu malah sibuk menggerakkan tubuh Kendiz agar sesuai dengan iramanya sendiri.

"Nikmat bukan?"

"Ya, Devak sangat nikmat."

Devak melumat bibirnya dengan rakus. Memberikan ciuman keras di sana hingga membuat Kendiz hilang kendali atas dirinya.

***

Sleep With The Devil ✓ TAMATWhere stories live. Discover now